Literasi media merupakan banyaknya
pandangan dalam media yang penggunaanya untuk mengintepretasikan pesan yang diperoleh.
Berita nasional di Indonesia sendiri memiliki perputaran yang sangat cepat
karena adanya media online. Salah satu berita yang menjadi sorotan
dan headline di beberapa media adalah tentang maraknya lambang palu
arit yang sering dikaitkan dengan partai komunis yang memiliki catatan hitam di
Indonesia. Namun ternyata dibalik itu semua, beberapa masyarakat terutama
generasi Y dan generasi Z belum tidak terlalu paham mengenai pemberitaan
tersebut. Mereka hanya mengikuti tren tanpa mengetahui sejarah dibalik headline dari
media- media di Indonesia.
Melihat kenyataan tersebut, munculah pertanyaan, sudah sejauh mana
literasi media diterapkan di Indonesia? Dan apa hubungannya dengan kebebasan
berekspresi?
Media membantu masyarakat untuk bisa mendapatkan informasi, akan
tetapi hal tersebut juga dapat memperngaruhi pembentukan opini pada masyarakat.
Informasi tidak pernah bersifat netral pada semua aspek, dalam kata lain sudah
mengandung suatu persepsi dari berbagai belah pihak. Informasi dapat dikatakan
sebagai hasil dari kebebasan berekspresi yang dipengaruhi oleh beberapa visi.
LITERASI MEDIA: KEMELEKAN MEDIA ADALAH YANG UTAMA
Menurut Gutterez dan Hottmann,
literasi media adalah kegiatan meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami dan
menikmati media. Memfasilitasi caranya memahami media, memahami terbentuknya
media, dan memahami media mengonstruksikan kenyataan.
Idealnya literasi media diberikan secara formal lewat pembelajaran
di kelas, namun sebenarnya literasi media bisa dilakukan secara non- formal
terlebih dahulu lewat fase pertama dalam hirarki sosial manusia. Literasi media
seorang individu pertama kali harusnya diberikan oleh keluarga, setelah itu
diteruskan oleh pihak kedua yaitu sekolah dan perguruan tinggi (pendidikan),
dan yang terakhir literasi media harus disadari oleh individu itu sendiri.
Selain pendidikan formal, pemerintah yang berkuasa suatu negara harusnya ikut
membangun kemelekan media tersebut. Pemerintah bisa menggunakan ruang publik
untuk membentuk kesadaran masyarakat terkait kemelekan media. Pemerintah dapat
membentuk pandangan warga negaranya agar mampu mengonsumsi media yang sesuai
dengan kebutuhannnya.
Ada 3 faktor yang memengaruhi penerapan literasi media :
1. Budaya
2. Kebebasan berekspresi
3. Aktivitas penduduk
Tiga faktor
yang dimiliki literasi media sebagai bentuk kepentingannya, antara lain:
-
Masyarakat
menjadi bosan karena banyaknya berita yang beredar.
-
Beritanya
bermasalah.
-
Dan masyarakat
selalu terpapar media.
KEBEBASAN BEREKSPRESI
Kaitannya literasi media dan
kebebasan berekspresi sangatlah erat, selain warga negara yang memiliki
kebebasan berekspresi, media juga berhak berekspresi terhadap informasi-
informasi yang akan disampaikannya lewat headline berita. Hal yang
menjadi sorotan adalah kebebasan berekspresi media terutama di Indonesia masih
dicampuri oleh kepentingan pemilik media. Jika pada masa orde baru media
hanyalah corong pemerintah, saat ini kepentingan pemilik media sangat mengambil
peran dalam berjalannya sebuah media.
KONSTRUKSI MEDIA
Untuk mendukung keberhasilan
literasi media, sebagai individu kita harus mengenal teori konstruksivisme yang
merupakan dasar dari terbentuknya sebuah media. Berikut penjelasan mengenai
konsep konstruksivisme media:
-
Media merupakan
hasil konstruksi.
-
Representasi
media mengonstruksi realitas
-
Pesan media
berisi nilai dan ideologi media
-
Pesan media
berimplikasi sosial dan politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar