Anisa Novianti
14140110207
Manipulasi Media, Pornografi dan Kekerasan
serta Propaganda dalam Media/Pers
Memang saat ini informasi yang tersedia di media
begitu banyak, salah satunya hal yang berbau pornografi. Pornografi sendiri
hadir sebagai representasi eksplisit berupa gambar, video, tulisan dari
aktivitas atau hal yang tidak senonoh. Hal tersebut dipahami sebagai sesutau
yang melukai dengan sengaja rasa malu dengan membangkitkan representasi
sesksualitas. Tapi, bisa saja penilaian ini dituduh subjektif dikarenakan
mengacu pada situasi mental.
ARGUMEN
PENOLAKAN PORNOGRAFI DAN ETIKA MINIMAL - ada 3 alasan utama, antara lain adalah
perlindungan pada anak-anak adalah hal yang penting , mencegah terjadinya
perendahan martabat perempuan, dan mencegah sifat yang menghancurkan tatanan
nilai seksual keluarga dan masyarakat. Selain itu, hal ini juga di kahawatirkan
dapat mendoronh kejadian yang tidak diinginkan dan merugikan orang lain serta
dari pornografi juga sebenarnya bisa menimbulkan gangguan psikis.
HUKUM
REPRESIF, PEREMPUAN MENJADI KORBAN - yang ditekankan dalam hal ini adalah bagaimana
agar hukum yang melarang pornografi tidak lagi menjadikan perempuan sebagai
korban. Sebenarnya perdebatan pornografi ini menyangkut masalah pengambilan
sikap moral dan politik.
Kemudian hal-hal ini dipertimbangkan dengan
berbagai acuan, namun sebenarnya yang terpenting adalah kita harus lebih
bertanggung jawab dalam membedakan mana seni dan pornografi atau yang mana
pornografi dan mana yang erotisme.
PATERNALISME
NEGARA = POLISI MORAL – sikap ini biasanya mengatasnamakan tujuan luhur,
antara lain: melindungi anak-anak atau orang yang belum dewasa, melindungi
perempuan agar tidak dijadikan sebagai objek lagi, dan menghukum semua yang
termasuk dalam kategori batas moral di luar pernikahan.
KEKERASAN -
Etika komunikasi semakin
tersingkirkan karena besarnya kasus kekerasan dalam media kekerasan itu bisa
berupa fisik, verbal, moral, atau melalui gambar. Dalam konteks ini, gambar
menjadi komoditi.
ASPEK ESTETIK
KEKERASAN – Pada kenyataannya, kekerasan yang saat ini terdapat dalam media
semata-mata agar mendapat perhatian dari publik atau bisa dibilang mencari rating dan mampu mensukseskan pasar.
Namun, ada juga kekerasan di media yang dibalut dengan seni sehingga dari hal
ini pastinya publik kebingungan mana sebenernya konten yang mendidik mana yang
merugikan. Dan kekerasan di media sebagai seni saat ini terus mencari
pembenarannya, antara lain:
1.
Horor-regresif: digerakkan oleh
ketertarikan pada hal yang meneror dan
menegangkan
2.
Horror-transgesif: contohnya adalah foto tawanan
perang Irak yang disiksa dan dilecehkan secara seksual dan digantung terbalik
3.
Gambar symbol: ada konteks kekerasan tetapi
kemudian diganti dnegan tatanan yang lebih bagus.
BAHAYA KEKERASAN
DALAM MEDIA – kekerasan di dalam media dapat menimbulkan kegelisahan yang
berakibat pada sikap represif masyarakat. Selain itu, publik akan melihat dan
menciptakan persepsi yang berlebihan bahwa dunia itu kejam.
MENENTUKAN
BATAS-BATAS KEKERASAN – kesulitan utamanya adalah bagaimana menentukan
batas-batas kekerasan media yang masih bisa ditoleransi. Dalam hal ini,
orang-orang dituntut untuk perlu memahami bahwa di dalam media terdapat 3
bentuk kekerasan, yaitu:
1.
Kekerasan dokumen: gambar kekerasan yang
disajikan dilihat sebagai sebuah dokumentasi atau rekaman fakta. Contohnya
adalah penayangan tindakan pembunuhan, tembakan.
2.
Kekerasan fiksi / Kekerasan simulasi: didalam
media dibeberkan dalam kisah fiksi. Contohnya adalah acara TV smackdown
3.
Kekerasan simbolik dan ketidakpedulian: kekerasan
ini paling sulit diatasi dan biasanya ditemukan dalam iklan (dampak dari
kekerasan tersebut tidak tampak). Kekerasan ini menjebak individu dalam cara
melihat, berpikir, dan bertindak.
ETIKA KOMUNIKASI DAN
POLITIK MEDIA – politik media memang harus diarahkan untuk perlindungan
anak dari konten media yang merugikan. Salah satunya, perlu pengembangan
pendidikan dan pelatihan di bidang media. Tidak hanya itu, peran orang tua juga
sangat dibutuhkan dalam mengatasi kekerasan yang ada di media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar