Senin, 30 Mei 2016

Literacy media (melek media) dan tanggung hawab individu dalam bermedia

Penggunaan kata literasi biasanya merujuk pada kemampuan seseorang untuk membaca kata yang tertulis. Namun dalam konteks media, James W. Potter dalam bukunya Media Literacy 6th edition mengartikan literasi media sebagai sekumpulan perspektif yang kita gunakan secara aktif saat memakai media guna mengartikan/memaknai pesan yang kita dapatkan. Untuk dapat melakukan literasi media diperlukan kemampuan memahami makna berbagai pesan, mengatur makna tersebut sehingga berguna, dan kemudian menyusun pesan untuk meyampaikan makna tadi pada orang lain.
1.1  Pentingnya Literasi Media
Mengapa literasi media itu penting? Ada beberapa faktor yang menjadikan literasi media begitu penting. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.
·         Adanya kejenuhan atas banjirnya informasi. Budaya kita terpenuhi dengan banyak sekali informasi, dan jumlah informasi yang ada kepada kita terus bertambah bahkan meningkat cepat. Google memperkirakan di tahun 2009 sudah ada sekitar 130 juta buku yang dipublikasikan (Mashable, 2011). Itu baru dari buku saja, kita tentu tahu dengan media-media lainnya seperti siaran radio, siaran televisi, majalah-majalah, bahkan koran, dan berbagai media baru yang terus bermunculan (seperti jejaring sosial, blog, media online, dan lain sebagainya).  
·         Masyarakat yang terus menerus terpapar media. Keseharian kita sudah tidak terpisahkan dengan media dan informasi. Dalam 3 dekade terakhir, setiap survei tentang penggunaan media selalu menyatakan bahwa rata-rata pengguna media selalu naik tiap tahunnya. Di tahun 2000, seseorang menghabiskan waktu 8 jam perharinya untuk menggunakan media, peneliti menemukan bahwa keahlian multitasking seseorang bertambah, seperti contoh, mendengarkan musik, mengirim pesan teks, menonton video dari tiga window di internet secara bersamaan. Seperti dikutip dari website KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), rata-rata anak Indonesia menghabiskan waktu sampai 5 jam dalam sehari untuk menonton televisi. Hal ini menunjukkan bahwa sejak kecil, kita sudah terpapar oleh media. Selain itu, berdasarkan data dari We Are Social, rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu sampai 4 jam lebih untuk mengakses internet dari personal computer ataupun tablet mereka.

·         Masalah Informasi. Individu dan masyarakat tentu punya masalah dengan informasi. Jika dahulu permasalahan terletak pada terbatasnya akses informasi, maka kini masalah terletak pada bagaimana cara membatasi derasnya arus informasi.
Setelah kita memahami pentingnya media literasi, kita juga perlu memahami bahwa literasi media bersifat multidimensi. Artinya ada beberapa dimensi dalam literasi media. Dimensi tersebut antara lain : dimensi kognitif, emosional, estetika, dan dimensi moral.
Dimensi kognitif merupakan dimensi yang berkaitan dengan fakta-fakta/informasi dasar yang disampaikan media. Contoh informasi kognitif ini misalnya : tanggal, nama, definisi, dan sejenisnya. Sedangkan dimensi emosional berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memahami emosi yang ada dalam konten-konten media. Misalkan seseorang mampu memahami emosi apa yang ditimbulkan dalam tayangan suatu media (apakah sedih, senang, haru, frustrasi, benci, dan lain sebagainya).
Dimensi estika berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami bagaimana pesan media diproduksi. Contoh-contoh dimensi estetis ini misalnya kita tahu seperti apa cerita film yang bagus, bagaimana pencahayaan film yang bagus, bagaimana proses editing sebuah gambar di media, bagaimana proses produksi audio, dan lain sebagainya. Sedangkan dimensi moral berkaitan dengan pengetahuan akan mana nilai-nilai yang baik dan mana yang buruk.
Semakin tinggi tingkat keterampilan yang dimiliki dalam dimensi-dimensi tadi, maka akan semakin baik pula tingkat literasi media seseorang.
1.3 Tingkatan Dalam Literasi Media
James Potter mengemukakan beberapa tingkatan/tahapan dalam literasi media. Tahapan tersebut antara lain sebagai berikut.
·         Tahapan memperoleh pemahaman dasar. Dalam tahapan ini, seseorang mulai mengenali dasar-dasar yang diperlukan dalam literasi media. Tahap ini terjadi saat seseorang ada dalam fase anak-anak balita. Di tahap ini seseorang mempelajari tentang benda-benda hidup, benda berwujud fisik dan fungsinya, mereka mulai memahami ekspresi wajah, suara-suara, mengenali bentuk, ukuran, warna, dan pergerakan.
·         Tahapan penguasaan bahasa. Tahap ini juga terjadi di masa anak-anak. Dalam tahap ini, seseorang mulai mengenali suara orang berbicara dan artinya, seseorang sudah mampu berbicara, dan mampu membuat respon emosi terhadap musik atau suara yang didengar. Di tahap ini juga seseorang mulai mengenali tokoh dalam media visual, lalu mampu mengikuti pergerakan si tokoh tadi.
·         Tahap pemahaman narasi. Di tahap ini seseorang mulai mengetahui perbedaan fiksi dan nonfiksi. Mereka juga mulai mengetahui bedanya iklan dengan acara yang mereka tonton, mereka mulai mengerti alur cerita (seperti alur waktu), dan mereka mulai memahami motivasi suatu tokoh dalam tayangan visual.
·         Tahapan berkembangnya sifat skeptis. Di tahapan ini seseorang semakin skeptis terhadap tayangan media. Biasanya tahapan ini dicapai saat seseorang memasuki usia remaja. Mereka yang sudah sampai di tahap ini sudah memiliki pemahaman tentang rasa suka dan tidak suka terhadap acara tertentu, karakter, ataupun tindakan tertentu.
·         Tahapan perkembangan yang intensif. Di tahapan ini seseorang berkembang semakin intens. Ciri-cirinya adalah seseorang mulai memiliki motivasi untuk mencari tahu suatu topik secara lebih mendalam. Misalkan seseorang menyukai informasi olahraga, maka ia akan mulai mencari informasi lebih mendalam tentang informasi olahraga. Selain itu, mereka juga sudah mampu menggunakan informasi tadi agar menjadi bermanfaat.
·         Tahapan pengalaman menjelajah. Merupakan tahap di mana seseorang semakin sering mengeksplorasi konten media yang ia konsumsi. Ciri-cirinya adalah orang tersebut mulai mencari berbagai bentuk konten dan narasi, mereka berfokus pada kejutan dan emosi yang baru, nilai-nilai moral dan estetika yang baru.
·         Tahapan apresiasi kritis. Tahap ketika seseorang mampu menerima pesan dengan cara mereka sendiri. Dalam arti mereka akan mengevaluasi pesan media berdasarkan lingkungan dan nilai-nilai mereka. Selain itu, di tahap ini seseorang juga sudah mampu membandingkan berbagai pesan di media secara terus menerus. Mereka juga punya pemahaman yang mendalam tentang berbagai topik, seperti sejarah, ekonomi, politik, dan berbagai konteks yang berkaitan dengan pesan media.
·         Tahapan tanggung jawab sosial. Tahap yang paling tinggi, yakni ketika seseorang merasakan adanya tanggung jawab sosial terhadap literasi media. Di tahapan ini seseorang sudah memiliki berbagai sudut pandang pemahaman, mereka memahami dan mampu menganalisis media landscape secara menyeluruh, dan mereka menyadari bahwa seseorang perlu melakukan tindakan yang berdampak terhadap masyarakat.
1.4 Keuntungan Memiliki Kemampuan Literasi Media
Ada berbagai keuntungan ketika kita punya kemampuan literasi media. Setidaknya, James Potter menjelaskan tiga keuntungan, yakni sebagai berikut.
·         Lebih termotivasi untuk mencari informasi yang lebih luas. Setiap media memiliki tujuan tertentu. Nah, dengan memiliki kemampuan literasi media, kita akan memahami bagaimana suatu media memproduksi pesan. Dengan demikian, kita dapat menjadi lebih kritis sehingga kita lebih termotivasi untuk mencari informasi yang lebih luas/mendapatkan pesan media yang lebih beragam.
·         Punya cara berpikir yang lebih independen. Seseorang yang memiliki literasi media yang baik akan mengerti bahwa media dapat mempengaruhi cara berpikir. Dengan pemahaman akan literasi media, seseorang tahu bagaimana cara media menanamkan cara berpikir pada seseorang. Nah dengan pemahaman tersebut, seseorang dapat menjadi lebih hati-hati terhadap pesan yang disampaikan media.
·         Memiliki kontrol yang lebih terhadap efek media. Pemahaman berbagai perspektif dalam literasi media menjadikan seseorang tahu akan tujuan-tujuan media. Dengan kemampuan ini, seseorang dapat memanfaatkan pesan-pesan dari media secara lebih baik untuk mencapai tujuan pribadi orang tersebut.

2.      Literasi Media Untuk Anak-Anak
2.1 Mengapa Anak-Anak Mendapatkan Perhatian Khusus dalam Literasi Media?
Anak-anak merupakan segmen yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam literasi media. Hal ini disebabkan karena dua hal berikut.
·         Tingkat kedewasaan. Tingkat kedewasaan anak-anak bisa dibilang cukup rendah. Tingkat kedewasaan ini dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, perkembangan emosi, perkembangan moral.
·         Pengalaman. Anak-anak memiliki pengalaman yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena terbatasnya pengalaman anak-anak, maka anak-anak perlu diberi perhatian khusus dalam hal mengonsumsi media dan mencerna pesan yang disampaikan oleh media.
2.2 Perlindungan dari Regulator
Karena anak-anak merupakan audiens yang spesial, maka regulator pun membuat aturan-aturan terkait perlindungan anak-anak dari pesan media.
Di tahun 1975, industri televisi di Amerika mencoba membuat regulasi mandiri yang disebut sebagai “jam keluarga”. Yang mana melalui aturan ini tayangan-tayangan/konten yang menekankan unsur kekerasan dan seksual akan ditayangkan di larut malam. Jam keluarga khusus digunakan untuk menayangkan konten-konten yang tepat/sesuai bagi keluarga. Namun beberapa stasiun televisi mengajukan gugatan atas hal tersebut. Mereka melandaskan pada prinsip kebebasan berbicara.
Di Amerika Serikat, FCC (Federal Communications Commission) memiliki aturan yang lebih agresif. Contohnya pada periode 1970-an, FCC menjatuhkan denda yang menyiarkan drama komedi George Carlin yang berjudul “Filthy Words”.
Selain itu, perlindungan terhadap anak-anak juga berupa perlindungan terkait praktik periklanan. Karena keterbatasan pemahaman mereka, anak-anak rentan untuk terkena dampak negatif dari periklanan. Oleh karena itu, ada regulasi yang mengatur periklanan terhadap anak-anak. Contoh regulasi perlindungan ini misalnya pembatasan durasi iklan dan pemisahan yang jelas antara konten program dan iklan.
Durasi iklan yang diperbolehkan adalah 12 menit untuk acara dengan durasi 1 jam. Sedangkan di saat akhir pekan, durasi iklan yang diperbolehkan adalah 10,5 menit untuk acara dengan durasi 1 jam. Sedangkan untuk pembedaan program dan iklan, aturannya adalah FCC mewajibkan adanya bumpers yang memisahkan program acara dan iklan. Harus ada jeda 5 detik yang memisahkan program dan iklan. Contoh bumper ini misalnya dengan menampilkan kata-kata “and now a word from our sponsor.”
Adapun beberapa regulasi terkait penyiaran dan pemberitaan yang ada di Indonesia antara lain : Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Kedua undang-undang ini menjadi acuan pelaku media di Indonesia.
Dalam hal membatasi pengaruh buruk dari iklan terhadap audiens, di Indonesia ada yang namanya Etika Pariwara Indonesia. Etika Pariwara Indonesia dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia. Etika Pariwara Indonesia dapat diunduh di alamat berikut : http://p3i-pusat.com/wp-content/uploads/2015/11/EPI-2014-Final-SK-Perubahan.pdf. Etika pariawara ini dapat menjadi acuan bagi mereka yang membuat iklan untuk disiarkan di media penyiaran.

2.3 Perhatian Khusus dari Orang Tua
Beberapa contoh perhatian khusus dari orang tua terkait literasi media terhadap anak-anak antara lain sebagai berikut.
·         Pembatasan dalam menonton televisi. Contoh pendekatan ini misalnya dengan membatasi berapa banyak, kapan, dan tipe konten yang boleh ditonton oleh anak-anak.
·         Menemani menonton. Dengan cara ini, orang tua menemani anaknya ketika menonton televisi. Dengan cara ini, tidak harus ada percakapan antara orang tua dan anak.
·         Mediasi aktif. Dalam mediasi aktif, orang tua/orang dewasa membangun percakapan dengan anak terkait televisi yang ditonton. Ada empat kategori mediasi aktif, yakni nonmediator (orang tua yang jarang membicarakan televisi dengan anaknya), optimistis (orang tua yang diskusinya lebih sering tentang menekankan konten televisi), sinis (mereka yang diskusinya lebih menekankan pada pertentangan terhadap konten televisi), dan kaum selektif (mereka yang mendiskusikan sisi positif ataupun negatif dari konten media). Menurut kami, kondisi paling ideal ketika orang tua menjadi kaum yang selektif dan menjelaskan hal tersebut pada anak-anaknya.
·         Menggunakan program ratings. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan program ratings. Dengan melihat rating program, orang tua/orang dewasa dapat menentukan apakah acara tersebut cocok atau tidak untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Dikutip dari Tvguidelines.org, jenis-jenis rating program antara lain seperti pada gambar berikut.

Sedangkan untuk di Indonesia, rating program yang tersedia antara lain A/SU (untuk anak-anak dan semua umur), BO/A (untuk anak-anak, tetapi memerlukan bimbingan orang tua, biasanya ditujukan untuk mereka yang berusia 4 – 7 tahun), BO (acara memerlukan bimbingan orang tua, batasan usianya antara 5 – 12 tahun), R (acara yang ditujukan untuk remaja, batasan usia 13 – 16 tahun), dan D (acara yang ditujukan untuk orang dewasa, usianya di atas 17 tahun).
Terkait dengan adanya media baru, maka orang tua juga perlu memantau konten seperti apa yang dikonsumsi oleh anak-anaknya di media baru. Untuk memudahkan pemantauan, orang tua dapat memanfaatkan aplikasi khusus parenting. Salah satu contohnya adalah aplikasi Kakatu. Kakatu adalah aplikasi yang membantu orang tua memantau aplikasi dan konten apa yang digunakan oleh anak-anak mereka saat sedang online.

2.4 Memahami Tahapan Media
Dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi media, kita juga perlu memahami tahapan perkembangan sebuah media. Untuk itu, berikut tahapan dalam perkembangan media. Dengan pemahaman ini kita akan tahu bagaimana media sebuah bekerja dan bagaimana media memproduksi konten.
·         Tahap inovasi (tahap kelahiran media). Merupakan tahap awal ketika sebuah media dilahirkan. Untuk memunculkan sebuah media, dibutuhkan teknologi. Seperti contohnya, di awal tahun 1900-an, setelah kamera gambar bergerak dan proyektor diciptakan, beberapa wirausahawan mengubah ruang keluarga mereka menjadi teater dan memulai memungut biaya kepada orang-orang yang ingin menonton film. Wirausahawan tersebut melihat bahwa ada pasar untuk hiburan macam ini, maka mereka memutuskan untuk meningkatkan pasar dengan menyewa etalase-etalase toko untuk mengakomodasi penonton yang lebih banyak, lalu mereka menyewa teater konser dan menjadikannya teater untuk menonton film. Hal ini kemudian memicu wirausahawan lainnya untuk membangun perusahaan yang memproduksi film. Contoh lain, ketika tren .com mulai melanda di periode 1990-an, maka di masa ini mulai bermunculan media-media daring, termasuk di Indonesia. Contohnya Kompas.com yang mulai muncul pada tahun 1998. Selain itu, Tempo Interaktif juga menjadi pelopor media online pertama di Indonesia.
·         Tahap penetrasi (pertumbuhan). Merupakan tahap ketika media mulai menarik minat orang-orang. Hal ini dinamakan penetrasi,  tahap penetrasi pengembangan media ditandai dengan penerimaan masyarakat yang semakin berkembang. Reaksi publik untuk media baru ini didasarkan pada kemampuan media untuk memenuhi kebutuhan yang ada atau untuk menciptakan kebutuhan baru.
·         Tahap puncak. Tahap ketika media berhasil mencapai puncak, di mana media berhasil mendapatkan perhatian terbanyak. Hal ini berimbas pada pendapatan media yang mencapai titik tertinggi. Contohnya siaran televisi mencapai puncaknya pada tahun 1960 setelah merebut banyak penonton dari film dan radio. Siaran televisi juga telah mengambil pengiklan nasional dari majalah dan radio. Sampai pertengahan hingga akhir 1990-an siaran televisi tetap di puncak sebagai media massa yang paling dominan. Hal ini dikarenakan orang-orang menghabiskan lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi. Untuk di Indonesia, sampai saat ini pun televisi merupakan media yang paling banyak ditonton. Jika dilihat dari persentase pendapatan, maka televisi merupakan media yang paling menguasai kue periklanan di Indonesia. Berdasarkan data yang dikutip dari DailySocial.id, iklan televisi menguasai sampai 60 % pangsa pasar periklanan di Indonesia.

·         Tahap penurunan. Setelah melalui tahap puncak, media akan memasuki tahap penurunan. Di tahap ini jumlah penonton media tersebut mulai berkurang. Hal ini akan berimbas pada menurunnya pendapatan. Penurunan penonton bisa terjadi karena audiens punya media alternatif lain yang lebih baik. Contohnya jika dulu pilihan media hanya berupa media mainstream (seperti televisi, radio, dan cetak), maka kini sudah hadir berbagai media baru (misalkan media online). Media baru ini menawarkan fitur yang lebih menarik dan unggul jika dibanding media arus utama. Alhasil audiens pun banyak yang beralih ke media baru ini. Contoh media yang sudah memasuki fase penurunan adalah media cetak.
·         Tahap adaptasi. Merupakan tahap ketika sebuah media mulai beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Media dapat melakukan adaptasi dengan cara melakukan reposisi (memperbarui positioning mereka) di pasar. Contohnya setelah radio kehilangan pendengar akibat pendengar yang beralih menjadi penonton televisi, radio tidak lagi berkompetisi langsung dengan televisi. Alhasil radio menghadirkan konten-konten yang yang berbeda dengan televisi, contohnya radio lebih menonjolkan konten-konten musik. Selain itu radio juga dibuat lebih tersegmentasi untuk orang-orang yang bergerak. Dalam arti ketika seseorang dalam perjalanan (misal di mobil), tentu mereka agak sulit untuk menonton televisi. Oleh karena itu, radio ditujukan untuk orang-orang seperti ini (orang di mobil, orang yang sedang bekerja, dan lain sebagainya).

3.      Bagaimana Cara Meningkatkan Kemampuan Literasi Media?
Ada 12 pendekatan yang diberikan oleh James Potter terkait peningkatan kemampuan literasi media. 12 pendekatan tersebut antara lain sebagai berikut.
·         Memperkuat nilai-nilai personal Anda. James Potter menyarankan agar kita mencari tahu apa yang menjadi tujuan kita. Selanjutnya kita akan menggunakan media sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai. Penguatan nilai-nilai personal dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya : membaca buku, bermain video games yang tepat, menonton acara televisi yang tepat.
·         Berfokus pada kegunaan sebagai tujuan. Setiap kali mengonsumsi media, kita harus tahu apakah itu akan bermanfaat atau tidak. Dalam arti, saat kita terekspos oleh media, pastikan kita benar-benar membutuhkan hal tersebut. Caranya adalah dengan memastikan bahwa media yang kita konsumsi benar-benar sesuai dengan tujuan kita.
·         Kembangkan kesadaran yang tepat dari eksposur Anda. Caranya adalah dengan membuat catatan dan mengevaluasi perilaku kita dalam mengonsumsi media. Kita dapat melakukan evaluasi ini secara periodik (misal setahun dua kali). Saat melakukan evaluasi, kita bisa melihat apakah media yang kita konsumsi hanya itu-itu saja atau justru sudah menjadi lebih luas.
·         Miliki pemahaman yang luas tentang pengetahuan yang berguna. Kita harus tahu apakah konten media yang kita konsumsi berguna atau tidak. Dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi media, pastikan kita berfokus pada pengetahuan-pengetahuan yang berguna.
·         Pikirkan tentang program yang realitas atau fantasi secara berkelanjutan. Program televisi semakin beragam, baik itu program yang nyata (reality) atau sekadar program fantasi. Contoh program fantasi misalnya sinetron (sebab sinetron biasanya tidak berdasarkan pada kejadian nyata). Dengan memahami mana yang nyata dan mana yang fantasi, kita membatasi diri kita agar tidak terlarut secara berlebihan ketika mengonsumsi media.
·         Periksa petunjuk mental Anda. James Potter menyarankan agar kita secara berkala memeriksa mental kita dengan melihat apakah perilaku kita sudah sesuai/sudah seharusnya atau belum. Kita harus menyadari apakah kita berperilaku sebagaimana kita seharusnya atau justru karena kita sudah diprogram oleh media?
·         Periksa opini Anda. Kita juga perlu memeriksa apakah opini kita merupakan opini yang beralasan dengan baik (well reasoned). Untuk itu, kita perlu mengumpulkan informasi yang valid sebelum beropini.
·         Ubah perilaku. James Potter mengajak kita untuk mengubah perilaku jika kita merasa ada sesuatu yang tidak pas dengan masyarakat kita. Misalkan jika kita merasa masyarakat terlalu materialistis, maka kita dapat mengubah perilaku dengan tidak bersikap materialistis (misal : tidak membeli barang-barang yang tidak diperlukan). Dalam konteks literasi media, kami mengartikan hal ini agar masyarakat bertindak (melakukan sesuatu). Contoh, jika kita merasa bahwa banyak tayangan televisi tidak mendidik, maka caranya kita dapat berhenti menonton tayangan tersebut. Dengan demikian, setidaknya kita telah memberi dampak bagi masyarakat.
·         Buat perbandingan channel. Caranya adalah dengan kita mengonsumsi media dari berbagai channel. Dengan adanya keterampilan dalam bermedia di berbagai channel, kita dapat beradaptasi dan lebih ahli dalam literasi media terhadap media-media tersebut. Singkatnya, kita akan semakin melek media jika kita menggunakan berbagai channel media sekaligus (misal : menggunakan jejaring sosial, membaca koran, majalah, dan mengonsumsi media-media lain).
·         Tingkatkan kemampuan mendesain pesan. Di era media baru seperti saat ini, kita dapat menjadi produsen konten. Untuk itu, kita juga perlu meningkatkan kemampuan dalam hal mendesain pesan. Misalkan kita meningkatkan kemampuan dalam mendesain Facebook page yang baik dan menarik. Atau kita meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi lewat channel lain yang kita miliki (misal : blog, akun media sosial lain, dsb).
·         Jangan memberikan hal-hal privasi. Ketika kita bermedia, jangan memberikan/menginformasikan hal-hal yang bersifat privat. Sebab ketika informasi sudah disebarkan untuk publik, kita tidak lagi memiliki kendali atas informasi-informasi yang menyebar.

·         Ambil tanggung jawab pribadi. Artinya kita perlu mengambil tanggung jawab pribadi terkait perilaku kita dalam bermedia. Kita harus tahu mana yang baik dan buruk, mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan diri kita. Selanjutnya kita tinggal mengonsumsi media sesuai dengan hal-hal yang baik menurut kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar