A. Media , Pelayanan Publik
, dan Logika Politik
Semua bentuk komunikasi membidik untuk
mendapatkan pengaruh melalui rekayasa. Rekayasa dimaksudkan untuk membangun
citra riil sehingga tampak seperti riil. Rekayasa sering menyusup dalam celah-celah
antara nilai, gagasan dan opini. Penelusupan ini mau mengaburkan pembedaan
antara ketiga hal tersebut. Nilai, gagasan, dan opini sering tidak dibedakan
dan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak dibedakan dan dibuat sedemikian rupa
sehingga diterima pendengarnya sebagai fakta.
I. Manipulasi
dan Demagogi dalam Politik
Rekayasa sebetulnya merupakan tindak
kekerasan dan tekanan yang menghilangkan kebebasan dengan menggunakan strategi
mengurangi sedapat mungkin kebebasan agar pendengar atau pembaca tidak
mendiskusikan atau melawan apa yang diusulkan. Dengan demikian, rekayasa masuk
dengan melanggar pikiran seseorang untuk meletakkan opini atau membangkitkan
perilaku tanpa diketahui orang tersebut bahwa ada pelanggaran. Keberhasilannya
terletak pada upaya penyembunyian maksud sesungguhnya dan diam. Maka, rekayasa
mengandaikan, pertama, kebohongan yang diorganisir ; kedua, penghilangan
kebebasan pendengar ; ketiga, tersedianya alat untuk mengalahkan resistensi.
Dalam
konteks ini, politik penuh dengan kemunafikan dan insinuasi. Maka, sangat tepat
ketika Jaques Ellul mengatkan “Informasi adalah sarana propaganda.” Dengan
memanfaatkan informasi itu pencitraan dibangun. Pencitraan biasanya dibuat
sesuai dengan aturan demagogi klasik, yaitu menyesuaikan diri dengan apa yang
diharapkan atau ingin didengar audience. Maka, realitas akan dikesampingkan
untuk mengobok-obok perasaan dan pikiran pendengarnya.
Demagog
adalah orang yang meminjamkan suaranya kepada rakyat. Media menjadi perayu
ulung (demagog) yang nyaris selalu sukses menghipnotis masa. Ia bisa
menyesuaikan diri dengan situasi yang paling membingungkan dengan menambahkan
wajah sebanyak kategori social rakyatnya. Demagog biasanya dilakukan oleh
politisi. “Merayu berarti mati sebagai realitas untuk menghasilkan tipu daya”,
itulah kekhasan demagogi yang berkembang semakin canggih dengan berkembangnya
sarana komunikasi.
II. Menjamurnya
Sarana Komunikasi
Menjamurnya sarana komunikasi
karena beragamnya media dan kompetitifnya merka mempengaruhi komunikasi
politik.termasuk dalam melihat pollitik, yang mana harus bersaing juga dengan program
lain. Padahal dulu institusi media secara politik lebih dominan namun sekarang
tidak. Idealisme komunikasi politik selalu mendapa bayangan dari logika pasar.
Pertama, meredupnya pembedaan antara media berkualitas dan pers tabloid serta
menjamurnya pendekatan infotainment dalam politik. Kedua, wartawan politik
hanya belajar mengakomodasikan masalah kewarganegaraan dgn nilai hedonis.
Ketiga, standar nilai cukup dihormati oleh para praktisi komunikasi mulai
diabaikan. Dengan kecanggihan teknologi
media semakin menjamur. Sulit pula membedakan media yang bermutu dengan yang
tidak. Walau media berorientasi keuntungan, namun ia tetap butuh legitimasi
publik sebagai konsumen.
Logika
pasar akan selalu membayangi setinggi apapun idealism yang ingin digapai. Hal
itu dapat dilihat dari bagaimana media memberikan konten yang sama, melemahnya
kepekaan terhadap etika jurnalisme yang ada, dan media merasa tidak lagi
terikat pada prinsip pelayanan public dan norma objektif jurnalisme.
III. Prinsip
Pelayanan Publik
Definisi pelayanaannya publik ialah
“semua kegiatan yang pemenuhannya harus dijamin, diatur, dan diawasi oleh
pemerintah karena pemenuhannya diperlukan untuk perwujudan dan perkembangan
kesalingtergantungan social, dan pada hakikatnya, perwujudannya sulit terlaksana
tanpa campur tangan kekuatan pemerintah”. Sebagai pelayan publik, media harus
memperhatikan kontinuitas, kesetaraan, dan adaptif. Tuntutan tersedianya berita
dengan cepat, memicu lemahnya prosedur demokratik dalam memburu berita. Ketika
media telah memberikan andil menjadikan politik menjadi tontonan ketimbang
partsisipasi masyarakat dalam politik, maka daya tarik komunikasi politikpun
melemah. Seiring dengan itu, maka media hadir mengisi nilai-nilai yang hilang
dalam masyarakat. Media telah menjadi nilai baru. Nilai yang diperlukan ditata
dengan etika berkomunikasi di tengah masyarakat yang sangat pontensial terjadinya
konflik.
Ada
tiga ciri umum yang menandai pelayanan publik, yakni ; pertama, ada perbedaan
kualitatif antara kegiatan yang diakui sebagai pelayanan publik dan kegiatan
yang datang dari inisiatif dan tujuan pribadi atau swasta; kedua, perbedaan
pelayanan public ini berarti lebih penting dibanding dengan kegiatan lain
sejenis, maka diatur secara khusus ; ketiga, pelayanan publik mempunyai
legitimasi publik yang melekat pada kekuasaan negara.
Pelayanan
publik tidak harus selalu diawasi negara. Kecenderungan negara untuk meregulasi
akan mendapat reaksi negatif bukan hanya dari wartawan atau pelaku komunikasi,
namun juga oleh para pemirsa, pembaca atau pendengar. Memang harus diakui
biasanya budaya politik demokrasi lebih waspada akan ancaman pemerintah
terhadap kebebasan pers daripada ancaman dari para pemodal media swasta. Jadi,
perlu langkah konkret untuk mewaspadai korupsi media yang berasal baik politik
maupun dari sistem ekonomi.
IV. Mengimbangi
Kelemahan Prosedural dengan Memperbaiki Komunikasi
Aneka
keputusan pemerintah harus cepat diambil. Resikonya adalah munculnya
kecenderungan mengabaikan prosedur demokratik. Dalam konteks ini, komunikasi
politik pemerintah dituntut terampil untuk mengimbangi kelemahan di sektor
procedural. Media diharapkan menyediakan saluran komunikasi antara pemerintah
dan masyarakat, yang membantu menjelaskan tujuan, merumuskan kebijakan, dan
mengkoordinasikan aktivitas.
V. Melemahnya
Daya Tarik Komunikasi Politik
Para professional komunikasi
politik dituntut untuk mengurus manajemen berita kampanye, mendesain pesan,
merancang marketing politik dengan mendasarkan pada riset dan dengan
memperhitungkan kompetisi ketat menghadapi lembaga advokasi atau kelompok
kepentingan yang makin mendapat tempat di media karena dianggap mempunyai suara
lain dan kritis terhadap pemerintah. Sedangkan media cenderung mengurangi porsi
pemberitaan terhadap kegiatan pemerintah dan pernyataan politisi. Nilai berita
sudah mengalami perubahan dengan mengikuti apa yang disebut logika waktu
pendek. Pemerintah dan politisi harus berjuang keras agar pesan mereka
diperhatikan dan disampaikan dalam istilah yang mereka inginkan. Sementara
toleransi media telah memihak ke posisi yang sering bersebarangan dari para
politisi. Mengapa dewasa ini kecenderungan simpati media terhadap politisi dan
pemerintah dibanyak tempat berkurang?
Setidaknya
ada empat alasan menurut Blumler(2000:159),pertama, meningkatnya skeptisme
terhadap pernyataan pemerintah atau politisi karena publik tidak ingin
menganggap pernyataan mereka bisa dipahami secara harfiah ; kedua, wartawan
tidak senang terhadap upaya politisi untuk mengatur berita demi kepentingan
mereka ; ketiga,meredupnya pesona situasi politik; keempat, di satu sisi
kesadaran akan haknya sebagai warga negara telah mengembangkan tuntutan akan
hidup pantas dalam berbagai bidang. Disisi lain, banyak masalah dari tuntutan
mereka ini tidak dapat diselesaikan dengan cepat oleh politisi.
VI. Persaingan
dalam Mempengaruhi Persepsi Masyarakat
Para politisi dewasa ini
menghadapi basis pendukung yang konsumeris, individualis, mudah berubah dan
skeptic. Untuk menemukan strategi yang efektif tidak mudah karena
mengkomunikasikan public semacam itu selalu dihadapkan pada harapan yang tidak
menentu. Kalau pemerintah menggunakan jaringan dan sarana yang dimiliki untuk
memanipulasi masyarakat dan hanya mengejar kepentingan sendiri, tentu akan
berhadapan dengan banyak bentuk resistensi. Media massa tidak bisa dilepaskan
dari manuver kapital.Logika waktu pendek ikut mengubah kapitalisme. Kemajuan
teknik informasi menjamin mobilitas modal yang tinggi sehingga sewaktu-waktu
pemodal bisa pindah ke perusahaan yang lebih menguntungkan (P.Bourdieu,1998)
Dalam
rezim waktu seperti ini, kontrak sementara menjadi hal biasa. Maka kegelisahan
akan masa depan muncul menggantikan mitos kemajuan.Persaingan yang merupakan
logika pasar,makin memacu perilaku individualis. Makna kewajiban dan hutang
budi pada kelompok menghilang. Masyarakat semakin tidak peduli terhadap
kesejahteraan bersama.
B.
KEPENTINGAN,
TEKANAN EKONOMI, DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
I.
TEKANAN EKONOMI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Tekanan ekonomi yang dialami oleh manusia
akan mempengaruhi komunikasi orang tersebut, sedangkan dalam berkomunikasi ada
tanggung jawab sosial yang seringkali terlupakan karena adanya kepentingan
ekonomi. Dalam komunikasi massa,
·
Tekanan ekonomi berasal dari tiga sumber,
yaitu :
1. Pendukung
finansial investor, pemilik, pemasang iklan, dan pelanggan
2. Para
pesaing
3. Masyarakat/publik
secara umum
Karena pertumbuhan pasar yang semakin
bersaing membuat institusi media menjadi ekspansi bisnis para pengusaha,
sehingga keputusan yang diambil berdasarkan keuntungan komersial belaka.Pemasang
iklan dapat memutuskan apakah suatu program dapat ditayangkan atau tidak,
sehingga kekuasaan menjadi di tangan pemasang iklan.Adanya dilema antara nilai
etis antara tanggung jawab sosial dan tekanan ekonomi yang ada demi kelangsungan
media institusi media itu sendiri
II.
NEOLIBERALISME SEBAGAI KEKUATAN EKONOMI
BARU
Neoliberalisme adalah menjadikan
ekonomi sebagai kunci untuk memahami dan mendekati berbagai masalah,
penggusuran arena hidup sosial menjadi urusan individu, dan pemindahan regulasi
dari arena sosial ke urusan personal.Aktivitas komunikasi dilihat sebagai
entitas ekonomi yang bermuara pada perhitungan untung rugi.Priyono (dalam
Wibowo, 2003: 54), mengidentifikasi implikasi ontologis manusia sebagai homo
economicus yang mencakup
1. Hubungan
antar pribadi dan sosial kita mesti dipahami dengan menggunakan konsep dan
tolak ukur ekonomi.
2. Prinsip
ekonomi juga merupakan tolak ukur untuk mengevaluasi berbagai tindakan dan
kebijakan pemerintah suatu negara.
Terdapat
tiga faktor yang mendorong munculnya neoliberalisme
1. Berkembangnya
perusahaan multinasional sebagai kekuatan yang nyata dan bahkan memiliki aset
di dunia.
2. Munculnya
rezim internasional yang berfungsi sebagai surveillance
system yang menjamin bahwa negara-negara di dunia patuh menjalankan prinsip
pasar bebas dan perdagangan bebas.
3. Terjadinya
revolusi di bidang teknologi komunikasi dan transportasi.
Neoliberalisme
mengidealkan internasionalisasi kekuatan pasar. Hal ini ditunjukkan dengan
mekanisme pasar harus dipakai untuk mengatur ekonomi global. Produk, dengan
demikian, tidak boleh hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi juga luar
negeri.Menurut paham neoliberalisme, pasar menjadi tolak ukur semua
keberhasilan dan kegagalan negara.
III.
TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Tanggung jawab adalah kemampuan
manusia yang menyadari bahwa seluruh tindakanya selalu mempunyai konsekuensi.Tanggung
jawab merupakan restriksi dari kebebasan yang dimiliki oleh manusia, tanpa
mengurangi kebebasan itu sendiri. tidak ada yang membatasi kebebasan seseorang,
kecuali kebebasan orang lain. Maka demi kebaikan bersama, maka pelaksanaan
kebebasan manusia harus memperhatikan kelompok sosial di mana ia
berada.Kelompok sosial adalah kelompok kehidupan bersama manusia dalam himpunan
atau kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya secara fisik relatif kecil yang
hidup secara guyub.Manusia pada awalnya lahir dalam kelompok formal primer
yaitu keluarga.Dalam kelompok, masing-masing anggota berkomunikasi, saling
berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi satu dengan lainya.Pergaulan dalam
kelompok tersebut mempengaruhi dan menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang
melembaga bagi setiap anggota kelompok. Kebiasaan itu menciptakan suatu pola
perilaku yang dilakukan terus menerus.
IV.
ISU EKONOMI DALAM MEDIA MASSA
Pada dasarnya ekonomi dipahami
sebagai ilmu atau kajian yang menelaah kekuatan atau kemampuan yang
mengalokasikan sumber untuk memenuhi kebutuhan yang dipersaingkan.Media massa
mengikuti model ekonomi industrial dimana ketika produksi semakin besar
diharapkan juga perkembangan pembeli dan cakpan daerah yang dapat membelinya.
Dalam perkembangan selanjutnya, media massa juga tidak dapat dipisahkan dengan
hokum persaingan pasar dimana persaingan tidak lagi dilihat sebagai hal yang
negative tapi harus dipahami sebagai hal yang membangun baik dari segi produksi
dan distribusi media massa itu sendiri.
Ada beberapa tipe masyarakat ekonomi
yang membentuk perkembangan media massa, yaitu :
1. Masyarakat
pertanian dimana produksi dan distribusi ditandai dengan dinamika produksi dan
distribusi yang bersifat lokal dan kedaerahan
2. Masyarakat
industri yang ditandai dengan standarisasi dan pengolahan produksi dan
distribusi massal
3. Masyarakat
informasi yang ditandai internasionalisasi dan komersialisasi informasi yang
ada dalam masyarakat.
·
Perkembangan media massa berkembang
melalui pembangunan skala ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan
dari pasar yang lebih luas.
·
Ada delapan keuntungan yang bisa diraih
media :
1. Penjualan
langsung, dimana industri dalam hal ini media menjual langsung barang kepada
masyarakat.
2. Penyewaan,
industri dalam hal ini perusahaan media menyediakan cara lain untuk mendapatkan
uang dari konsumen yaitu dengan menyewakan barang-barang atau jasa informasi
3. Langganan
adalah pembayaran atas pelayanan atau jasa atau produk informasi berkelanjutan,
seperti koran, majalah, atau tv kabel.
4. Biaya
pemakaian adalah biaya langsung yang diterapkan kepada konsumen apabila mereka
memakai atau memanfaatkan jasa dan produk informasi.
5. Periklanan
adalah bentuk utama dari kebanyakan industri media. Pengiklan membeli ruang dan
waktu dalam media massa, rating media yang nantinya akan berhubungan dengan
terpaan iklan terhadap konsumen.
6. Sindikasi
adalah penyewaan atau lisensi dari isi media pada outlet media massa.
7. Biaya
lisensi adalah kompensasi yang diberikan kepada pencipta isi media dari setiap
pemakaian isi media yang dimanfaatkan oleh orang lain.
8. Subsidi
adalah biaya yang ditujukan oleh media massa publik yang diisi dengan iklan
komersial. Subsidi ini didapatkan dari pajak atau donasi kelompok masyarakat
yang memang memberikan sumbangan kepada ragam media publik ini.
V.
ISU MORAL VERSUS KEPENTINGAN EKONOMI
Tekanan ekonomi memang sudah menjadi
alasan utama untuk semua orang bebas melakukan sesuatu. Tidak terlepas dari
sebuah institusi media, yang pada awalnya menyampaikan informasi yang benar dan
akurat tanpa ada pengaruh atau tekanan oleh apapun. Tetapi saat ini media
dijadikan sebuah sarana untuk para pengusaha-pengusaha memperluas jangkauan
pasarnya seperti membentuk opini publik tentang produk mereka, mengangkat citra
perusahaan, menghadirkan sebuah kasus untuk menjatuhkan para pesaing dan semua
ini hanya berdasarkan tekanan ekonomi semata.
Terdapat tiga tolak ukur sistem
sosial politik yang demokratis
1. Pertama,
peniadaan ketimpangan sosial dalam masyarakat. Ketimpangan dalam bentuk
kepemilikan dan kekayaan dipandang sebagai penghambat partisipasi setiap
anggota masyarakat ke dalam sistem politik yang ada.
2. Kedua,
pembentukan kesadaran bersama tentang pentingnya mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi. Setiap orang harus sadar bahwa
kesejahteraan dirinya sangat bergantung pada sejauh mana tingkat kesejahteraan
sosial yang ada dalam masyarakat.
3. Ketiga,
demokrasi membutuhkan sistem komunikasi politik yang efektif. Warga negara
harus mempunyai keterlibatan penuh dan partisipasi yang tinggi terhadap
proses-proses pembentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.
· Empat
bentuk komodifikasi :
1. Komodifikasi
isi, yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam sistem makna
sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang dapat dipasarkan.
2. Komoditi
khalayak, yakni proses media menghasilkan khalayak untuk kemudian menyerahkanya
kepada pengiklan
3. Komoditi
cybernets, yang terbagi atas intrinsic commodification dan extensive
commodification. Pada yang pertama, media mempertukarkan rating, sedangkan pada
yang kedua komodifikasi menjangkau seluruh kelembagaan sosial sehingga akses
hanya dimiliki media.
4. Komodifikasi
tenaga kerja yang menggunakan teknologi untuk memperluas prosesnya dalam rangka
penghasilan komoditas barang dan jasa.
·
Karakteristik suatu industri media :
1. Customer
requirments, merujuk pada harapan konsumen tentang produk yang mencakup aspek
kualitas, diversifitas, dan ketersediaan.
2. Competitive
environment, yaitu lingkungan pesaing yang dihadapi perusahaan.
3. Social
expectation, berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat terhadap keberadaan
industri.
VI.
PENGARUH IKLAN DALAM PRAKTIK KOMUNIKASI
·
Tekanan ekonomi yang timbul akibat dampak
dari pengaruh iklan dapat dilihat sedikitnya di tiga area :
1. Jumlah
dari materi komersil yang dapat menentukan lamanya iklan tersebut dapat
ditampilkan bukan pada saat jatah untuk iklan melainkan berita ataupun hiburan.
2. Pemotongan
anggaran untuk iklan dari para klien yang disebabkan oleh resesi ekonomi, atau
pengalokasian dana iklan dari suatu institusi sangat mempengaruhi perekonomian
suatu institusi media.
3. Pesan
komersial akan mempengaruhi isi dari pesan yang bukan komersial dan otomatis
juga memberi tekanan kepada para pimpinan media.
·
Tekanan ekonomi yang timbul dari pengaruh
iklan setidaknya dilihat dari tiga cara
1. Jumlah
materi komersil mengurangi spot berita atau hiburan
2. Pemotongan
anggaran untuk iklan dari para klien sangat mempengaruhi perekonomian suatu
institusi media
3. Pemasang
iklan dapat langsung bereaksi bahkan sampai pada penarikan iklan apabila ada
sesuatu yang tidak menyenangkan mereka.
C. KONFLIK KEPENTINGAN DAN BUDAYA POPULER
I. Konflik
Kepentingan
Bila seseorang
menerima hibah, uang, honor, gaji dari seseorang/badan, yang tidak mempunyai
niat baik dan akan dipakai sebagai alat memperlebar kekuasaan atau niat tidak
hormat lainnya, seperti untuk memperoleh keuntungan lebih besar melalui tangan
– tangan yang mempunyai kekuasaan birokrasi, maka ini disebut conflict
of interest. Konflik kepentingan merupakan isu akuntabilitas.
Karena komunikasi
identik dengan kepentingan, atau karena setiap sistem dan proses komunikasi
mengisyaratkan kepentingan. Tidak sedikit pakar yang berkeyakinan
terdapatnya “ideologi” sebagai landasan komunikasi. “Ideologi” komunikasi punya
bermacamperformance. Performance “ideologi” komunikasi
diuraikan terdahulu, mendorong pakar komunikasi memiliki sikap yang mendua
dalam mengkaji proses komunikasi. Artinya, jika terjadi konflik kepentingan
sebagai akibat berlangsungnya proses komunikasi tertentu, pakar komunikasi
umumnya akan memandang fenomena itu sebagai hal yang biasa terjadi.
II. PENGERTIAN KONFLIK
Robbins (1996), dalam “Organization Behavior”
menjalaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat
adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh
atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun negatif. Sedangkan
menurut Luthans (1981), konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada
keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa
istilah, yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Konflik bersumber pada keinginan, maka
perbedaaan endapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat
hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan
hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak
sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutama bila ada
persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertantangan dengan aturan yang
disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa
saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya, orang yang saling bermusuhan
bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
III. JENIS-JENIS KONFLIK
Menurut James A. F. Stoner, dikenal ada lima jenis
konflik, yaitu konflik intrapersonal, interpersonal, antar-individu dan
kelompok, antar kelompok dan antar organisasi.
Konflik intrapersonal adalah konflik
seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama
seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Dalam
proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya sering kali menimbulkan
konflik. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal, yaitu :
a)
Konflik
pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama menarik.
b)
Konflik
pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama menyulitkan.
c)
Konflik
penghindaran-penghindaran, cntohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
Konflik interpersonal adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena pertentangan kepentingan dan keinginan. Hal ini sering
terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja, dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan memenuhi
proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Konflik antar-individu dan
kelompok seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi
tekanan-tekanan untuk mencapai konfirmitas, yang ditekankan kepada mereka oleh
kelompok kerja mereka. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen merupakan dua macam
bidang konflik antar kelompok. Sedangkan, seperti dibidang ekonomi dimana
Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan
konflik ini biasanya disebut dengan persaingan atau konflik antara
organisasi.
IV. PENGERTIAN KONFLIK KEPENTINGAN
Menurut Wikipedia, konflik kepentingan adalah
suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan,
seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan. Konflik
kepentingan menyebabkan benturan antara loyalitas profesional dan kepentingan
lain yang akan mengurangi kredibilitas agen moral. Konflik kepentingan akan
mendorong kita untuk berbuat tidak jujur dan tidak adil. Misalnya, seseorang
menteri yang menangani kasus kenaikan harga kedelai tentu akan mengalami
konflik kepentingan jika pada saat yang sama ia adalah pemilik dari perusahaan
pengimpor sembako, begitu juga jurnalis yang melakukan investigasi korupsi akan
menghadapi dilema kepentingan jika kemudian salah satu keluarganya ternyata
terlibat korupsi tersebut.
Jeffrer Olen dalam bukunya Ethics in
Journalism malah mengatakan bahwa adopsi media soal
peraturan-peraturan untuk menghilangkan konflik kepentingan adalah bukan hanya
untk memaksimalkan jangkauan audiens, tapi jurnalis memang secara mendasar
memiliki kewajiban moral untuk dapat dipercaya.
Salah satu problem utama dalam menghilangkan konflik
kepentingan adalah keterlibatan struktur pada level tinggi. Avin day
mencontohkan pada media, konflik kepentingan justru muncul dari perusahaan
besar yang notabene adalah pengiklan di media yang bersangkutan ketika
perusahaan tersebut menjadi subjek media.
V. SUMBER KONFLIK KEPENTINGAN
Jika kita ingin menghindari konflik atau paling tidak
menguranginya, maka kita harus mengetahui sumber konflik kepentingan. Riset
menunjukan bahwa konflik mempunyai beberapa penyebab, dan secara umum dapat
dibagi kedalam tiga kategori : perbedaan komunikasi, struktural, dan
kepribadian.
Perbedaan komunikasi adalah perselisihan yang timbul dari
kesulitan semantik, kesalahpahaman bahasa, diskomunikasi, atau juga comuncation-overload.
Orang-orang sering berasumsi bahwa kebanyakan konflik disebabkan oleh ketiadaan
komunikasi, tetapi seorang penulis mencatat, ada kecenderungan bahwa komunikasi
yang berlebihan sering justru akan mengakibatkan konflik.
Sumber yang kedua adalah karena adanya perbedaan
struktural. Setiap organisasi perusahaan pasti memiliki struktur, baik secara
horizontal maupun vertikal. Perbedaan struktural ini acap kali menciptakan
masalah pengintegrasian dan ujung-ujungnya mengakibatkan terjadinya konflik
kepentingan. Konflik ini muncul dari struktur organisasi itu sendiri. Sumber
konflik yang ketiga adalah adanya perbedaan kepribadian. Faktor-faktor seperti
perbedaan latar-belakang, pendidikan, dan pengalaman, membentuk masing-masing
individu kedalam suatu kepribadian yang unik. Dalam kacamata komunikasi, sumber
konflik kepentingan yang utama adalah:
Ø Hubungan yang menimbulkan konflik (conflicting
relationships), tentu
sulit bagi seseorang untuk mengabdi pada dua tuan. Inilah yang terjadi bila
memiliki dua hubungan yang sama-sama memerlukan loyalitas serupa. Independensi
kita akan menjadi terbatas. Agen iklan atau praktisi PR misalnya, tugas
utamanya adalah terhadap klien. Namun, jika terjadi konflik kepentingan, maka
pelayanan kepada klien tersebut menjadi terbatas. Contohnya, ketika perusahaan
PR menangani klien dari perusahaan perminyakan, namun pada saat yang sama ia
juga memiliki klien dari organisasi pelestarian lingkungan. Tentu hal ini akan
menimbulkan konflik kepentingan.
Ø Pemberian dan hadiah (gifts and perks), praktisi komunikasi bertanggung jawab terhadap
audiensnya, dan jika ia menerima hadiah, cendera mata dan pemberian lain yang
mengandung kepentingan tersembunyi (vested interests), maka
hal tersebut akan memunculkan keraguan terhadap obyektivitas praktisi
komunikasi tersebut.
Ø Checkbook Journalism, terjadi ketika media membayar narasumber, sehingga media
yang bersangkutan akan memperoleh hak eksklusif untuk menampilkan narasumber
tersebut. Checkbook jurnalism menjadi sorotan etis karena
terjadi pertentangan konflik, sebagai akibat adanya kendali dari pihak tertentu
(narasumber) dalam tampilan pesan.
Ø Hubungan personal, bagaimanapun
praktisi komunikasi juga manusia yang niscaya mengembangkan hubungan sosial,
tak terkecuali dengan klien. Maka akan sulit jika kemusian ia harus
mengkomunikasikan pesan yang bersinggungan dengan seseorang yang memiliki
hubungan personal. Maka, dalam konteks ini bisa dipahami bahwa sejumlah
organisasi/perusahaan menerapkan larangan adanya kedekatan famili diantara
karyawan.
Ø Partisipasi publik, dilema konflik kepentingan juga muncul dari kenyataan
bahwa praktisi komunikasi juga bagian dari publik secara umum. Dengan demikian,
ada interaksi antara dirinya dengan masyarakat dimana ia berada.
VI. MEDIA DAN KONFLIK KEPENTINGAN
Konflik kepentingan pada media terkait dua pihak, yakni
penguasa dan pengusaha. Media yang berafiliasi atau dimiliki oleh pengusaha
atau pejabat tertentu pasti memiliki konflik kepentingan, yakni apakah akan
berpihak kepada publik ataukah berpihak pada penguasa/pengusaha yang notabene sebagai
pemilik. Jika media massa dibiarkan menjadi aparatus kekuatan sosial-politik,
maka seluruh materi pelayanannya akan senantiasa harus dikonfirmasikan terlebih
dahulu dengan berbagai interest politik dari politik yang
bersangkutan. Akibatnya, keunggulan media tersebut akan bersifat subordinated dengan
pamrih politik. padahal, antara keduanya secara hakiki sangat berbeda.
Dengan kepentingan pragmatis pengelola media, berakibat
pada dinamika media jurnalisme yang tidak menjalankan fungsi impretatif bagi
publiknya, melainkan bertolak dari kecenderungan subyektifnya sendiri maupun
kepentingan subyektif pihak lain yang bukan khalayaknya. Dengan kata lain,
media tidak menjalankan fungdi impretatif sosial, tetapi menjalankan fungsi
organik dari institusi lainnya, seperti institusi politik dan bisnis.
kepentingan media dilihat melalui orientasinya, untuk itu dapat dihipotesikan,
yaitu dengan menjalankan orientasi sosial, maka fungsi imperatif media
jurnalisme akan tinggi, sebaliknya fungsi imperatif ini menjadi rendah jika
media menjalankan orientasi ekonomi-politik. kebijakan dengan orientasi sosial
akan melahirkan kecenderungan obyektivikasi untuk mencapai obyektivitas
informasi, sedangkan dalam orientasi ekonomi-politik dalam proses komodifikasi
yang menghasilkan komoditas ekonomi (bisnis)ataupun politik .
VII.PENDEKATAN TERHADAP KONFLIK KEPENTINGAN
Menurut Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang
dapat kita lakukan dalam penanganan konflik, yakni :
Ø Berkompetisi, tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri diatas kepentingan pihak lain. Pillihan tindakan ini bisa
sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital.
Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan
menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) diatas kepentingan bawahan.
Ø Menghindari konflik, tindakan ini dlakukan jika salah satu pihak menghidari
dari situasi tersebut secara fisik maupun psikologis. Sifat tindakan ini
hanyalah menunda konflik yang terjadi. Menghindari konflik bisa dilakukan jika
masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik
sementara.
Ø Akomodasi, yaitu jika mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan
sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Hal ini
dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita
ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara
kepentingan pribadi dan hubugan baik menjadi hal yang utama disini.
Ø Kompromi, tindakan ini dapat dilakukan jika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal
tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi utama. Masing-masing pihak
akan mengorbankan sebagian kepentingannya.
Ø Berkolaborasi, menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja
sama. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan
antarpribadi menjadi hal yang harus kita pertimbangkan.
Louis
Alvin Day (1996:162), menyodorkan tiga pendekatan untuk mengatasi konflik
kepentingan, yakni :
1)
Penetapan
tujuan sedemikian rupa sehingga konflik kepentingan bisa dicegah. Konflik mesti
dicegah dengan menjadikan tugas (duty based) sebagai koridor
tingkah laku praktisi komunikasi.
2)
Jika
konflik tidak dapat diantisipasi, setiap upaya hanya harus dikerahkan untuk
mengatasi konflik.
3)
Jika
konflik kepentingan tidak bisa dicegah, maka publik atau klien harus mengetahui
akan adanya konflik tersebut. Konsultan PR yang menangani klien dua organisasi
yang bersebrangan misalnya, harus memberi tahu kepada kedua klien tersebut
tentang adanya konflik kepentingan dimaksud. Dengan demikian, akan dicari
langkah-langkah produksi pesan yang menguntungkan kedua klien tersebut.
Karenanya, untuk mengantisispasi agar konflik tidak
terjadi lagi, kita perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
a)
Introspeksi,
yakni bagaimana kita biasanya menghadapi konflik, gaya apa saja yang biasa
digunakan, apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita.
b)
Mengevaluasi
pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja
yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan
apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk suskses,
dalam menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi
dari semua sudut pandang.
c)
Identifikasi
sumber konflik. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran
penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
d)
Mengetahui
pilihan penyesuaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar