1.
Memahami
Literasi Media
Mc Cannon mengartikan
literasi media sebagai kemampuan secara efektif dan secara efesien memahami dan
menggunakan komunikasi massa (Strasburger & Wilson, 2002). Lalu, James W.
Potter (2005) mendefinisikan literasi media adalah satu set perspektif yang aktif kita gunakan untuk membuka diri
kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang kita hadapi. Kita membangun
perspektif kita dari struktur pengetahuan. Untuk membangun struktur pengetahuan
kita, kita perlu alat dan bahan baku. Alat-alat adalah keterampilan kita. bahan
baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata. aktif menggunakan
berarti bahwa kita sadar akan pesan dan berinteraksi dengan mereka secara sadar.
Salah satu definisi yang popular dari the
National Leadership Conference on Media Literacy menyatakan bahwa literasi
media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkomunikasikan isi pesan media (Aufderheide: 1993).
2.
Pentingnya
Literasi Media
Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas.
Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mengakses,
menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan, sehingga dapat memilih
mana media yang baik dan mana yang buruk. Sebagai Negara
demokrasi, media massa merupakan salah satu pilar demokrasi. Jika masyarakat
tidak melek media, maka media tidak bisa berperan secara optimal.
Di era teknologi informasi yang berkembang
demikian cepatnya, hingga kita kebanjiran informasi, tidak ada cara lain selain
“masuk” terlibat di dalamnya. Tidak ada jalan lain untuk lari dari “kejaran” informasi. Kita membutuhkan
informasi untuk mampu bertahan di era ini, karena informasi sudah
menjadi kebutuhan pokok. Maka dari itu kita harus mampu memproduksi dan mengonsumsi informasi dengan benar
melalui literasi media.
3.
Isu-isu Literasi Media
Menurut W. James Potter (2009), ada tiga isu
utama yang harus disorot, yaitu:
1. “Apakah media itu?” Dalam membicarakan
literasi media, kita harus mehetahui media mana yang dimaksud.
2.
“Apa yang dimaksud dengan literasi?” Kita juga harus mengetahui apa
yang dimaksud dengan literasi tersebut. Ada yang menganggap literasi yang
dimaksud mengacu pada peningkatan keterampilan dalam memggunakan media, ada
yang mengacu pada pengetahuannya, atau bahkan keduanya.
3.
“Apa yang seharusnya menjadi tujuan dari literasi media?” Bagaimana
literasi media dapat meningkatkan kehidupan individu.
4.
Khalayak
Literasi Media
Deddy Mulyana (2002)
mengidentifikasik.an adanya khalayak yang pasif terhadap konten media, dan ada
meeka yang aktif dalam mengkritisi isi media. Khalayak aktif tersebut tidak
hanya sebagai pengamat tetapi juga aktif menindaki media massa jika mereka
telah melakukan penyimpangan. Walaupun ada yang pasif, ia tetap menyebut kedua
khalayak tersebut sebagai khalayak yang “melek media”.
Menurut Martens (2010),
khalayak literasi media dibagi berdasarkan dua konsep, yaitu mereka yang
percaya bahwa dampak media dapat membahayakan khalayak (terutama anak), dan
mereka yang sekedar melakukan pengkajian terhadap isi media. Di Indonesia,
menurut B. Guntarto (2009), kegiatan literasi media bermunculan utamanya dari
golongan yang pertama, sehingga dapat disimpulkan sebagai demikian bentuk
khalayak literasi media di Indonesia.
Menurut Hendriyani & Guntarto
(2011), memasuki lebih dalam khalayak literasi media Indonesia, kita dapat
menemukan aktivis literasi media. Aktivisi literasi media yang ada di Indonesia
saat ini dapat dikategorikan dalam enam tipe kelompok.
Kelompok pertama adalah LSM dan yayasan,
seperti Masyarakat Peduli Media, Rumah Sinema, Bandung School of Communication
Studies (BaSCom), Habibie Center, Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI),
Yayasan Jurnal Perempuan (YJP), dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA).
Kelopok kedua adalah sekolah, seperti
Lentera Insan Child Development and Education Center (CDEC), Rumah Belajar Semi
Palar, dan Early Childhood Care & Development Resource Center (ECCD-RC).
Dalam sebagian besar kegiatan literasi media, sekolah hanya menjadi khalayak
sasaran, bukan aktor literasi media.
Kelompok ketiga terdiri dari perguruan
tinggi, terutama dengan latar Ilmu Komunikasi, seperti di UI, Unisba, Undip,
UnPad, Paramadina, dan sebagainya.
Kelompok keempat adalah masyarakat umum yang aktif
meningkatkan literasi media. Kelompok kelima berisi lembaga-lembaga yang tidak
masuk dalam keempat kategori sebelumnya: pemerintah (seperti Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia,
Unicef, dan Unesco.
Kelompok terakhir adalah gabungan dari
berbagai lembaga, seperti Koalisi Kampanye Hari Tanpa TV (2006-2010) yang
meminta keluarga dengan anak-anak untuk mematikan televisi selama satu hari
dalam rangka Hari Anak Nasional.
5. Model
Literasi Media
Claire Bélisle (2006 dalam Martin, 2009: 7) mengajukan
pemikiran mengenai pentingnya literasi yang memungkinkan berbagai kemampuan
untuk ditempatkan dalam konteks makna dan aksi sosial. Ia mengidentifikasi
evolusi konsep literasi ini dalam tiga model, yaitu:
1. Model fungsional yang melihat literasi sebagai penguasaan
keterampilan kognitif dan praktis sederhana, dan berkisar dari pandangan
sederhana dari literasi sebagai keterampilan mekanik membaca dan menulis ke
pendekatan yang lebih maju (misalnya oleh UNESCO tahun 2006) tentang literasi sebagai
keterampilan yang diperlukan untuk berfungsi secara efektif dalam masyarakat.
2. Model praktek sosial-budaya yang beranggapan bahwa konsep literasi
hanya bermakna dalam konteks sosial, dan untuk menjadi literate
berarti memiliki akses ke struktur budaya, ekonomi dan politik masyarakat.
3. Model pemberdayaan intelektual berpendapat bahwa literasi tidak hanya
keterampilan untuk menangani teks dan angka dalam konteks budaya dan ideologi
tertentu, tetapi membawa pengayaan yang mendalam dan akhirnya memerlukan transformasi
dari kapasitas pemikiran manusia. Pemberdayaan intelektual ini terjadi setiap
kali manusia memperkaya dirinya dengan perangkat kognitif baru, seperti
misalnya menulis dengan perangkat teknis baru, yang telah dipermudah dengan
adanya teknologi digital.
Tipe-tipe literasi media:
a.
Media yang
dituju:
·
Literasi atau
melek huruf : pada awalnya dikaitkan
dengan komunikasi
pembangunan.
Misalnya tingkat literasi per seribu penduduk. Lalu, literasi dihubungkan
sangat dekat dengan media cetak dan berfokus pada kecakapan membaca dan
menulis.
·
Literasi media
(arti sempit): berkaitan dengan televisi.
·
Literasi media
baru : melingkup kecakapan dan
pemahaman untuk
media
digital yang berhubungan dengan internet. Seperti ponsel dan video game.
b.
Tingkatan
Literasi Media:
·
Awal : pengenalan media
dan dampaknya.
·
Menengah : menumbuhkan kecakapan dalam
memahami
pesan.
·
Lanjut : kecakapan dalam
memahami media yang
lengkap.
Dimulai dari produksi pesan, struktur pengetahuan, sampai pemahaman kritis
dengan melakukan aksi. Contohnya : melakukan aksi mengkritik media.
c.
Lokasi kegiatan:
·
Rumah atau
tempat tinggal
·
Sekolah
·
Kelompok
masyarakat
IV.
Mengembangkan
Kemampuan Literasi Media
Keterampilan literasi media yang
dirumuskan oleh Henry Jenkins tersebut mencakup (Jenkins, 2007):
1. Bermain – kapasitas untuk bereksperimen dengan
lingkungan seseorang sebagai bentuk pemecahan masalah
2. Kinerja – kemampuan untuk mengadopsi identitas
alternatif untuk tujuan improvisasi dan penemuan
3. Simulasi – kemampuan untuk menafsirkan dan membangun
model dinamis dari proses dunia nyata
4. Kecocokan – kemampuan untuk memaknai informasi dan
mengemas ulang konten media
5. Multitasking – kemampuan untuk memindai lingkungan dan
seringkali berpindah fokus perhatian
6. Kognisi Terdistribusi – kemampuan untuk berinteraksi
secara bermakna dengan peralatan yang dapat memperluas kapasitas mental
7. Kecerdasan Kolektif – kemampuan pengetahuan kolam
renang dan membandingkan catatan dengan lain menuju tujuan bersama Penghakiman
– kemampuan untuk mengevaluasi keandalan dan kredibilitas informasi yang
berbeda sumber
8. Penilaian – kemampuan untuk mengevaluasi sumber
informasi
9. Navigasi transmedia – kemampuan untuk mengikuti alur
cerita dan informasi dalam berbagai modalitas
10. Jaringan – kemampuan untuk mencari, mensintesis,
menyebarkan informasi
11. Negosiasi – kemampuan untuk mendekati komunitas yang
beragam, memahami berbagai perspektif, dan memegang serta mengikuti norma-norma
Bella Anastasya Achita Putri
14140110099
Tidak ada komentar:
Posting Komentar