Media selalu didilemakan oleh dua hal ini, tekanan
ekonomi dan tanggung jawab sosial. Di satu sisi, media dituntut untuk melakukan
tanggung jawab sosial yaitu memberitakan dan menayangkan berita setransparan
mungkin dan mendidik. Di sisi lain, media ditekan ekonomi agar bisa terus
berjalan, maka dari itu mereka membuat agenda setting agar pengiklan tertarik
untuk mengiklan di medianya. Hal ini justru cenderung membuat media
membuat tayangan tidak mendidik. Contohnya membuat tayangan YKS yang kurang
mendidik tapi memiliki rating yang tinggi sehingga pengiklan tertarik untuk
mengiklan di YKS.
Faktor kepemilikan media menjadi faktor
terbesar dalam tekanan ekonomi media yang dialami pada zaman sekarang.
Kepentingan-kepentingan pemilik media mendominasi media sehingga moral media
rendah dan berfokus pada profit. Tekanan ekonomi berasal dari tiga sumber : (a)
Pendukung finansial; investor, pemilik, pemasang iklan, dan pelanggan. (b) Para pesaing. (c) Masyarakat/publik secara umum.
Untuk meraup keuntungan dan akumulasi
kekayaan tidak harus mengorbankan moral media. Namun pada prakteknya, manejemen
media sudah mulai dirasuki oleh teori-teori marketing yang penuh strategi untuk
meraup keuntungan komersil. Sehingga keputusan-keputusan manajemen media hanya berdasarkan
sebuah jeuagan semata, dan meletakkan idealisme jurnalistik ke urutan paling
bawah.
Neoliberalisme adalah menjadikan ekonomi
sebagai kunci untuk memahami dan mendekati berbagai masalah, penggusuran arena
hidup sosial ke urusan personal. Cara-cara kita bertransaksi dalam kegiatan
ekonomi bukanlah satu dari berbagai model hubungan antara manusia,melainkan
satu-satunya model yang mendasari semua tindakan dan relasi antar manusia, baik
itu persahabatan, keluarga, hukum, tata-negara, maupun hubungan internasional.
Ketika kita berkomunikasi, dari kacamata neolib, maka sejatinya kita tengah
memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, “berkomunikasi” pada dasarnya adalah
“berekonomi”.
Gelombang neoliberalisme yang ditandai
dengan upaya penghapusan regulasi negara atas industri media, walaupun dari
satu sisi memang telah membebaskan media dari kontrol negara, namun pada sisi
lain akan memperbesar kerentanan media terhadap rezim kapitalis yang mengarah
pada kediktatoran pasar. Logika never-ending circuit capital accumulation:
M-C-M (money-comodities-more money), dengan sistematis dan konsisten
telah menciptakan struktur pasar yang ‘membungkam’ media yang tidak mematuhi
kaidah-kadiah pasar.
Iklan merupakan sesuatu yang sanagt
dibutuhkan media massa. Iklan adalah nafas media massa untuk bisa hidup. Jika
tidak ada iklan, maka keuntungan berkurang dan perusahaan media itu akan tutup.
Tekanan ekonomi yang timbul dari pengaruh iklan setidaknya dilihat dari tiga
cara:
1. Jumlah nateri komersil mengurangi spot berita
atau hiburan.
2. Pemotongan/pembatalan anggaran untuk iklan dari para
klien sangat mempengaruhi perekonomian suatuinstitusi media.
3. Pemasang iklan dapat langsung bereaksi bahkan sampai
pada penarikan iklan apabila ada sesuatu yang tidak menyenangkan mereka.
Tidak dapat dihindari juga bahwa dalam
mediapasti ada konflik kepentingan. Di satu sisi sipemilik modal inginnya
begini, tapi bawahan inginnya begitu. Hal ini muncul karena pemilik modal
berkuasa dan bawahan tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini juga
berujung pada kepentingan pemilik modal untuk menggunakan media sebagai bisnis
sehingga menjadikannya ada berbagai konglomerasi media seperti Viva, Transcorp,
dan MNC. Hal ini jika tidak bisa di-handle dengan baik, maka
pastiakan terjadi ketimpangan yang merugikan masyarakat.
Seharusnya secara etika, media massa harus
bisa mengimbangi antar profit dan tanggung jawab sosial. Memang jika disuruh
memilih tanggung jawab sosial saja, media akan rugi karena setiap media pasti
punya agenda setting agar tayangan atau pemberitaannya disukai masyarakat. Hal
ini akan membuat rating tinggi sehingga para pengiklan mau mengiklan di media
tersebut dan akhirnya media tersebut memperoleh keuntungan. Jadi intinya dalah
keduanya harus seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar