PROSES
KERJA MEDIA/PERS DALAM MANIPULASI DAN MENCIPTAKAN KESADARAN PALSU DI
MASYARAKAT/PUBLIK
Kita
tentu mengetahui bahwa media merupakan pasar. Informasi merupakan komoditas
yang siap dijajakan oleh para pengelola media untuk para penggunanya. Mulai
dari kepentingan pengiklan hingga kepentingan pemilik publik menjadi fokus
utama beberapa media yang benar- benar mengejar keuntungan pasar semata.
Berangkat dari pemikiran pasar, media massa akhirnya lebih mengutamakan
kepentingan pemilik media. Informasi- informasi yang ditawarkan pun tentunya
informasi yang hanya sensasi dan terkadang menimbulkan konflik berkelanjutan di
antara objek pemberitaan media tersebut.
Media
tidak lagi bekerja untuk kepentingan publik tapi untuk pemilik media. Mereka
tidak lagi peduli dengan standar kerja jurnalisme, tapi hanya memandang
keuntungan semata.
Hal tersebut yang perlu diwaspadai agar masyarakat jeli
memilih media, carilah media yang kredibel dan bersikap paling berimbang di
antara media- media yang ada.
PORNOGRAFI
DAN EROTISME
Ikon merupakan tanda yang mirip
dengan apa yang digambarkannya. Idealnya penampilan gambar atau tulisan tidak
boleh menimbulkan ambiguitas sehingga tidak dibutuhkan penafsiran. Hal ini
merupakan hal yang dilarang namun sekaligus diterapkan dalam pornografi.
Ambiguitas yang ditimbulkan tergambar pada tokoh dan subjek yang ada. Seperti
yang kita tahu, tokoh yang disajikan oleh pornografi adalah tokoh yang fiktif
dan tidak nyata. Namun disatu sisi, pornografi menyajikan hubungan seksual
seperti kenyataan yang terjadi didunia nyata dengan hal- hal berbau kekerasan.
”Pornografi
mereduksi sesuatu yang hidup menjadi
sesuatu yang dapat dimanipulasi.”
4 dampak langsung yang negatif dan timbul dari pornografi:
1.
Depersonalisasi tubuh
Tidak adanya penghargaan
diri terhadap tubuh yang dimiliki seseorang, pornografi hanya menunjukan bahwa
tubuh hanya alat memuaskan nafsu semata.
2.
Tiadanya tuntutan kebenaran
Hal ini menunjukan
pembodohan masyarakat, karena dalam tayangan pornografi pembaca atau penonton
tidak diajak berpikir maupun merefleksikan sesuatu untuk membuat pengetahuannya
bertambah.
3.
Tirani terhadap liyan
Tubuh seseorang tidak
dihargai sebagaimana seharusnya, hanya adanya kekerasan yang tidak pantas
sehingga menimbulkan kesalahpahaman pemikiran tentang gambar tersebut.
Membentuk fantasi yang tidak benar dalam sebuah pemikiran individu yang
berujung pada hal- hal yang negatif.
4.
Estetika buruk- muka
Ketelanjangan ditampilkan
tanpa memperhatikan sisi keindahan, tiada perasaan atau kelembutan yang
terlibat sehingga tidak ada kedalaman diri yang ditunjukan dari pornografi. Hal
ini tentu bertolak belakang dengan seni yang menggambarkan keindahan dan
estetika.
Erotisme berbeda dengan pornografi
yang tidak memiliki alur cerita dan konteks. Erotisme selalu beresiko menjadi
pornografi. Erotisme lebih menekankan pada imajinasi. Penggambaran antara
terlihat seluruhnya dan menyembunyikan semuanya disajikan lewat erotisme.
Erotisme tentu berbeda dengan seni yang memiliki wacana, kisah, konteks, dan
ingatan pada gilirannya menentukan kelembutan dan intensitas representasi
tubuh.
KEKERASAN
DALAM MEDIA/PERS
Praktik
kekerasan dalam media merupakan hal yang menakutkan karena dapat memegaruhi
pandangan seseorang memandang kenyataan dunia. Hal itu menibulkan kegelisahan
dan sikap represif masyarakat, alat penegak hukum. Kadang politikus tidak
bertanggungjawab menjadikan kekerasan sebagai alat menormalisir situasi,
memecah belah kekuasaan yang diinginkannya dan alat promosi diri yang hanya
kedok pencitraan semata.
3 hal yang akan muncul ketika kekerasan menjadi konten
dalam media:
1.
Program kekerasan meningkatkan perilaku agresif;
2.
Memperlihatkan tayangan kekerasan secara berulang dapat
menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban;
3.
Kekerasan dapat meningkatkan rasa takut, sehingga akan
menciptakan representasi di benak pengguna media bahwa dunia itu berbahaya.
Hal- hal diatas adalah ketakutan
yang sangat berbahaya bagi generasi muda khususnya anak- anak yang belum
mengenal pahitnya dunia. Adegan kekerasan dapat merusak mental anak- anak yang
menyaksikannya.
Ada segitiga yang terbentuk dari
masalah kekerasan yang ditayangkan di media secara berlebihan.
Produksi Penerima
Instansi Regulasi
Keterangan:
-
Produksi: Pencipta, pengarang, pembuat konten yang ada di
media.
-
Penerima: Publik secara umum mulai dari golongan bawah hingga
atas.
-
Instansi regulasi: Negara pembuat regulasi.
PRAKTIK
PROPAGANDA DAN AGENDA TERSEMBUNYI MEDIA/PERS
Propaganda adalah kegiatan yang
direncanakan yang dijabarkan dengan kata atau tindakan atau kombinasi dari
keduanya, yang bermaksud mengubah suatu sikap dengan tujuan mengubah tingkah
laku secara sukarela. Propaganda
pada dasarnya adalah upaya sengaja dan sistematis dengan memanfaatkan media komunikasi
untuk mempengaruhi publik agar bereaksi sesuai dengan yang diinginkan sang
propagandis.
Manipulasi relatif secara sengaja
dengan menggunakan simbol (kata-kata, sikap, bendera, citra, monumen atau
musik) terhadap pikiran atau tindakan orang lain dengan sasaran terhadap kepercayaan, nilai dan perilakunya.
KONDISI
EFEKTIF PROPAGANDA
Berikut
adalah kondisi paling efektif di dalam media untuk melakukan propaganda:
•
Menarik Perhatian
(Gain Attention)
•
Dimengerti (Be
Understood)
•
Menciptakan
Keperluan (Arouse Needs)
•
Menawarkan Solusi
(Offer a Solution)
AGENDA
TERSEMBUNYI PERS
Agenda
tersembunyi (agenda settings) pers
memang terjadi digunakan untuk membentuk opini publik melalui konten yang
disajikan oleh media. Hal ini untuk mendukung suatu gerakan atau kepentingan
yang berhubungan dengan keinginan pemimpin redaksi. Awalnya agenda settings memiliki tujuan yang
baik namun semakin berkembangnya pasar media, agenda settings menjadi kegiatan yang dilakukan oleh media untuk
meraup keuntungan.
Akan
menjadi lebih berbahaya ketika agenda
settings yang dimiliki oleh media digunakan sebagai sarana propaganda yang
terselubung dan menguntungkan satu pihak. Oleh karena itu, sebagai pengguna
media kita harus berhati- hati dalam menggunakan media agar tidak termakan oleh
propaganda yang negatif.
Livia Kristianti
14140110102
Sumber:
Haryatmoko. 2007.
Etika Komunikasi: Manipulasi Media,
Kekerasan dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius.
Taylor, M Philip
& Nancy Snow. 2006. THE
REVIVAL OF THE PROPAGANDA STATE. Sage Publications. The International
Communication Gazzete vol 68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar