Senin, 30 Mei 2016

Manipulasi Media: Kesadaran palsu, Pornografi dan Kekerasan, Propaganda dalam Media

PROSES KERJA MEDIA/PERS DALAM MANIPULASI DAN MENCIPTAKAN KESADARAN PALSU DI MASYARAKAT/PUBLIK

            Kita tentu mengetahui bahwa media merupakan pasar. Informasi merupakan komoditas yang siap dijajakan oleh para pengelola media untuk para penggunanya. Mulai dari kepentingan pengiklan hingga kepentingan pemilik publik menjadi fokus utama beberapa media yang benar- benar mengejar keuntungan pasar semata. Berangkat dari pemikiran pasar, media massa akhirnya lebih mengutamakan kepentingan pemilik media. Informasi- informasi yang ditawarkan pun tentunya informasi yang hanya sensasi dan terkadang menimbulkan konflik berkelanjutan di antara objek pemberitaan media tersebut.

            Media tidak lagi bekerja untuk kepentingan publik tapi untuk pemilik media. Mereka tidak lagi peduli dengan standar kerja jurnalisme, tapi hanya memandang keuntungan semata.
Hal tersebut yang perlu diwaspadai agar masyarakat jeli memilih media, carilah media yang kredibel dan bersikap paling berimbang di antara media- media yang ada.

PORNOGRAFI DAN EROTISME

Ikon merupakan tanda yang mirip dengan apa yang digambarkannya. Idealnya penampilan gambar atau tulisan tidak boleh menimbulkan ambiguitas sehingga tidak dibutuhkan penafsiran. Hal ini merupakan hal yang dilarang namun sekaligus diterapkan dalam pornografi. Ambiguitas yang ditimbulkan tergambar pada tokoh dan subjek yang ada. Seperti yang kita tahu, tokoh yang disajikan oleh pornografi adalah tokoh yang fiktif dan tidak nyata. Namun disatu sisi, pornografi menyajikan hubungan seksual seperti kenyataan yang terjadi didunia nyata dengan hal- hal berbau kekerasan.

”Pornografi mereduksi sesuatu  yang hidup menjadi sesuatu yang dapat dimanipulasi.”
           
4 dampak langsung yang negatif dan timbul dari pornografi:

1.      Depersonalisasi tubuh
Tidak adanya penghargaan diri terhadap tubuh yang dimiliki seseorang, pornografi hanya menunjukan bahwa tubuh hanya alat memuaskan nafsu semata.

2.      Tiadanya tuntutan kebenaran
Hal ini menunjukan pembodohan masyarakat, karena dalam tayangan pornografi pembaca atau penonton tidak diajak berpikir maupun merefleksikan sesuatu untuk membuat pengetahuannya bertambah.

3.      Tirani terhadap liyan
Tubuh seseorang tidak dihargai sebagaimana seharusnya, hanya adanya kekerasan yang tidak pantas sehingga menimbulkan kesalahpahaman pemikiran tentang gambar tersebut. Membentuk fantasi yang tidak benar dalam sebuah pemikiran individu yang berujung pada hal- hal yang negatif.

4.      Estetika buruk- muka
Ketelanjangan ditampilkan tanpa memperhatikan sisi keindahan, tiada perasaan atau kelembutan yang terlibat sehingga tidak ada kedalaman diri yang ditunjukan dari pornografi. Hal ini tentu bertolak belakang dengan seni yang menggambarkan keindahan dan estetika. 

            Erotisme berbeda dengan pornografi yang tidak memiliki alur cerita dan konteks. Erotisme selalu beresiko menjadi pornografi. Erotisme lebih menekankan pada imajinasi. Penggambaran antara terlihat seluruhnya dan menyembunyikan semuanya disajikan lewat erotisme. Erotisme tentu berbeda dengan seni yang memiliki wacana, kisah, konteks, dan ingatan pada gilirannya menentukan kelembutan dan intensitas representasi tubuh.



KEKERASAN DALAM MEDIA/PERS

            Praktik kekerasan dalam media merupakan hal yang menakutkan karena dapat memegaruhi pandangan seseorang memandang kenyataan dunia. Hal itu menibulkan kegelisahan dan sikap represif masyarakat, alat penegak hukum. Kadang politikus tidak bertanggungjawab menjadikan kekerasan sebagai alat menormalisir situasi, memecah belah kekuasaan yang diinginkannya dan alat promosi diri yang hanya kedok pencitraan semata.

3 hal yang akan muncul ketika kekerasan menjadi konten dalam media:
1.      Program kekerasan meningkatkan perilaku agresif;
2.      Memperlihatkan tayangan kekerasan secara berulang dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban;
3.      Kekerasan dapat meningkatkan rasa takut, sehingga akan menciptakan representasi di benak pengguna media bahwa dunia itu berbahaya.

Hal- hal diatas adalah ketakutan yang sangat berbahaya bagi generasi muda khususnya anak- anak yang belum mengenal pahitnya dunia. Adegan kekerasan dapat merusak mental anak- anak yang menyaksikannya.

Ada segitiga yang terbentuk dari masalah kekerasan yang ditayangkan di media secara berlebihan.
                                      Produksi                                Penerima
 






           



   Instansi Regulasi

Keterangan:
-          Produksi: Pencipta, pengarang, pembuat konten yang ada di media.
-          Penerima: Publik secara umum mulai dari golongan bawah hingga atas.
-          Instansi regulasi: Negara pembuat regulasi.


PRAKTIK PROPAGANDA DAN AGENDA TERSEMBUNYI MEDIA/PERS

Propaganda adalah kegiatan yang direncanakan yang dijabarkan dengan kata atau tindakan atau kombinasi dari keduanya, yang bermaksud mengubah suatu sikap dengan tujuan mengubah tingkah laku secara sukarela. Propaganda pada dasarnya adalah upaya sengaja dan sistematis dengan memanfaatkan media komunikasi untuk mempengaruhi publik agar bereaksi sesuai dengan yang diinginkan sang propagandis.

Manipulasi relatif secara sengaja dengan menggunakan simbol (kata-kata, sikap, bendera, citra, monumen atau musik) terhadap pikiran atau tindakan orang lain dengan sasaran terhadap  kepercayaan, nilai dan perilakunya.

KONDISI EFEKTIF PROPAGANDA

Berikut adalah kondisi paling efektif di dalam media untuk melakukan propaganda:
      Menarik Perhatian (Gain Attention)
      Dimengerti (Be Understood)
      Menciptakan Keperluan (Arouse Needs)
      Menawarkan Solusi (Offer a Solution)

AGENDA TERSEMBUNYI PERS

Agenda tersembunyi (agenda settings) pers memang terjadi digunakan untuk membentuk opini publik melalui konten yang disajikan oleh media. Hal ini untuk mendukung suatu gerakan atau kepentingan yang berhubungan dengan keinginan pemimpin redaksi. Awalnya agenda settings memiliki tujuan yang baik namun semakin berkembangnya pasar media, agenda settings menjadi kegiatan yang dilakukan oleh media untuk meraup keuntungan.

Akan menjadi lebih berbahaya ketika agenda settings yang dimiliki oleh media digunakan sebagai sarana propaganda yang terselubung dan menguntungkan satu pihak. Oleh karena itu, sebagai pengguna media kita harus berhati- hati dalam menggunakan media agar tidak termakan oleh propaganda yang negatif.

Livia Kristianti
14140110102

Sumber:
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius.
Taylor, M Philip & Nancy Snow. 2006. THE REVIVAL OF THE PROPAGANDA STATE. Sage Publications. The International Communication Gazzete vol 68


Tidak ada komentar:

Posting Komentar