Oleh : Ghesilia Gianty
NIM 14140110386
Pertemuan
8
“Communication à Who says
what to whom in which channel with what effect”
- (Lasswell)
Manusia adalah makhluk yang tak luput dari tindak
komunikasi dengan manusia lain. Namun perlu juga untuk diingat bahwa walaupun manusia
memiliki kebebasan untuk
mengemukakan pendapatnya, tetapi harus disertai dengan tanggung jawab karena setiap manusia membutuhkan informasi yang tepat.
Apabila salah satu individu tidak dapat bertanggung jawab atas informasi yang
diberikannya hanya karena menurutnya manusia dapat dengan bebas berkomunikasi,
maka akan menyesatkan manusia lain. Dari sinilah diperlukan pribadi beretika
masyarakat dalam etika berkomunikasi untuk membangun diri yang bebas namun
tetap bertanggung jawab. Terutama bagi mereka yang bekerja di bidang komunikasi
seperti jurnalis, memiliki beban yang sangat berat perihal tanggung jawab
karena tuntutan terhadap mereka sangat tinggi untuk kredibilitas suatu berita
yang mereka sampaikan.
Terdapat dua dilema dalam
media, yaitu dilema idealisme dan dilema pragmatis. Idealisme disini melihat
dunia menjadi dua bagian, yaitu hitam dan putih. Kecenderungan orang akan
mengarahkan kepada bagian yang putih. Dimana di pragmatis terdapat area abu-abu
di antara hitam dan putih tersebut yang terkadang kelabu itu lebih luas
dibandingkan hitam dan putih.
Media mempunyai kekuasaan dan
efek yang dahsyat terhadap publik, padahal media mudah memanipulasi audiens.
Dengan demikian, etika komunikasi mau melindungi publik yang lemah. Etika
komunikasi adalah upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi
dan tanggung jawab. Mencoba menghindari dampak negatif dari logika
instrumental. Logika instrumental dalam media terkait tentang ekonomi dan
teknologi. Di sinilah pekerja media menentukan posisinya apakah pada idealisme
ataukah malah pragmatis. Namun, tidak boleh lepas dari tanggung jawabnya
sebagai kontrol sosial.
Kebijakan dan Hukum Media
Melalui kode etik dan kontrol
media. Aspek dalam kode etik antara lain adalah :
- Kode Etik merupakan peraturan moral sebagai pedoman tingkah laku.
- Dalam konteks Jurnalistik, merupakan suatu wujud dari
profesionalisme pers.
- Kode Etik Jurnalistik (KEJ) memiliki dua dimensi penting yaitu
profesionalitas dan moralitas.
PROFESIONALITAS
- Pers harus memberikan berita akurat dan faktual.
- Wartawan tidak melakukan plagiat.
- Pers tidak mencampur fakta dan opini yang menghakimi.
- Pers harus menghargai ketentuan embargo; informasi latar belakang,
dan off the record.
- Pers segera mencabut, meralat, atau memperbaiki berita yang tidak
akurat dengan permohonan maaf.
MORALITAS
- Pers menghormati pengalaman traumatik narasumber.
- Pers tidak membuat berita cabul atau sadis.
- Pers tidak menyebut identitas korban asusila.
- Wartawan tidak menerima suap.
- Wartawan tidak menyalahgunakan profesi.
- Pers tidak menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi SARA, gender,
dan bahasa.
Sedangkan kontrol media
merupakan suatu kebijakan memperlihatkan bentuk dari pemerintah dalam membentuk
dan mengatur aktivitas media. Secara legal dan formal
mengikat peraturan yang telat disahkan agak melindungi hak dan kewajiban
jurnalistik. Yang dianggap paling berwenang ialah negara karena pemerintah
adalah penyeimbang antara pasar media dengan masyarakat. Di
sisi lain, pemerintah juga memiliki wewenang untuk menjaga efektifnya sebuah
regulasi. Regulasi
seharusnya dapat meminimalisir masyarakat yang memiliki potensi besar untuk
menjadi korban konvergensi media, khususnya generasi muda yang dianggap
memiliki akses besar terhadap media konvergen dan rancunya batasan isi media
konvergen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar