Senin, 30 Mei 2016

Media Baru dan Kebebasan Berekspresi Media/ Pers dan Individu

Oleh : Ghesilia Gianty
NIM 14140110386
Pertemuan 13

Perkembangan teknologi dan komunikasi atau yang lebih sering disebut dengan telekomunikasi membawa kita menuju era new media, yang sebenarnya sedang dialami masyarakat sekarang ini. Semakin meluas media yang beredar di masyarakat menjadi platform untuk mengekspresikan dirinya. Kebebasan berekspresi dalam era media baru yang mencakup kelompok atau individu bahkan juga pers sendiri. Melalui media online seperti dengan munculnya Twitter, Facebook, Blog, dan kini juga ada istilah Vlog. Menyediakan sarana untuk masyarakat menumpahkan pemikirannya. Semua berkata, ini adalah negara demokratis, bebas, demikian pula dalam menyampaikan pendapat serta pemikiran. Tak luput dari hal yang negative pula yang dipaparkan melalui media. Terlalu bebas menyebabkan hatespeech. Bebas tetapi tetap bertanggung jawab, seperti yang telah dijelaskan pada resume yang sebelumnya. Apalagi di Indonesia yang termasuk dalam negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia, dapat dilihat dari penggunaan hashtag. Dimana hashtag dari akun masyarakat Indonesia dapat menjadi TTWT atau Trending Topic World Wide.
Kebebasan berekspresi terkadang juga menuai kontroversi antara apakah itu baik atau tidak. Kemungkinan orang akan berpikir condong ke kebaikan, namun terkadang juga ada unsur negativenya apabila sang pengikut atau pengguna lain media tersebut yang membaca pemikiran seorang individu akan sesuau tanpa melakukan literasi media dan malah jadi terpengaruh seutuhnya. Dimana kemungkinan ada unsur propaganda atau manipulasi media di dalamnya. Pendidikan masyarakat Indonesia yang masih rendah yang menjadi faktor pendukung dalam sisi negative kebebasan berekspresi. Mereka telan mentah-mentah tanpa dapat bersikap kritis mengikuti aturan etika berkomunikasi. Karena tak semua ekspresi yang disampaikan individu memang layak untuk didukung.
Kebebasan berekspresi juga harus mengikuti aturan kaidah yang berlaku, kembali lagi, kepada rasa tanggung jawab akan tulisannya. Menghormati prinsip kebebasan berekspresi. Prioritaskan terhadap mereka yang melakukan hegemonik terhadap minoritas. Berpacu terhadap kepentingan public dan dapat membantu peran media sebagai kontrol sosial. Perlu juga mengikuti regulasi media, regulasi public dan juga regulasi public yang pluralism atau kebebasan dalam berpendapat.
Seperti contoh ketika seorang Ibu mengutarakan gagasannya yang tidak senang dengan perilaku karyawan di sebuah tempat donut yang keberatan ketika diminta untuk pindah saat ada pelanggan yang ingin merokok ditempatnya. Sang ibu sedang membawa bayi, dan jelas terpampang di tempat itu larangan merokok. Tetapi karyawan tersebut malah lebih membela pelanggan yang ingin merokok. Kemudian, merasa tidak terima dengan perlakuan karyawan tersebut. Ibu tersebut melayangkan petisi secara online dan akhirnya membuat tempat dan karyawan tersebut ditindaklanjuti.

Contoh di atas adalah sikap kebebasan berekspresi yang memprioritaskan minoritas karena pasti banyak yang merasa seperti Ibu di atas, merasa tidak nyaman namun tak bisa mengutarakannya. Sikap Ibu yang berani mengekspresikan tanggapan serta bertanggung jawab atas sikapnya tersebutlah yang patut dilakukan masyarakat lain. Kebebasan bereskpresi untuk membawa perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar