Senin, 30 Mei 2016

Manipulasi Media dan Kesadaran palsu, Pornografi dan Kekerasan, serta Propaganda dalam Media/Pers

Oleh : Ghesilia Gianty
NIM 14140110386
Pertemuan 9

            Sebagai seorang jurnalis memiliki tanggungjawab untuk memberikan informasi yang benar dan tepat kepada masyarakat, tidak berat sebelah, atau harus netral. Pers dituntut untuk turut serta dalam membangun pengetahuan serta pendidikan masyarakat agar berkembang dalam jalur yang baik karena sebuah media, baik itu cetak, televisi ataupun online, memiliki pengaruh yang sangat tinggi terhadap pemikiran masyarakat. Namun, dari fakta inilah membuat penguasa atau pun pengusaha memanfaatkan media untuk kepentingan pribadi mereka. Contohnya yaitu dalam bidang politik.
Terutama televisi yang menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari membuatnya menjadi sasaran empuk para petinggi negara ataupun pengusaha untuk membangun “image” untuk memenangkan hati masyarakat, memperluas benefit untuk mereka sendiri dengan para pengikutnya. Bila sudah begini, diperlukanlah kepandaian masyarakat dalam memilah-milah informasi yang masuk yang diterima dari televisi atau media lain karena apabila pers tidak bisa menjalankan fungsinya yaitu membebaskan masyarakat, mengilhami gerak suara hati, menembus kabut politik, memunculkan kesadaran untuk mengonstruksi tatanan sosial, akan balik kembali ke masyarakatnya untuk kritis terhadap media. Disinilah ilmu etika filsafat dalam berkomunikasi diperlukan untuk membantu masyarakat menjadi cerdas akan media yang sekarang semakin condong pro penguasa.

Media Massa dan Kekuasaan
Melalui media massa, kekuasaan dapat menghemoni masyarakat. Maksudnya disini adalah masyarakat diibaratkan sebagai kalangan yang lemah sedangkan kekuasaan merupakan sesuatu yang dominan, membuat masyarakat menjadi tunduk terhadap kekuasaan yang akhirnya memberi keuntungan kepada para penguasa. Kekuasaan juga mempunyai ideologi tertentu, media massa dijadikan alat untuk mensosialisasikan ideologi tersebut. Maksudnya disini adalah para penguasa dibalik media atau para tokoh yang membangun “image” di media seakan-akan seperti “menyuapi” masyarakat akan pandangan mereka dan dari situlah terbangun “image” yang ingin dibuatnya di mata masyarakat. Media massa menjadi tempat pertarungan berbagai kepentingan di masyarakat. Oleh karena itu, banyak tayangan yang tidak berbobot, penonton tidak diajak untuk berpikir dan media massa juga rentan dimanfaatkan oleh pemegang saham. Karena para penguasa lebih mementingkan keuntungan daripada kecerdasar masyarakat.
Media massa perlu mempunyai ruang publik, yang berisikan masyarakat partisiatis untuk mengawasi media. Dari ruang publik tersebut, masyarakat diharapkan dapat menata hubungan dengan Negara dan Kekuasaan.

Pornografi
Pornografi adalah aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang dimaksud untuk dikomunikasikan pada publik. Akan tetapi, representasi publik tentang pornografi tidak bisa dikatakan relative karena pandangan masyarakat Indonesia terhadap erotisme kebanyakan sama. Seperti hal yang mutlak, pornografi dianggap menimbulkan rangsangan seksual sehingga mendorong perilaku yang membahayakan dan merugikan bagi mereka yang tak bisa mengontrolnya.
Maraknya kasus pencabulan seringkali disebabkan oleh mereka yang kecanduan dengan pornografi, sadisnya, tak hanya melakukan tindak asusila terhadap korban tetapi juga pelaku tega untuk menghabisi korban. Membuat para masyarakat lain terutama kaum perempuan harus terus bersiaga. Tetapi tidak untuk semua orang berlaku hal seperti ini. Kebanyakan kejadian pencabulan yang disertai pembunuhan ini dilakukan oleh mereka yang kurang dibidang pendidikan ataupun moral, mereka yang tak bisa kritis terhadap apa yang mereka dapatkan. Maka dari itu, selama masyarakat Indonesia memiliki mental yang lemah terhadap pornografi, banyak sekali argument yang menolak pornografi, yaitu
  1. Perlindungan terhadap orang muda atau anak-anak.
  2. Mencegah perendahan martabat perempuan.
  3. Mencegah sifat subversifnya yang cenderung menghancurkan tatanan nilai seksual keluarga dan masyarakat.
Penyebab pornografi menjadi suatu yang pelik :
  1. Berhadapan dengan masalah kebebasan berekspresi, terutama bila mengandung nilai seni.
  2. Bagaimana menghadapi hak akan informasi.
  3. Bagaimana menjamin hak untuk memenuhi pilihan pribadi, bila pilihan ini tidak melukai orang lain bahkan nilai seni dan pendidikannya dianggap meragukan.
Cara menghadapi tiga masalah diatas :
  1. Mempertimbangkan konsepsi umum tentang seni.
  2. Mempertimbangkan konsepsi moral.
  3. Perlu diperhitungkan reaksi emosional yang ditimbulkan.
  4. Perlu dipertimbangkan pandangan dari berbagai teori psikologis (catharsis, imitasi, dan pembiasaan)

Erotisme
Menyangkal kemahakuasaan, dalam arti “semua harus kelihatan”, menjadikan keterbatasan kemampuan gambar menjadi celah keberadaan erotisme. Erotisme gambar berkisah pada waktu dan terbuka terhadap kebaruan serta yang tak teramalkan. Dalam erotisme, yang lebih tampak adalah pengungkapan hasrat daripada penonjolan tubuh yang telanjang. Keindahan dalam erotisme bukan perayaan kenikmatan diri. Semua erotisme selalu berisiko menjadi pornografi. Munculnya hasrat untuk melakukan tindakan pornografi adalah karena dipicu oleh sesuatu yang erotis yang menimbulkan pemikiran yang erotis menuju pornografi. Namun, pada karya tertentu tidak mudah menentukan batas antara erotisme dan pornografi.

Merupakan sebuah kekerasan dalam media apabila sebuah media tersebut tidak dapat menjalankan tugas sesuai dengan fungsi yang seharusnya. Bentuk kekerasan itu tidak hanya dalam segi fisik saja tetapi juga dalam estetik, yaitu
1.     Horor regresif
à Menunjuk pada selera publik atau seniman akan kekejaman yang menyeramkan dan tidak waras.
2.     Horor transgresif
à Menampilkan kekerasan dalam seni berisi hal yang dilarang dan tabu.
3.     Gambar – simbol
à Melibatkan penonton melampaui batas.
            Yang namanya kekerasan tentu saja menimbulkan efek negative terhadap perilaku masyarakat, yaitu
  1. Merepresentasikan program kekerasan, meningkatkan perilaku agresif masyarakat.
  2. Memperlihatkan tayangan kekerasan secara berulang dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban.
  3. Tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga menciptakan pemikiran betapa berbahayanya dunia.

Adapun jenis-jenis kekerasan dalam media, yaitu
1.     Kekerasan Dokumen
à Merupakan tampilan gambar kekerasan yang dipahami pemirsa atau pembaca dengan mata telanjang sebagai dokumentasi atau rekaman fakta kekerasan.
  1. Kekerasan Fiksi
à Kekerasan yang jauh dari realitas, kekerasan ini masih berpijak dengan dunia riil.
  1. Kekerasan Simulasi
à Biasanya ditemukan dalam sebuah game virtual, dimana pelaku kekerasan merasakan emosi yang meluap dari pengalaman langsung dengan game.
  1. Kekerasan Simbolik
à Biasanya ditemukan dalam iklan, kekerasan tipe ini menggunakan medium bahasa untuk memengaruhi, cara pikir, cara bekerja, dan cara bertindak.

Propaganda
Menurut Garth S. Jowett dan Victoria O'Donnell propaganda merupakan usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda. Propaganda media adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan yang disebarkan melalui media massa. Sedangkan media propaganda adalah media yang digunakan sebagai alat untuk propaganda kelompok tertentu. Teknik propaganda ini merupakan salah satu bagian dari manipulasi media yang dilakukan oleh penguasa media untuk menghegemoni masyarakat.
Jenis-jenis propaganda melalui media, yaitu
1.     White Propaganda
à RRI dan TVRI media pemerintah menyampaikan kebijakannya
2.     Grey Propaganda
à Partai Nasdem menuding Mendagri Gamawan Fauzi perihal kasus E-KTP dan DTP
3.     Black Propaganda
à Seorang moderator mengatakan pembicara tidak dapat hadir karena diculik BIN.
4.     Ratio Propaganda

à Sumpah Pemuda, isinya untuk menyatukan para pemuda di seluruh Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar