Oleh : Ghesilia Gianty
NIM 14140110386
Pertemuan
9
Sebagai seorang jurnalis memiliki
tanggungjawab untuk memberikan informasi yang benar dan tepat kepada
masyarakat, tidak berat sebelah, atau harus netral. Pers dituntut untuk turut
serta dalam membangun pengetahuan serta pendidikan masyarakat agar berkembang
dalam jalur yang baik karena sebuah media, baik itu cetak, televisi ataupun
online, memiliki pengaruh yang sangat tinggi terhadap pemikiran masyarakat.
Namun, dari fakta inilah membuat penguasa atau pun pengusaha memanfaatkan media
untuk kepentingan pribadi mereka. Contohnya yaitu dalam bidang politik.
Terutama
televisi yang menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari membuatnya menjadi
sasaran empuk para petinggi negara ataupun pengusaha untuk membangun “image”
untuk memenangkan hati masyarakat, memperluas benefit untuk mereka sendiri
dengan para pengikutnya. Bila sudah begini, diperlukanlah kepandaian masyarakat
dalam memilah-milah informasi yang masuk yang diterima dari televisi atau media
lain karena apabila pers tidak bisa menjalankan fungsinya yaitu membebaskan
masyarakat, mengilhami gerak suara hati, menembus kabut politik, memunculkan kesadaran
untuk mengonstruksi tatanan sosial, akan balik kembali ke masyarakatnya untuk
kritis terhadap media. Disinilah ilmu etika filsafat dalam berkomunikasi
diperlukan untuk membantu masyarakat menjadi cerdas akan media yang sekarang
semakin condong pro penguasa.
Media Massa dan Kekuasaan
Melalui
media massa, kekuasaan dapat menghemoni masyarakat. Maksudnya disini adalah
masyarakat diibaratkan sebagai kalangan yang lemah sedangkan kekuasaan
merupakan sesuatu yang dominan, membuat masyarakat menjadi tunduk terhadap
kekuasaan yang akhirnya memberi keuntungan kepada para penguasa. Kekuasaan juga
mempunyai ideologi tertentu, media massa dijadikan alat untuk mensosialisasikan
ideologi tersebut. Maksudnya disini adalah para penguasa dibalik media atau
para tokoh yang membangun “image” di media seakan-akan seperti “menyuapi”
masyarakat akan pandangan mereka dan dari situlah terbangun “image” yang ingin
dibuatnya di mata masyarakat. Media massa menjadi tempat pertarungan berbagai
kepentingan di masyarakat. Oleh karena itu, banyak tayangan yang tidak
berbobot, penonton tidak diajak untuk berpikir dan media massa juga rentan
dimanfaatkan oleh pemegang saham. Karena para penguasa lebih mementingkan
keuntungan daripada kecerdasar masyarakat.
Media
massa perlu mempunyai ruang publik, yang berisikan masyarakat partisiatis untuk
mengawasi media. Dari ruang publik tersebut, masyarakat diharapkan dapat menata
hubungan dengan Negara dan Kekuasaan.
Pornografi
Pornografi
adalah aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang
dimaksud untuk dikomunikasikan pada publik. Akan tetapi, representasi publik
tentang pornografi tidak bisa dikatakan relative karena pandangan masyarakat
Indonesia terhadap erotisme kebanyakan sama. Seperti hal yang mutlak, pornografi
dianggap menimbulkan rangsangan seksual sehingga mendorong perilaku yang
membahayakan dan merugikan bagi mereka yang tak bisa mengontrolnya.
Maraknya
kasus pencabulan seringkali disebabkan oleh mereka yang kecanduan dengan
pornografi, sadisnya, tak hanya melakukan tindak asusila terhadap korban tetapi
juga pelaku tega untuk menghabisi korban. Membuat para masyarakat lain terutama
kaum perempuan harus terus bersiaga. Tetapi tidak untuk semua orang berlaku hal
seperti ini. Kebanyakan kejadian pencabulan yang disertai pembunuhan ini
dilakukan oleh mereka yang kurang dibidang pendidikan ataupun moral, mereka
yang tak bisa kritis terhadap apa yang mereka dapatkan. Maka dari itu, selama
masyarakat Indonesia memiliki mental yang lemah terhadap pornografi, banyak
sekali argument yang menolak pornografi, yaitu
- Perlindungan terhadap orang muda
atau anak-anak.
- Mencegah perendahan martabat
perempuan.
- Mencegah sifat subversifnya yang
cenderung menghancurkan tatanan nilai seksual keluarga dan masyarakat.
Penyebab
pornografi menjadi suatu yang pelik :
- Berhadapan dengan masalah kebebasan
berekspresi, terutama bila mengandung nilai seni.
- Bagaimana menghadapi hak akan
informasi.
- Bagaimana menjamin hak untuk
memenuhi pilihan pribadi, bila pilihan ini tidak melukai orang lain bahkan
nilai seni dan pendidikannya dianggap meragukan.
Cara menghadapi
tiga masalah diatas :
- Mempertimbangkan konsepsi umum
tentang seni.
- Mempertimbangkan konsepsi moral.
- Perlu diperhitungkan reaksi
emosional yang ditimbulkan.
- Perlu dipertimbangkan pandangan dari
berbagai teori psikologis (catharsis, imitasi, dan pembiasaan)
Erotisme
Menyangkal kemahakuasaan, dalam arti “semua harus
kelihatan”, menjadikan keterbatasan kemampuan gambar menjadi celah keberadaan
erotisme. Erotisme gambar berkisah pada waktu dan terbuka terhadap kebaruan
serta yang tak teramalkan. Dalam erotisme, yang lebih tampak adalah
pengungkapan hasrat daripada penonjolan tubuh yang telanjang. Keindahan dalam
erotisme bukan perayaan kenikmatan diri. Semua erotisme selalu berisiko menjadi
pornografi. Munculnya hasrat untuk melakukan tindakan pornografi adalah karena
dipicu oleh sesuatu yang erotis yang menimbulkan pemikiran yang erotis menuju
pornografi. Namun, pada karya tertentu tidak mudah menentukan batas antara
erotisme dan pornografi.
Merupakan
sebuah kekerasan dalam media apabila sebuah media tersebut tidak dapat
menjalankan tugas sesuai dengan fungsi yang seharusnya. Bentuk kekerasan itu tidak
hanya dalam segi fisik saja tetapi juga dalam estetik, yaitu
1.
Horor regresif
à Menunjuk pada selera publik atau seniman
akan kekejaman yang menyeramkan dan tidak waras.
2.
Horor transgresif
à Menampilkan kekerasan dalam seni berisi
hal yang dilarang dan tabu.
3.
Gambar – simbol
à Melibatkan penonton melampaui batas.
Yang namanya kekerasan tentu saja
menimbulkan efek negative terhadap perilaku masyarakat, yaitu
- Merepresentasikan program kekerasan,
meningkatkan perilaku agresif masyarakat.
- Memperlihatkan tayangan kekerasan
secara berulang dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan
penderitaan korban.
- Tayangan kekerasan dapat meningkatkan
rasa takut sehingga menciptakan pemikiran betapa berbahayanya dunia.
Adapun
jenis-jenis kekerasan dalam media, yaitu
1. Kekerasan Dokumen
à Merupakan tampilan gambar kekerasan yang dipahami pemirsa
atau pembaca dengan mata telanjang sebagai dokumentasi atau rekaman fakta
kekerasan.
- Kekerasan
Fiksi
à Kekerasan yang jauh dari realitas, kekerasan
ini masih berpijak dengan dunia riil.
- Kekerasan
Simulasi
à Biasanya ditemukan dalam sebuah game virtual,
dimana pelaku kekerasan merasakan emosi yang meluap dari pengalaman langsung
dengan game.
- Kekerasan
Simbolik
à Biasanya ditemukan dalam iklan, kekerasan tipe
ini menggunakan medium bahasa untuk memengaruhi, cara pikir, cara bekerja, dan
cara bertindak.
Propaganda
Menurut
Garth S. Jowett dan
Victoria O'Donnell propaganda
merupakan usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi,
memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang
diinginkan penyebar propaganda. Propaganda media adalah usaha dengan sengaja
dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan
kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan yang disebarkan melalui media
massa. Sedangkan media propaganda adalah media yang digunakan sebagai alat
untuk propaganda kelompok tertentu. Teknik propaganda ini merupakan salah satu
bagian dari manipulasi media yang dilakukan oleh penguasa media untuk
menghegemoni masyarakat.
Jenis-jenis
propaganda melalui media, yaitu
1. White Propaganda
à RRI dan TVRI media
pemerintah menyampaikan kebijakannya
2. Grey Propaganda
à Partai Nasdem menuding
Mendagri Gamawan Fauzi perihal kasus E-KTP dan DTP
3. Black Propaganda
à Seorang moderator
mengatakan pembicara tidak dapat hadir karena diculik BIN.
4. Ratio Propaganda
à Sumpah Pemuda, isinya
untuk menyatukan para pemuda di seluruh Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar