Senin, 30 Mei 2016

Media Literacy (Melek Media) dan Tanggung Jawab Individu dalam Bermedia

Pengertian Literasi Media
            McCannon mengartikan literasi media sebagai kemampuan secara efektif dan efisien memahami dan menggunakan komunikasi massa. Menurut James W Potter, literasi media adalah satu perangkat perspektif di mana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya. Dan salah satu definisi yang popular menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media.
·           Literasi media adalah hal yang sangat penting terutama di era digital seperti saat ini yang memiliki perputaran informasi sangat cepat. Berita nasional di Indonesia sendiri memiliki perputaran yang sangat cepat karena adanya media online. Salah satu berita yang menjadi sorotan dan headline di beberapa media adalah tentang maraknya lambang palu arit yang sering dikaitkan dengan partai komunis yang memiliki catatan hitam di Indonesia. Namun, ternyata dibalik itu semua, beberapa masyarakat terutama generasi Y dan generasi Z belum terlalu paham mengenai pemberitaan tersebut. Mereka hanya mengikuti tren tanpa mengetahui sejarah dibalik headline dari media- media di Indonesia.
Dengan melihat kenyataan tersebut, munculah pertanyaan, sudah sejauh mana literasi media diterapkan di Indonesia? Dan apa hubungannya dengan kebebasan berekspresi?
Media membantu masyarakat untuk bisa mendapatkan informasi, akan tetapi hal tersebut juga dapat mempengaruhi pembentukan opini pada masyarakat. Informasi tidak pernah bersifat netral pada semua aspek, dalam kata lain sudah mengandung suatu persepsi dari berbagai belah pihak. Informasi dapat dikatakan sebagai hasil dari kebebasan berekspresi yang dipengaruhi oleh beberapa visi.

Literasi Media: Kemelekan Media adalah yang Utama

Menurut Gutterez dan Hottmann, literasi media adalah kegiatan meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami dan menikmati media. Memfasilitasi caranya memahami media, memahami terbentuknya media, dan memahami media mengonstruksikan kenyataan.
Idealnya literasi media diberikan secara formal lewat pembelajaran di kelas, namun sebenarnya literasi media bisa dilakukan secara non- formal terlebih dahulu lewat fase pertama dalam hirarki sosial manusia. Literasi media seorang individu pertama kali harusnya diberikan oleh keluarga, setelah itu diteruskan oleh pihak kedua yaitu sekolah dan perguruan tinggi (pendidikan), dan yang terakhir literasi media harus disadari oleh individu itu sendiri. Selain pendidikan formal, pemerintah yang berkuasa suatu negara harusnya ikut membangun kemelekan media tersebut. Pemerintah bisa menggunakan ruang publik untuk membentuk kesadaran masyarakat terkait kemelekan media. Pemerintah dapat membentuk pandangan warga negaranya agar mampu mengonsumsi media yang sesuai dengan kebutuhannnya.

Ada 3 faktor yang memengaruhi penerapan literasi media, berikut penjelasannya:

1.      Budaya
Bagi negara yang memiliki budaya demokrasi dan mendukung kebebasan, literasi akan lebih mudah dilakukan bila dibandingkan dengan negara yang memiliki pemerintahan tangan besi dan mengekang kebebasan bagi warga negaranya.

2.      Kebebasan berekspresi
Semakin tinggi tingkat kebebasan suatu negara dalam memberikan ruang bagi warganya untuk berekspresi maka semakin berhasil juga program melek media dalam pelaksanaannya.

3.      Aktivitas penduduk
Jika penduduk memiliki tingkat pendidikan yang baik dan memiliki peran aktif dalam mendukung berlangsungnya sebuah Negara maka literasi media akan sangat berhasil dilakukan di negara tersebut.


Kebebasan Berekspresi
          Kaitannya literasi media dan kebebasan berekspresi sangatlah erat, selain warga negara yang memiliki kebebasan berekspresi, media juga berhak berekspresi terhadap informasi- informasi yang akan disampaikannya lewat headline berita. Hal yang menjadi sorotan adalah kebebasan berekspresi di media, terutama di Indonesia masih dicampuri oleh kepentingan pemilik media. Jika pada masa orde baru media hanyalah corong pemerintah, saat ini kepentingan pemilik media sangat mengambil peran dalam berjalannya sebuah media.
             Kita dapat melihat contoh kasus yang terjadi pada dua stasiun televisi besar, TV ONE dan Metro TV yang kala pilpres 2014 berlangsung membela kubu yang didukung oleh masing- masing pemilik media. Praktik kebebasan berekspresi saat itu, bagi kedua media tersebut mati karena campur tangan pemilik media. Kasus seperti harusnya dapat dihindari dengan adanya literasi media sehingga tidak mengganggu kebebasan berekspresi bagi penikmat media dalam menentukan keputusan terutama keputusan politik.

Konstruksi Media
          Untuk mendukung keberhasilan literasi media, sebagai individu kita harus mengenal teori konstruksivisme yang merupakan dasar dari terbentuknya sebuah media. Berikut penjelasan mengenai konsep konstruksivisme media:

1.        Media merupakan hasil konstruksi.
Konten media merupakan cerminan dari kenyataan yang berlangsung. Pada kenyataannya  media menyajikan produksi redaksi yang terpengaruh oleh budaya ekonomi dan politik di media tersebut.

2.        Representasi media mengonstruksi realitas
Individu menerima pesan media dan menjadikan pesan tersebut sebagai tuntunan hidupnya dalam beraktivitas.

3.        Pesan media berisi nilai dan ideologi media
Pesan media yang terkontaminasi kepentingan pemilik media/ pemimpin redaksi terkadang harus dikritisi, karena mungkin saja terdapat propaganda terselubung di dalamnya.

4.        Pesan media berimplikasi sosial dan politik
Konten yang disampaikan media dapat berimplikasi terhadap sosial dan budaya di sebuah negara.

Informasi yang diperoleh dari media merupakan hasil konstruksi. Maka dari itu, kita sebagai audiens tidak menelan mentah-mentah apa yang kita dapat dari media. Masyarakat atau audiens perlu mendapat pendidikan literasi media agar mereka paham apa isi pesan yang diberikan media tersebut.


Meiliani
14140110029



Tidak ada komentar:

Posting Komentar