Hakikat filsafat adalah
upaya mencari kebijaksanaan yang mampu mencerahi pengalaman manusia, agar bisa
menempatkan diri dan memainkan perannya secara tepat di dalam seluruh
kompleksitas pengalaman.
Sementara di zaman Yunani
Kuno peran filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan sejati, abad
pertengahan menyajikan teolog sebagai “rival” utama filsafat. Meskipun
filsafat sebenarnya tetap pada jalur upayanya mencari kesatuan didalam gejala
yang beraneka ragam, dan sebenarnya filsafat pun tidak bisa di jauhkan dari
teolog karena tetap ada causa paling atas yaitu Allah pencipta segalanya.
Bahkan, hampir seluruh filsuf di abad pertengahan adalah seorang teolog.
Filsafat yang bertumbuh
lebih dahulu adalah filsafat yang disebut filsafat tradisional dan masih sangat
membingungkan, karena filsafat dikatakan sebagai bapak dari segala ilmu, namun
dengan berkembanganya ilmu, filsafat kini ada yang modernnya.
Filsafat modern lebih
memusatkan perhatiannya pada permasalahan-permasalahan epistemologi, filsafat
kontemporer, lebih-lebih di negara-negara berbahasa inggris, memfokuskan
perhatiannya pada filsafat analitik, khusus pada permasalahan-permasalahan
linguistik logis.
Featherstone melukiskan
posmoderenisme dengan posmo sebagai itulah yang menarik, tetapi sekaligus
menjengkelkan untuk ditangkap maknanya. Karena siapapun yang mendengar istilah
posmo sendiri memang sangat menggelitik untuk di teliti, namun begitu kita
sudah memasukinya dan mulai untuk memahaminya, disitulah kita terasa seperti
dipermainkan dalam sebuah teori yang tak berujung. Isi dari posmo sendiri
sangat sulit untuk ditangkap.
Manusia moderenis yakin
bahwa kebenaran absolut bisa direngkuh didalam pengetahuan manusia baik melalui
sains maupun filsafat, sehingga kemajuan
linear bisa ditahapkan secara progresif. Tujuan yang tunggal dan rasional
yang bisa ditahapkan tidak pernah terwujud di dalam pengalaman manusia.
Maka tidak mungkin bagi
manusia untuk membuat kisah akbar mengenai keseluruhan keutuhan. Kenyataannya
justru diwarnai dengan irriosianilitas yang kejam. Semua usaha untuk membuat sistem
pemahaman dan perencanaan yang koheren dan logis akan hancur.
Bahkan, otoritas akademik
yang cukup lama dinikmati kaum intelektual menjadi beku, kata Zygmunt Bauman.
Dengan hilangnya otoritas ini, tentu saja kaum untelektual mengalami krisis
status dan krisis identitas.
Didalam multiplisitas
pengaaman yang irrisonal, manusia kehilangan optimimenya untuk menentukan,
merencanakan, dan menegaskan kepribadiannya. Manusia mengalami keausan
kepercayaan diri untuk menata nilai-nilai yang menyerbunya, yang
masing-masingnya menuntut prioritas diatas yang lain.
Perbedaan antara kenyataan
dan tidak lagi nyata tidak kelihatan atau valid lagi dan simulakra membentuk,
dan dianggap sebagai, yang nyata,. Simulakra merupakan representasi atau
fotokopi dari objek atau peristiwa, sedangkan tata simulakra membentuk
macam-macam tahap didalam tata rupa , di dalam hubungan antara simulakra dan
yang nyata.
Tentu saja gema dari
pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut para pendukung posmo ini bergaung
jauh. Sebab banyak potongan-potongan pengalaman menunjukkan keberadaan mereka.
Tetapi setelah gairah kita dibangkitkan untuk mendengarkan mereka, kita langsung
dibanting sewaktu mengharapkan pesan yang kiranya kita sampaikan. Rupanya harapan
tersebut bahkan dianggap salah alamat. “semua yang menganggap posmodernisme
sebagai suatu pemahaman sosiologis, pasti gagal.
Demikian pula halnya dengan
relativisme absolut. Relativisme absolut juga hanya mematikan manusia sebagai
manusia. Sebab keyakinan mengenai adanya relativisme absolut berarti kematian
komunikasi dan dialog. Bahwa masing-masing bidang atau masyarakat mempunyai
bahasa, aturan, dan kebenaraannnya sendiri, tidak berarti bahwa tidak bisa jadi
terjadi komunikasi dan interaksi antar bidang atau antar masyarakat yang
berbeda isa berkomunikasi, menghapuskan isolasi yang memenjarakan mereka
didalam kotak-kotak eksklusif. Justru, interaksi dan komunikasi intensif inilah yang merupakan aset manusia untuk sampai pada kebenaran.
Setelah kita melihat posmo
secara kritis dengan menampilkan bahaya yang dihembuskannya, toh kita bisa
melihat sumbangan positifnya yang bisa kita petik darinya. Posmo memperingatkan
kita akan merebaknya kebhinekaan, baik melalui perkembangan ilmu yang semakin
mengarah ke spesialisasi yang rumit dengan jargonnya dan bahasanya yang khas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar