Nama : Nur Zukhrufillah
NIM : 14140110413
BAB I
FILSAFAT
: SEBUAH PERKENALAN SINGKAT
1. Apa itu Filsafat?
·
aIstilah Filsafat berasal dari
Bahasa Yunani Kuno yakini Philosophia
dan Philosophos yang berarti “orang
yang cinta pada kebijaksanaan” atau “cinta pada pengetahuan”. Pythagoras
menggunakan istilah filsafat dipekirakan pada abad ke-6 SM. Istilah itu
munculketika masyarakat yunani mengagumi kecerdasan dan menganggap dirinya
sebagai ilmuan yang tahu segala hal. Dalam filsafat, kegiatan mencintai
pengetahuan/kebijaksanaan itu dilakukan dengan mempertahankan sesuatu secara
mendasar dan menyeluruh. Filsafat selalu memahami, dengan demikian, sesuatu
secara mendasar dan menyeluruh. Dengan terus-menerus mencari suatu pengetahuan
dan kebenaran. Oleh karena itu filsafat selalu identic dengan metode berfikir
yang selalu mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan mendasar.pertanyaan
itu mucul dari rasa ingin tahu manusia (homo curiosus) terhadap dunia dan
dirinya. Adapun bentuk pertanyaan sehari-hari (pertanyaan sederhana) dengan
pertanyaan teknis dan mendalam (pertanyaan serius). Dan oleh karena itu filsafat
sering di sebut bahwa filsafat adalah
sebuah “tanda Tanya”, dan bukan “tanda seru”. Artinya, filsafat adalah sebagai
upaya pencarian akan kebijaksanaan atau pencarian pengetahuan yang tidak pernah
selesai.
Beberapa pengertian yang digunakan untuk
memahami apa itu filsafat. Yaitu :
a.
filsafat sebagai upaya
spekualatif untuk menyajikan uatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
seluruh realitas. filsafat mencoba memberikan suatu gambaran (pemetaan) tentang
pemikiran manusia yang bercerai-berai menjadi suatu keseluruhan (bukan tentang
realitas akan tetapi konseptual).
b.
Filsafat sebagai upaya untuk
melukiskan hakikat realitas paling akhir serta paling dasar yang diakui sebagai
satu hal yang nyata. Filsafat serta mencari sifat hakiki dari realitas, dengan
ciri hakiki dari eksistensi manusia. Karena filsafat mempertanyakan hakikat
realitas, maka pencarian filsafat ini sering memasuki dimensi kepercayaan,
misalnya adanya kepercayaan kepada adanya Tuhan sebagai zat yang menciptakan
semua realitas di alam semesta ini.
c.
Filsafat sebagai upaya untuk
menentukan batas-batasan dan jangkauan pengetahuan: sumber pengetahuan, yaitu
hakikat pengetahuan, keabsahan serta nilai-nilainya.
d.
Filsafat adalah suatu hasil
dari suatu penelitian kritis atas penggadaian-penggadaian dan
pernyataan-peryataan yang diajukan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Misalnya, filsafat social, filsafat budaya, filsafat politik, filsafat hokum,
filsafat psikologi, dan lain-lain.
2. Dari Mitos ke Logos
·
ertany mencari sebuah jawaban
atas berbagai macam pertanyaan telah dilakukan oleh para filsuf sepanjang
sejarah pemikiran selama ribuan tahun. Adapun pertanyaan-pertanyaan filosofis
itu muncul pada saat manusia sudah mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan
alam. Pada alam pikiran mistis (pra-logis), manusia, alam, tumbuhan, dan
binatang digolongkan dalam sutu kelas. Maksudnya tidak ada perbedaan antara
manusia dengan objek lain. Alam dianggap memiliki kekuatan (jiwa) yang disebut anima. Filsafat dalam pandangan
pra-logis (mistis) ini juga disebut dengan hylozoisme.
Pandangan ini lantas berganti dengan pandangan lain yaitu pandangan dunia logis
yang melihat adanya suatu perbedaan antara manusia dengan alam
(ontologis). Semejak itulah manusia
mulai untuk mempertanyakan alam dan dirinya.
3. Periodisasi Filsafat Barat
·
Secara historis, filsafat barat
dapat dibagi atas beberapa periode. Periode tersebut adalah pertama, Filsafat Yunani, kedua, Filsafat abad pertengahan, ketiga, Filsafat Modern, keempat, filsafat Kontemporer atau
Postmodern. Itulah beberapa filsafat barat.
a)
Priode yunani
Dalam priode ini (600SM=400M), filsafat ini di bagi menjadi dua.
Pertama, masa pra-Socrates dan kedua, masa Yunani Klasik atau juga selepas masa
pra-Socrates. Filsafat bercirikan kosmosentris. Pertanyaan pada masa itu
tentang alam dan terbuat dari apa alam itu. Berdasarkan rasio, para filsufi
masa ini sampai pada kesimpulan bahwa alam itu merupan suatu susunan yang
teratur dan harmonis.
b)
Priode Abad Pertengahan
Periode ini (400 – 1500 M) umumnya dibagi menjadi dua yakini zaman
patristic dan zaman skolastik. Setelah berkembangnya agama Kristen di Barat,
focus pemikiran filsafat berpusat pada ajaran-ajaran agama Kristen (tentang
Tuhan) sehingga disebut teosentris. Filsafat dan pengetahuan pada era ini hanya
ditunjukan sebagai alat untuk mengabdi pada teologi. Para filsufi zaman ini
umumnya percaya bahwa kebenaran sejati hanya ada pada kitab suci (injil).
c)
Periode Modern
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renaisans dan masa
Pencerahan. Masa Renaisans (abad ke-14 hingga ke-17) dan pencerahan (abad
ke-18) adalah periode yang menjembatani Abad pertengahan. Sejak sekitar tahun
1000M hingga 1150 M para sarjana Kristen (Barat) mulai menggali kembali
filsafat yunani dan ilmuan pengertahuan Arab (Islam). Pada awal perkembangan
Islam. Para khalifah telah mendirikan berbagai macam akademi, sekolah,
perusahaan, dan observatorium. Salah satu lembaga ilmiah itu adalah Bait
Al-Hikmah yang didirikan di Baghdad oleh Al-Makmun yang berkuasa sejak 813 M.
4.
Pemetaan Cabang Filsafat
·
Pembidangan atau pencabangan
filsafah terkait juga dengan perkembangan sejarah serta prinsip pembagian yang
dilakukan oleh para filsuf. Aristoteles umpamanya, memasukan kedalam bidang
filsafat di antaranya yaitu logika, etika, psikologi, filsafat politik, fisika,
dan matematika. Ia mengelompokan filsafat ini pada tiga bagian yakini, filsafat
spekualatif, filsafat praktis, dan ilmu produktif (Bagus, 1992). Filsafat
teoretis dalam pandangan Aristoteles bersifat objektif. Filsafat ini dikembangkan
demi tujuan pada dirinya atau filsafat demi filsafat itu sendiri. Cabang
filsafat yang termasuk dalam wilayah filsafat teoretis ini adalah fisika,
metafisika, biopsikologi. Selain Aristoteles ada ilmuan lain seperti Christian
Wolff, Ted Honderich.
5. Filsafat, Ilmu Pengetahuan
dan Agama
·
Dalam ilmu filsafat yang salah
satunya akan dibahas di etika adalah erkait moral. Moral adalah ajaran atau
pertimbangan baik atau buruknya satu tindakan dilakukan secara individu atau
masyarakat, sebagai manusia. Jika di sederhanakan di bagi menjadi dua golongan
yaitu monisme moral dan pluraisme moral. Monism moral adalah suatu pandangan
yang berpendapat bahwa nilai dan aturan moral itu hanya satu. Pandangan
“keseragaman moral” ini berkaitan dengan asumsi monalisme ontologis atau
keseragaman umat manusia. Penganut monalisme ini tidak menyangkal adanya
perbedaan, akan tetapi perbedaan itu bukan pada nilai kemanusiaannya (parekh,
2008). Penganut monismme ini lebih menerima asumsi keunggulan moral dan
ontologis terhadap “persamaan” daripada “perbedaan”. Artinya, persamaan jauh
lebih dari penting dari pada keutamaan perbedaan. Berbeda dengan monism moral,
pluralisme moral lebih memberikan pengakuan dan penghargaan pada pluralisme
budaya, etnis, ras, dan lain-lain. Pluralisme moral menghargai perbedaan dan
solidaritas anatara satu budaya,etnis, agama dengan nilai-nilai moralnya dengan
yang lainnya. Pada era modern (abad 17 dan 18).
6. Ciri Berfikir Filsafat
·
Berfikir secar filosofis adalah
berfikir dengan ketat, dengan mempertimbangkan penalaran atau penarikan
kesimpulan secara hati-hati. Berfikir filsafat menuntut kejelasan, keruntutan,
konsensistensi dan sistematika. Ciri berfikir konsisten maksunya ialah berfikir
secara filsafat itu mestilah runtut atau konsisten antara satu gagasan sebuah
pertanyaan/ proposisi dengan gagasam pertanyaan lain. Sedangkan sistematis
maksudnya adalah berfikri filosofi juga ditandai oleh sifat pemikiran yang
menyeluruh. Artinya melihat sesuatu secara tidak berpisah. Berfikir secara
filosofi itu adalah memberikan penjelasan tentang dunia, tentang manusia,
tentang segala sesuatu, termasuk tentang bagaimana cara manusia mengetahui.
Upaya mengetahui sesuatu pada akhirny bias memberikan keterangan tentang dunia
dan semua yang ada di dalamnya. Misalnya pandangan atomisme Demokritos dan
Lecretius adalah suatu pandangan dunia.
7. Cara Belajar Filsafat
Bagaimana caranya belajar filsafat?
mengikuti Marx B. Woodhouse (2000), dia mengemukakan beberapa syarat
untuk belajar berfilsafat. Adapun beberapa syarat tersebut antara lain :
a.
Untuk berfilsafat diperlukan
empat sikap batin yang mendukung terjadinya komunikasi secara efektif. Apapun
empat sikap batin tersebut adalah sebagai berikut:
-
Keberanian untuk menguji secara
kritis hal-hal yang kita yakini.
-
Kesediaan untuk mengajukan
hipotensis-hipotensis tentative dan untuk memberikan tanggapan awal terhadap
suatu peryataan filsafat (termasuk pertanyaan dan tanggung jawab yang kadang
kelihatan aneh sekalipun).
-
Kesediaan untuk menepatkan
tekad pencarian kebenaran di atas kepuasan diri sendiri karena telah “menang”
dalam suatu perdebatan atau kekecewaan karena “kalah”.
-
Kemampuan untuk memisahakan
sikap/pandangan atau konflik pribadi karena ketidak mampuan memisahkan hal-hal
yang bersifat pribadi ini akan membuat kekaburan berfikir dan menghambat
diskusi (woodhiuse, 2000: 57)
b.
Berfilsafat adalah keterampilan
yang mesti dikembangkan dalam praktik. Di samping itu, karena persoalan
filsafat sangat beragam, maka peminat filsafat mesti dapat menggunakan berbagai
metode secara sensitive dan tepat, dengan menyadari kekhususan dan keterkaitan
dengan yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar