Senin, 28 Maret 2016

FILSAFAT; SEBUAH TANDA TANYA

FILSAFAT; SEBUAH TANDA TANYA
Oleh
Monica Khoirunnisa Permana
14140110383

Filsafat secara etimologis berasal dari kata Yunani Kuno “philosophia” dan “philoshophos”. Philos atau philein memiliki arti “cinta,” sedangkan Sophia berrati pengetahuan, kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan. Bila digabungkan berarti memiliki makna “cinta akan pengetahuan, kebenaran, atau kebijaksanaan”. Arti sofis menjadi lebih dalam lagi menjadi “Mencari tanpa henti pengetahuan, ragam gagasan, ide atau konsep yang mendasar”. Menjadi seorag sofis berarti ada dua prinsip yang harus dipegang:
·         Ironi
o   Mengajukan pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang namun orang lain tidak menyadari karena tertutup oleh kemampuan retorika
·         Skeptisisme
o   Meragukan segala kebenaran
Mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh merupakan kegiatan filsafat yang mencerminkan kecintaan akan pengetahuan. Akhirnya filsafat dipahami sebagai upaya terus menerus mencari pengetahuan dan kebenaran. Maka dari itu filsafat tidak asing dengan metode kritis dan mendasar yang selalu mempertanyakan segala sesuatu. Pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selalu muncul dari rasa ingin tahu manusia akan selalu dicari jawabannya secara terus-menerus hinga ditemukan jawaban yang mendekati. Menurut Herbert Spencer, filsafat diartikan sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Filsafat mencoba memberikan  gambaran pemetaan pikiran manusia yang belum menjadi suatu keseluruhan. Filsafat juga bisa diartikan sebagai upaya melukiskan hakikat realitas. Karena filsafat mempertanyakan hakikat realitas.
Filsafat di Yunani diawali dengan munculnya pemikiran yang mempertanyakan asal-mula alam (kosmologi). Penjelasan mitologis dalam menjelaskan asal mula alam dianggap tidak memuaskan. Penjelasan-penjelasan seperti dewa dan legenda-legendanya dianggap tidak memenuhi tuntutan rasio atau logos. Maka, para filsuf mencari jawaban yang lebih rasional. Karena penjelasan mitologi dianggap kurang jelas dan yidak dapat dikontrol rasio. Dari situlah filsafat lahir ketika logos (akal budi) menggantikan mitos. Secara historis filsafat terbagi menjadi beberapa periode. Pertama adalah Filsafat Yunani, Abad Pertengahan, Modern, dan Kontemporer atau Post Modern. Dalam pembagian cabang dan bidang, perkembangan sejarah turut menyumbang prinsip pembagain. Aristoteles contohnya ia memasukan logika, estetika, psikologi, filsafat politik, fisika, dan matematika. Secara umum, pembagian bisa dikaji dalam tiga bidang:
1.      Ontologi
2.      Epistemology
3.      Aksiologi
Ciri berpikir secara filosofis adalah dengan sangat berhati-hati. Kejelasan, keruntutan, konsistensi dan sistematika dituntut dalam berfikir filsafat. Berpikir konsisten memiliki ciri, yakni harus runtut atau konsisten terhadap suatu pernyataan atau gagasan lain. Sistematis artinya mengikuti system tertentu. Melihat sesuatu secara menyeluruh juga diharuskan dalam berfirkir filosofis.
Perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama terletak pada ciri berpikir. Berpikir secara filosofis berarti berpikir secara radikal, konsisten, sistematik dan bebas. Perbedaan antara filsafat dnegan ilmu pengetahuan  adalah, jika filsafat mengkaji tentang manusia, maka kajian tentang manusia ini dilakukan secara menyeluruh, sementara ulmu pengetahuan mengkaji manusia dari sisi tertentu. Perbedaan antara filsafat dan agama adalah berdasarkan sumbernya. Filsafat berdasarkan pengalaman dan rasio, sedangkan agama bersumber dari wahyu Tuhan. Walaupun ada perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama, ada persamaan diantara ketiga ini. Ketiganya sama-sama mencari kebenaran walaupun berangkat dari sisi yang berbeda.
Marx B. Woodhouse mengemukakan beberapa syarat untuk belajar filsafat, antara lain:
1.      Keberanian menguji hal kritis yang kita yakini
2.      Kesediaan mengajukan hipotesis dan memberi tanggapan terhadap suatu pernyataan
3.      Kesediaan untuk menepatkan tekad pencarian kebenaran di atas kepuasan diri sendiri  karena telah “menang” dalam suatu perdebatan atau kekecewaan karena “kalah”
4.      Kemampuan untuk memisahkan sikap/pandangan  atau konflik pribadi yang akan membuat kekaburan berpikir dan menghambat diskusi
5.      Keterampilan berfilsafat harus dikembangkan dalam praktik.
6.      Belajar filsafat dan berfilsafat bisa dilakukan dengan membaca karya-karya filsuf dengan sikap kritis.

7.      Dalam berfilsafat atau berpikir hindarilah bersikap kekeuh dengan pendapat pribadi. Perlu argument jelas mengapa setuju dengan suatu teori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar