Oleh: Adrian Renardi – 14140110108
Ontologi adalah salah
satu kajian filosofis yang membahas tentang keberadaan sesuatu bersifat konkret.
Thales, Plato, dan Aristoteles adalah tiga filsuf yang memiliki pandangan
ontologis. Pada masa itu, banyak orang yang belum bisa membedakan antara apa
yang tampak dan apa yang sesungguhnya. Hakikat realitas atau kenyataan dapat
diperdalam secara ontologis berdasarkan dua sudut pandang yaitu kuantitaf dan
kualitatif. Sudut pandang kuantatif, mempertanyakan berdasarkan perhitungan.
Jumlah dengan angka tertentu, tunggal atau jamak, banyak atau sedikit, dsb.
Sudut pandang kualitatif, mempertanyakan berdasarkan kualitas tertentu. Apakah
daun yang memiliki warna kehijauan, apakah bunga mekar dan indah, dsb. Secara
sederhana, ontologi berkenaan dengan ilmu yang mempelajari tentang realitas
atau kenyataan konret yang kritis. Dalam ontologi, terdapat istilah-istilah
terpenting misalkan, yang ada, kenyataan atau realitas, eksistensi, esensi,
substansi, perubahan, tunggal, jamak. Untuk mempelajari tentang apa itu
kebenaran, kita perlu mengusahai hal-hal tersebut karena konsep ini berguna
untuk studi ilmu empiris lain.
Pandangan dunia yang
didasarkan mitos kini telah runtuh. Lahirnya cara pandang yang didasarkan
kenyataan dunia menurut akal sehat. Akal sehat manusia menjelaskan kenyataan
dan mengembangkan bahasa, dari bahasa natural ke bahasa logis. Dengan bahasa
natural, pemikiran manusia tentang realitas dikembangkan dalam kaidah-kaidah
universal menjadi sebuah sistem ilmu pengetahuan teoritis yang dikenal sebagai
metafisika atau filsafat pertama. Perkembangan dari filsafat yang menggunakan
bahasa natural hingga kepada filsafat alam sebenearnya bertujuan sama. Kedua
sama-sama memahami hakikat realitas menurut suatu hukum akan budi yang
universal yaitu ontologi. Hakikat kenyataan yang berbeda-beda menjadi pokok
permasalahan yang harus dijelaskan oleh filsafat.
Konsep metafisika adalah
pencarian pengetahuan munri sebagai pengetauan sejati, yakni pengetahuan
tunggla dan tidak berubah-ubah. Pengetahuan tersebut dinamai Plato sebagai
pengetahuan ideal, ada juga Descartes yang menyebutnya sebagai pengetahuan rasional
dan Kant yang menyebutnya sebagai pengetahuan apriori. Keduanya sama-sama
menekankan pada pengetahuan tentang hakikat realitas yang mengingat kembali
ide-ide (Plato), apa yang menjadi apriori (Kant) di dalam rasio (Descrates).
Pengetahuan metafisik menekankan pada usaha manusia secara terus menerus. Dalam
filsafat modern, idealisme dapat mengatasi pengamatan empiris yang khusus dan
berubah-ubah. Metafisika mengajarkan manusia untuk memiliki pengetahuan dari
sudut pandang universal dan transhistoris.
Dewasa ini, ilmu
pengetahuan dibagi ke dalam tiga kelompok meliputi ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu
sosial budaya, dan ilmu-ilmu terapan. Ilmu alam terdiri dari Fisika, Biologi,
Kimia, Ilmu Bumi, dan masih terdapat sub-ilmu lainnya. Ilmu sosial budaya
terdiri dari Antropologi, Ekonomi, Ilmu Politik, Linguistik, Psikologi,
Sosiologi, Hukum, dan sub-ilmu lainnya. Ilmu terapan sendiri hanya terdiri dari
Ilmu Komputer dan Informatika serta Rekayasa.
Ilmu pengetahuan kini
telah mengalami spesialisasi atau pendalaman. Sub-spesialisasi bahkan
berkembang semakin jauh dari induknya yang semakin membuat tugas etika menjadi
lebih sulit dan menantang dalam memberikan pertimbangan etis. Berbagai ilmu
pengetahuan dalam kita perdalam dan menghasilkan berbagai macam ilmu lain.
Dapat disimpulkan bahwa
ilmu-ilmu berkembang pesat menghasilkan ilmu-ilmu baru. Bila kita spesifik pada
ilmu fisika, yang menarik ialah apa yang diklaim sebagai prinsip-prinsipnya adalah
teori. Teori yang merupakan konsep atau model yang digunakan untuk menjelaskan
fenomena alam. Ilmu pengetahuan yang pasti akan terus berkenaan dengan sudut hakikat
ilmu pengetahuan, yakni epistemologi atau logos (ilmu) tentang episteme
(pengetahuan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar