Senin, 28 Maret 2016

Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Ontologis



Oleh: Adrian Renardi – 14140110108

            Ontologi adalah salah satu kajian filosofis yang membahas tentang keberadaan sesuatu bersifat konkret. Thales, Plato, dan Aristoteles adalah tiga filsuf yang memiliki pandangan ontologis. Pada masa itu, banyak orang yang belum bisa membedakan antara apa yang tampak dan apa yang sesungguhnya. Hakikat realitas atau kenyataan dapat diperdalam secara ontologis berdasarkan dua sudut pandang yaitu kuantitaf dan kualitatif. Sudut pandang kuantatif, mempertanyakan berdasarkan perhitungan. Jumlah dengan angka tertentu, tunggal atau jamak, banyak atau sedikit, dsb. Sudut pandang kualitatif, mempertanyakan berdasarkan kualitas tertentu. Apakah daun yang memiliki warna kehijauan, apakah bunga mekar dan indah, dsb. Secara sederhana, ontologi berkenaan dengan ilmu yang mempelajari tentang realitas atau kenyataan konret yang kritis. Dalam ontologi, terdapat istilah-istilah terpenting misalkan, yang ada, kenyataan atau realitas, eksistensi, esensi, substansi, perubahan, tunggal, jamak. Untuk mempelajari tentang apa itu kebenaran, kita perlu mengusahai hal-hal tersebut karena konsep ini berguna untuk studi ilmu empiris lain.

            Pandangan dunia yang didasarkan mitos kini telah runtuh. Lahirnya cara pandang yang didasarkan kenyataan dunia menurut akal sehat. Akal sehat manusia menjelaskan kenyataan dan mengembangkan bahasa, dari bahasa natural ke bahasa logis. Dengan bahasa natural, pemikiran manusia tentang realitas dikembangkan dalam kaidah-kaidah universal menjadi sebuah sistem ilmu pengetahuan teoritis yang dikenal sebagai metafisika atau filsafat pertama. Perkembangan dari filsafat yang menggunakan bahasa natural hingga kepada filsafat alam sebenearnya bertujuan sama. Kedua sama-sama memahami hakikat realitas menurut suatu hukum akan budi yang universal yaitu ontologi. Hakikat kenyataan yang berbeda-beda menjadi pokok permasalahan yang harus dijelaskan oleh filsafat.

            Konsep metafisika adalah pencarian pengetahuan munri sebagai pengetauan sejati, yakni pengetahuan tunggla dan tidak berubah-ubah. Pengetahuan tersebut dinamai Plato sebagai pengetahuan ideal, ada juga Descartes yang menyebutnya sebagai pengetahuan rasional dan Kant yang menyebutnya sebagai pengetahuan apriori. Keduanya sama-sama menekankan pada pengetahuan tentang hakikat realitas yang mengingat kembali ide-ide (Plato), apa yang menjadi apriori (Kant) di dalam rasio (Descrates). Pengetahuan metafisik menekankan pada usaha manusia secara terus menerus. Dalam filsafat modern, idealisme dapat mengatasi pengamatan empiris yang khusus dan berubah-ubah. Metafisika mengajarkan manusia untuk memiliki pengetahuan dari sudut pandang universal dan transhistoris.

            Dewasa ini, ilmu pengetahuan dibagi ke dalam tiga kelompok meliputi ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial budaya, dan ilmu-ilmu terapan. Ilmu alam terdiri dari Fisika, Biologi, Kimia, Ilmu Bumi, dan masih terdapat sub-ilmu lainnya. Ilmu sosial budaya terdiri dari Antropologi, Ekonomi, Ilmu Politik, Linguistik, Psikologi, Sosiologi, Hukum, dan sub-ilmu lainnya. Ilmu terapan sendiri hanya terdiri dari Ilmu Komputer dan Informatika serta Rekayasa.
           
            Ilmu pengetahuan kini telah mengalami spesialisasi atau pendalaman. Sub-spesialisasi bahkan berkembang semakin jauh dari induknya yang semakin membuat tugas etika menjadi lebih sulit dan menantang dalam memberikan pertimbangan etis. Berbagai ilmu pengetahuan dalam kita perdalam dan menghasilkan berbagai macam ilmu lain.

            Dapat disimpulkan bahwa ilmu-ilmu berkembang pesat menghasilkan ilmu-ilmu baru. Bila kita spesifik pada ilmu fisika, yang menarik ialah apa yang diklaim sebagai prinsip-prinsipnya adalah teori. Teori yang merupakan konsep atau model yang digunakan untuk menjelaskan fenomena alam. Ilmu pengetahuan yang pasti akan terus berkenaan dengan sudut hakikat ilmu pengetahuan, yakni epistemologi atau logos (ilmu) tentang episteme (pengetahuan).
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar