Hakikat filsafat adalah upaya mencari
kebijaksanaan yang mampu mencerahi pengalaman manusia, agar bisa menempatkan
diri dan memainkan peranannya secara tepat di dalam seluruh kompleksitas
pengalaman. Salah satu permasalahan yang menonjol di bidang filsafat, minimal
pada Zaman Yunani Kuno adalah upaya memahami kenyataan yang ditandai oleh
dualitas dari “yang satu” dan “yang banyak”.
Plato kemudian berusaha mendamaikan yang satu
dan yang banyak dengan mencari KASUNYATAN JATI yang mempersatukan gejala-gejala
yang diwarnai oleh multiplisitas. Sang Baik, Sang benar atau Sang indah
dianggap sebagai ide yang menduduki posisi puncak pada tata urutan dunia ide
yang mendasari dan mempersatukan pelbagai ide.
Sedangkan Aristoteles, yang menekankan
kenyataan benda-benda material dunia ini, tidak bisa mengelak dari keharusan
sistemnya untuk menempatkan Premium
Moveus Immobile sebagai awal dan sekaligus menjadi tujuan akhir dari semua
kenyataan.
Satu yang memberi makna kepada pengalaman
yang beranekaragam di dunia ini, peranan filsafat sangatlah dionjolkan. Sebab
hanya filsafatlah yang menjadi satu-satunya jalur menuju ke kasunyatan jati
tersebut.
Sementara di Zaman Yunani Kuno, peranan
filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan sejati, Abad Pertengahan
menyajikan teologi sebagai “rival” utama filsafat dan pergesekan antara
keduanya menyebabkan terjadinya arus bolak-balik dari keyakinan yang lebih
menonjolkan teologi atau pun filsafat. Meskipun begitu, tema-tema teologi
mendominasi pembahasan filsafat. Meskipun filsafat tetap pada jalur upayanya
mencari kesatuan di dalam gejala yang beranekaragam, filsafat tidak bisa
menghindarkan diri dari cengkeraman teologi yang menggariskan Alah sebagai
puncak, causa prima, dan tujuan dari segala jenis keberadaan. Bahkan, ciri khas abad pertengahan ialah
bahwa hampir semua filsuf pada dasarnya adalah teolog. Maka tidak mengherankan
bila sejak saat itu berkembang anggapan bahwa philosophia est incilla theologiae.
Penyelidikan mengenai sebab efisien
memungkinkan manusia mengendalikan alam dan memperluas kekuasaan manusia atas alam,
sementara penyelidikan sebab final tidak menghasilkan apa-apa. Tokoh-tokoh
seperti Kepler dan Galileo meletakkan dasar sains klasik pada Zaman Moderen,
sains model Newton. Maka perkembangan sains moderen sangat memengaruhi
perkembangan filsafat. Kata “moderen” umumnya dimengerti sebagai keputusan dari
masa sebelumnya. Filsafat Moderen sendiri umunya dianggap mulai dengan Rene
Descartes (1596-1650) di Perancis atau dengan Francis Bacon di Inggris.
Namun berbeda dengan Zaman-Zaman sebelumnya,
filsafat ‘kontemporer’ tidak terlalu mudah untuk diidentifikasi ciri khasnya.
Sebab dari waktu ke waktu terjadi pergeseran minat yang semakin cepat.
Sementara filsafat moderen memusatkan perhatiannya pada permasalah-permasalahan
epistemologis, filsafat moderen memustkan perhatiannya pada
permasalahan-permasalahan linguistik-logis.
Terdapat 3 tema Filsafat Analitik:
- Studi tentang peran bahasa di dalam komunikasi dan penalaran.
- Metodelogi (logic of inquiry)
- Logika Formal.
Selanjutnya perlu diingat bahwa dominasi
filsafat analitik di awal abad ini tidaklah mutlak. Sebab di samping filsafat
analitik masih berkembang pelbagai aliran yang tidak boleh dianggap remeh
pengaruhnya. Di antara aliran-aliran yang perlu diperhatikan antara lain
adalah:
·
Pragmatisme, yang menekankan aspek tindakan konkret.
- Fenomenology, yang menekankan metode penyelidikan untuk sampai kepada hakikat objek;
- Eksistensialisme, yang menekankan kenyataan sebagai kenyataan yang dialami dengan segala permasalahan konkretnya;
- Hegelianisme – Marxisme, yang menekankan pentingnya sejarah;
- Filsafat Proses yang menekankan proses sebagai fakta utama yang melibatkan segala aspek pengalaman.
Menurut Feathersome, posmodernisme diambil
dari kata 'posmo' yang memiliki arti 'istilah yang menarik, tetapi sekaligus
menjengkelkan'. Istilah 'posmo' ini seperti filsafat, ingin rasanya menggali
lebih dalam ada apa dibaliknya. Untuk hal ini bisa terjadi, kita harus memiliki
rasa optimisme yang tinggi. Namun, menurut Jean Francois Lyotard optimisme
manusia sudah mati. Mereka hanya mendasarkan diri kepada filsafat dan sains.
Mereka tidak memiliki keinginan untuk menggali lebih dalam dan cukup puas
dengan jawaban yang sudah ada. Ajarang 'posmo' ini tidak bisa terlalu
diperdalam, karena bisa-bisa kita akan terjebak dalam dunia yang dihantui oelh
rasa penasaran yang tinggi.
Filsafat dan
Perannya
Filsafat Yunani Kuno menekankan pentingnya
pemahaman mengenai semesta (kosmos) dengan mencari unsur-unsur,
prinsip-prinsip, atau sebab-sebab pertama yang mempersatukan seluruh kenyataan.
Filsafat Abad pertengahan memfokuskan perhatiannya pada Allah sendiri sebagai
Causa Prima yang memberi keberadaan dan arti bagi pengada-pengada yang lain.
Namun, kungkungan ilmu terhadap filsafat ini
dibarengi oleh gerakan-gerakan lain yang mencoba meletakkan filsafat dalam
konteks yang lebih luas dari pengalaman manusia daripada sekedar menjadi “ancilla
scientiae” (hamba sains).
Fadillah Satrio Pradhana
14140110462
Tidak ada komentar:
Posting Komentar