Hakikat
filsafat adalah upaya mencari kebijakan yang mampu mencerahi pengelaman
manusia, agar bisa mendapatkan diri dan memainkan peranannya secara tepat di
dalam seluruh kompleksitas pengalaman.pada zaman Yunani kuno adalah upaya
memahami kenyataan yang di tandai oleh dualitas dari “yang satu” dan “yang
banyak”. Permasalahannya pra – sokratik, dan mereka mencari bahan utama yang
mendasari segala sesuatu yang ada.
Zaman di
Yunani kuno peran filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan sejati,
Abad Pertanghari menyajikan teologi sebagai rival utama filsafat. Meskipun filsafat
tetap pada jalur upayanya menncari kesatuan di dalam gejala yang
beranekaragaman, filsafat tetap tidak bisa mengindarkan diri dari cengkraman
teologi yang ,emggariskan Allah seagai puncak, causa prima, dan tujuan dari
segala jenis kebenaran. Perkembangan ilmu
(sains) pada abad XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia di
dalam upayanya untuk menyatukan pemahamannya mengenai kenyataan.
Tokoh – tooh seperti
Kopler dan Galiled meletakkan dasar sain klasik pada zaman Modren, sains model
Newton. Perkembangan ini dipacu lebih lagi dengan Zaman akal Budi (The Age of
Reason) yyang ditandai oleh gerakan Enlighrenment/Pencerahan pada abad XVIII. Semangat
umum Enlightenment adalah rasionalistis. Semangat mengandalkan budi dan menjadikan
pusat kenyataan berkembang terus sampai memasuki abad XX.
Sementara filsafat
modren memutuaskan perhatiannya pada permasalahan – permasalahan epistemologis,
filsafat, kontenporer, lebih – lebih di negara – negara berbahasa Inggris. Pertama,
studi mengenai peran bahasa di dalam komunikasi dan pealaran; dan secara khusus
masalah bagaimana mengidentifikasi., mencapai, dan menjain adanya arti makna di
dalam pemakaian bahasa. Meskipun filsafat kontenporer meleaskan diri dari
perhatian filsafat moderen terhadap epistemologi, namun upayanya tetap dicap
sebagai kelanjutan Zaman Moderen yang begitu mengagungkan ilmu sebagai tolok
ukur kebenaran.
Ada aliran –
aliran yang perlu diperhatian antara lain adalah Pragmatsme, Fenomenology, Eksistensialisme,
Hegelianisme Marxisme, Filsafat Proses. Aliran – aliran itu tidak bisa kita
lengkapi dan selidiki satu persatu, tetapi sekedar disebut untuk menunjukkan
aspek-aspek pengalaman yang beranekaragan yang kiranya perlu mendapat perhatian
pula.
Featherstone melukiskan
‘posmoderenisme’ atau disingkat ‘posmo’ sebagai istilah yang menarik, ternyata
membangkitkan keingintahuan dan menggelitik minat banyak pihak untuk
menyimaknya. Istilah ‘posmo’, yang pada awalnya begitu menggelitik
keingintahuan kita, terbalik menjadi hal yang menjengkelkan, karena apa persis
arti dan maunya sangatlah tidak mudah untuk ditangkap. Jean Frncois Lyotard,
salah seorang tokoh posmo, menyatakan bahwa jaman kita di tandai oleh matinya
optimisme manusia, khususnta optimisme model manusia modernis. Di dalam
kenyataan yang irrasional ini, “otoritas akademik yang cukup lama dinikmati
kaum intelektual menjadi beku”, kata Zygmut Bauman.
Di dalam multiplitas
pengalaman yang irasional, manusia kehilangan optimismenya untuk menentukan,
merencanakan dan menegaskan kepribadiannya. Manusia tidak sempat lagi
berefleksi, semua menimpa dirinya dengan kecepatan dan variasi dan yang
mengatasi kemampuannya untuk mensistensiskan semuanya itu di dalam satu subjek
dengan keprebadian tertentu. Oleh karenanya, “individu terpecah – pecah mejadi
kumpulan banyak ‘quasidiri’”, kata Richard Rorty. Semua ini menunjukkan akhir
dari semua kepastian, refren – refren besar dan tujuan dari semua terori
sosial: kenyataan, arti, sejarah, kuasa revolusi, dan ahkan keadaan sosial
sendiri.
Posmo tidak
perlu dianggap mau menyampaikan ajaran, sebab kalu pun kita mencoba menangkap
ajaran yang dianutnya, kemungkinannya kita tertangkap di dalam
nahilisme/skeptisime atau relativusme absolut. Posmo perlu ditanggapi sebagai
penegasan dan pemasyarakatan rambu – rambu yang sudah dipancangkan para
eksistensialis dan pragmatis.
Relativisme abseolut
hanya mematikan manusia sebagai manusia. Sebab keyakinan menganai adanya
relativisme absolut berarti kematian komunikasi dan dialog. Memang benar bahwa
kaum modernis jatuh di dalam ektrem optimisme yang tudak realistis.
Setelah kita
melihat posmo secara kritis danegan menampilkan bahaya yang dihembuskannya,
kita bisa melihat sumbangan positif yang bisa dipetik darinya. Sebelum masyarakat
meyakininya kita harus coba memahami kebenaran yang diyakini oleh kelompok lain
dari dalam sistemnya sendiri, kita perlu mencoba memahami sebelum menilai. Dengan
kata lain dialog merupakan kunci untuk membuka perbendaharaaan kebenaran.
Filsafat Yunani
kuno menekankan pentingnnya pemahaman mengenai semesta (kosmos) dengan mencari
unsur – unsur, prinsip – prinsip, atau sebab – sebab pertama yang mempersatukan
seluruh kenyataan. Abad XIV yang menyaksikan perkembangan sains mulai menggeser
perhatian filsafat ke semesta sendiri sebagai objek penyelidikan dan manusia
sebagai tujuan akhir dari pengembangan pengetahuan mengenai alam semesta. Pasa awal
abad XX berkembang filsafat Analitik yang memfokuskan perhatiannya pada ilmu
dalam arti sempit. Oleh karena itu filsafat sebenarnya mempunyai arena seluruh
pengalaman dan segala hal yang ada.
Nadia Hersanti
14140110232
Tidak ada komentar:
Posting Komentar