Senin, 28 Maret 2016

EPISTEMOLOGI



EPISTEMOLOGI
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Dalam Bahasa Inggris epistemologis disebut sebagai The Theory of Knowledge dan dalam bahasa Indonesia epistemologi disebut filsafat pengetahuan.
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi. Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tak langsung memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan pada hakikatnya segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Macam bagian pengetahuan lain adalah seni dan agama. Pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.
              Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan itu disusun. Ketiga landasan itu saling berkaitan. Jadi ontologi ilmu berkaitan dengan epistemologi ilmu dan selanjutnya aksiologi ilmu.
Pengetahuan dikumpulkan ilmu untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari ditemui manusia. Pengetahuan ilmiah atau dikenal dengan ilmu dapat diibaratkan sebagai alat bagi manusia untuk memecahkan berbagai persolanan yang dihadapinya.
              Seni merupakan bagian lain dari pengetahuan yang mencoba mendeskripsikan gejala dengan sepenuh maknanya. Seni merupakan daya inspirasi dan daya cipta manusia yang bebas dari berbagai cengkraman dan belenggu ikatan. Sedangkan ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. Sedangkan seni tetap bersifat individual dan personal dengan memusatkan perhatiannya pada pengalaman hidup perorangan. Ketidakmungkinan ilmu mengembangkan konsep teoritis yang menyebabkan mengapa sebuah peradapan dengan seni terapan yang tinggi tidak mampu mengembangkan diri dalam bidang keilmuwan. Karena konsep teoritislah yang dijadikan tumpuan untuk mengembahkan pengetahuan ilmiah. Ilmu juga kurang berkembang di kebudayaan timur yang karena aspek kultural lebih mengembangkan berpikir etis dan kearifan dari pada cara berpikir ilmiah.
Gejala pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi, yaitu:
1.      Epistemologi Metafisis yaitu, mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengendaian metafisika tertentu. Epistemologi macam ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut.
2.      Epistemologi skeptis, dalam macam ini kita perlu membuktikan dulu apa yang dapat kita ketahui sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan.
Skeptisisme Descartes adalah skeptisisme metodis. Yakni strategi awal untuk meragukan segala sesuatu, justru dengan maksud agar sampai ke kebenaran yang tak dapat diragukan lagi.
Macam epistemologi ketiga adalah epistimologi kritis. epistimologi ini tidak memperioritaskan metafisika atau epistemologi tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur, dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan, lalu kita tanggapi secara kritis asumsi, prosedur dan kesimpulan tersebut lalu diuji kebenarannya di hadapan pengadilan nalar.
Berikut ini beberapa teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu: 
a.      Teori Korespondensi
 Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatuproposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.
Ujian kebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237).
b.      Teori Koherensi atau Konsistensi
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yang konsisten dengan pernyataan sebelumnya.
c.      Teori Pragmatik
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.
d.      Teori Performatif
 Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis danrasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
e.      Teori Konsensus
 Paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigmadalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.

Disca Magura
14140110421

Tidak ada komentar:

Posting Komentar