Hakikat
filsafat adalah upaya mencari kebijaksanaan yang mampu mencerahi pengalaman
manusia, agar bisa menempatkan diri dan memainkan perannya secara tepat di
dalam seluruh kompleksitas pengalaman. Namun, upaya memahami kenyataan yang
ditandai oleh dualitas dari yang satu dan yang banyak kerap menjadi masalah. Pada
zaman Yunani Kuno, peran filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan
sejati. Sedangkan, Abad Pertengahan menyajikan teologi sebagai rival utama
filsafat. Upaya mencari kesatuan dari gejala kepelbagaian, menemukan jawabnya
didalam Allah yang diimani sebagai asal dan tujuan dari segala-galanya.
Perkembangan
ilmu sains pada abad XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia
di dalam upayanya untuk menyatukan pemahamannya mengenai kenyataan. Di pusat
kesadaran akan pentingnya ilmu, adalah keyakinan yang kental akan kemampuan
akal budi untuk menembus misteri alam dan mengatur kehidupan demi masa depan
yang lebih baik. Perkembangan ini dipacu lebih cepat lagi dengan zaman Akal
Budi (The Age of Reason) yang ditandai oleh gerakan Englightenment/Pencerahan
pada abad XVIII. Semangat umum Enlightenment adalah rasionalistis.
Filsafat
sebenarnya mempunyai arena seluruh pengalaman dan segala hal yang ada. Hanya
saja perhatiannya akan berbeda-beda sesuai dengan minat yang diberikan oleh
filsuf yang mempraktekannya. Luasnya kemungkinan itu bisa ditunjukkan oleh
variasi interpretasi terhadap pengertian filsafat.
Di
dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu kontemporer, filsafat sebaiknya memperlakukan
mereka sebagai bagian dari pengalaman yang perlu dievaluasi secara kritis. Dengan
begitu, filsafat sebagai kritik terhadap pengalaman, termasuk ilmu-ilmu, dan
sebagai upaya membentuk visi yang koheren, logis dan tepat-guna, tidak dapat
dipisahkan satu dari yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar