Senin, 28 Maret 2016

ZAMAN YUNANI KUNO HINGGA AWAL ABAD XX




Hakikat filsafat adalah upaya mencari kebijaksanaan yang mampu mencerahi pengalaman manusia, agar bisa menempatkan diri dan memainkan perannya secara tepat di dalam seluruh kompleksitas pengalaman. Namun, upaya memahami kenyataan yang ditandai oleh dualitas dari yang satu dan yang banyak kerap menjadi masalah. Pada zaman Yunani Kuno, peran filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan sejati. Sedangkan, Abad Pertengahan menyajikan teologi sebagai rival utama filsafat. Upaya mencari kesatuan dari gejala kepelbagaian, menemukan jawabnya didalam Allah yang diimani sebagai asal dan tujuan dari segala-galanya.
Perkembangan ilmu sains pada abad XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia di dalam upayanya untuk menyatukan pemahamannya mengenai kenyataan. Di pusat kesadaran akan pentingnya ilmu, adalah keyakinan yang kental akan kemampuan akal budi untuk menembus misteri alam dan mengatur kehidupan demi masa depan yang lebih baik. Perkembangan ini dipacu lebih cepat lagi dengan zaman Akal Budi (The Age of Reason) yang ditandai oleh gerakan Englightenment/Pencerahan pada abad XVIII. Semangat umum Enlightenment adalah rasionalistis.
Filsafat sebenarnya mempunyai arena seluruh pengalaman dan segala hal yang ada. Hanya saja perhatiannya akan berbeda-beda sesuai dengan minat yang diberikan oleh filsuf yang mempraktekannya. Luasnya kemungkinan itu bisa ditunjukkan oleh variasi interpretasi terhadap pengertian filsafat.
Di dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu kontemporer, filsafat sebaiknya memperlakukan mereka sebagai bagian dari pengalaman yang perlu dievaluasi secara kritis. Dengan begitu, filsafat sebagai kritik terhadap pengalaman, termasuk ilmu-ilmu, dan sebagai upaya membentuk visi yang koheren, logis dan tepat-guna, tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar