Senin, 28 Maret 2016

Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan merupakan cakupan pemikiran, gagasan, dan pemahaman manusia akan dunia dan isinya, termasuk dirinya sendiri dan kehidupan yang dijalani. Pada awalnya, sebelum pengetahuan berkembang, mitos dan pengetahuan pra ilmiah yang menjadi jawaban masalah manusia. Seiring berjalannya waktu, mitos dianggap tidak lagi dapat dapat menyelesaikan masalah tersebut karena dianggap tidak rasional. Pengetahuan ilmiah sendiri hanyalah jenis pengetahuan yang memiliki ciri khusus.
Ilmu dan pengetahuan memiliki perbedaan, ilmu dapat disamakan dengan pengetahuan, tetapi pengetahuan bukanlah ilmu. Sedangkan,  pengetahuan merupakan apa yang diketahui atau hasil pekerjaan dari manusia yang berusaha untuk menjadi tahu. Para prajurit pengetahuan mencari tahu apa yang mereka ketahui melalui kepercayaan, mitos, dan akal sehatnya. Namun, ilmu dicari dengan para prajurit yang sudah mendapatkan pengetahuan sehingga dapat menganalisisnya melalui metode-metode dan akal sehat yang sudah tertata dan terlatih.
Perbedaan mengenai pengetahuan pada umumnya dengan pengetahuan ilmiah dapat dilihat dari tujuan, metode, dan bahasa yang dimilikinya. Pengetahuan umum memiliki tujuan yang dapat digunakan dalam sehari-hari tanpa metode khusus dan diungkapkan dengan bahasa yang ambigu. Sedangkan, pengetahuan ilmiah bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, memperluas pemahaman, mendeskripsikan/interpretasikan/memprediksikan/meretrodiksikan, aplikasi dan kontrol terhadap sesuatu.
Ilmu pengetahuan memiliki ciri tertentu serta cara untuk memperoleh dan membuktikannya. Beerling(1996), dalam Lubis(2015: 68), mengemukakan beberapa ciri, yaitu pengetahuan berlaku umum(universal), mempunyai kedudukan yang mandiri(otonom) dalam pengembangan norma ilmiah, memiliki dasar pembenaran(verifikasi dan falsifikasi), bersifat sistematik, serta bersifat objektif. Pada universalisme sendiri berdasarkan kebenaran ilmu pengetahuan yang melampaui individu sendiri, ruang, waktu, atau tempat teori itu ditemukan. Namun, tidak semua ciri tersebut dapat diterapkan pada masa modern ini. Contohnya, ciri universalisme, dalam ilmu-ilmu sosial, budaya, dan humaniora yang berbeda-beda sesuai dengan waktu dan tempatnya berada.
Dalam mengetahui sebuah ilmu pengetahuan, terdapat macam-macam cara yang dapat digunakan demi menemukan sebuah teori atau kesimpulan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan atau yang disebut metedologi. Metedologi yang dapat digunakan, contohnya metedologi logika.
Menurut Benjamin(1991), filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah dengan sistematis sifat dasar ilmu, metode, konsep, serta asumsi/prasangka, serta posisinya dalam kerangka umum dari berbagai cabang ilmu pengetahuan(Lubis, 2015).
Fokus utama dari bahasan filsafat ilmu pengetahuan sendiri adalah studi mengenai konsep, analisis konsep, dan eksistensi dan rekonstruksi aplikasi untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Kemudian, studi dan justifikasi proses penarikan kesimpulan, studi mengenai keragaman bidang ilmu serta sifat tertentunya, studi mengenai konsekuensi pengetahuan ilmiah dikaitkan dengan realitas dan pemahaman, serta analisis tentang konsep dan masalah yang galibnya digunakan dalam metode ilmiah.
Istilah-istilah penting yang harus dipahami dalam filsafat ilmu pengetahuan, yaitu fakta, konsep, konseptual/operasional, postulat, asumsi, hipotesis, dan teori.
Metode ilmiah adalah hasil penemuan yang telah diusahakan oleh manusia dengan jangka waktu yang panjang. Metode ini didasarkan pada asumsi-asumsi yang diterima begitu saja. Asumsi-asumsi tersebut berkaitan dengan peristiwa atau fenomena yang terjadi berulang-ulang atau terpola, keyakinan bahwa ilmu pengetahuan lebih baik dari kebodohan, pengalaman memberikan dasar yang dapat dipercaya, tatanan kausalitas dalam fenomena alam dan sosial, serta manusia, dan asumsi terkait dengan pengamatan. Asumsi yang terkait dengan pengamatan, antara lain dorongan untuk mendapatkan pengetahuan sebagai alat perbaikan di masa mendatang, penarikan hakikat dari fenomena yang dimiliki, serta masyarakat ilmiah mendukung metode empiris sebagai dasar penemuan ilmu pengetahuan.
Popper, dalam Lubis(2015: 80-81), tidak membedakan antara epistemology dengan filsafat ilmu pengetahuan. Ini dikarenakan adanya batas-batas yang tidak jelas antara kriteria ilmu dan non-ilmu. Ilmu pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
1.     Ilmu yang mempelajari strata fisio-kimiawi (ilmu alam, kimia, geologi, astronomi, teknik, dll)
2.     Ilmu yang mempelajari strata biotik/organsme hidup (ilmu hayat, pertanian, kehutanan, pertenakan, dan medis)
3.     Ilmu yang mempelajari strata psikis (persepsi, naluri, emosi, kognisi, afeksi, dan motivasi) dan tingkah laku manusia.
4.     Ilmu yang mempelajari strata khusus manusia (makhluk uni dan multidimensional)

Banyak tokoh, pemikir, atau ilmuwan yang melahirkan pandangan mengenai ilmu pengetahuan baru, seperti Francis Bacon, Copernicus, Galileo, Newton, dan Rene Descartes. Bacon menekankan kepentingan akan metode baru atau metode ekperimen, Copernicus terkenal dengan revolusi Copernicannya yang menyatakan bahwa bumi dan planet-planet mengelilingi matahari. Glileo dan Newton memperkuat gagasan Copernicus, Galileo menggunakan teleskop dalam observasinya terhadap gerakan planet. Sedangkan, Newton mengemukakan teori gravitasi dengan perhitungan kalkulus dan optik. Tokoh selanjutnya, Rene Descartes, mengemukakan metodenya yang berkeyakinan bahwa manusia dapat mengembangkan metodenya dan menjadi pemilik alam. Ia terkenal sebagai Bapak Pemikir Modern, karena membawa revolusi Cartesian dengan pemikiran, “Saya berpikir, maka saya ada”.

ADHYRA RAMADIANI
14140110360

Tidak ada komentar:

Posting Komentar