Demi suatu kesan kadang kita menutupi kenyataan yang
sebenarnya. Seperti itulah yang terjadi, bahkan mungkin sudah menjadi program
kerja kita: menampilkan diri secara baik, agar mendapatkan kesan baik.
Munculnya Sebuah Kesan
Kesan
sangat mempengaruhi penilaian. Ketertarikan pada seseorang sering ditentukan
oleh kesan ketika melihat orang tersebut. Kesan menentukan persepsi orang dalam
menilai dan menanggapi sesuatu, bahkan sikap kita terhadap sesuatu juga ikut dipengaruhi
oleh kesan yang kita dapatkan. Kesan yang kita berikan atas penampilan atau
sikap yang ditampakkan oleh orang lain, menjadi kriteria penilaian atau
presepsi kita atas orang itu. Akibatnya, setiap melihat orang itu, langsung
presepsi kita muncul dan secara apriori menjadi kerangka penilaian kita.
Kesan itu
akan menentukan penilaian dan persepsi, maka lalu ada kecenderungan untuk mau
dianggap dan dinilai baik oleh orang lain. Kesan yang baik itu atas seseorang
akan bisa menumbuhkan sikap baik, penghargaan atau penghormataan padanya. Permasalahan
yang muncul adalah bahwa kesan akan sesuatu lebih didasarkan pada segi
penampilan atau segi visual. Kalau penampilannya baik, akan dikatakan baik.
Kalau secara visual terlihat tertib, akan dikatakan tertib. Melihat pada segi
penampilan atau hanya secara visual saja memang tidak jelek. Namun, kalau kita
hanya berhenti pada yang visual saja, akan bisa membuat kesan kita tentangnya
tidak sepenuhnya tepat. Bahwa terlihat tertib, tidak bisa begitu saja dikatakan
memang tertib, bisa jadi karena takut akan ancaman sanksi lalu orang terpaksa
menjadi tertib.
Kesan kita
muncul dari apa yang kita lihat secara sepintas. Penglihatan sepintas belum
bisa memberikan gambaran tentang kenyataan yang sebenarnya. Merupakan suatu
masalah pula kalau kesan yang kita dapatkan terlalu dipengaruhi oleh unsur
kepentingan. Kesan kita akan suatu penampilan visual seringkali tergantung pada
perasaan yang tumbuh pada saat kita melihat penampilan itu. Rasa kagum dan
bangga akan data statistik keberhasilan pembangunan kadang akan membuat kita
berkomentar lantang dimana-mana bahwa program pembangunan berhasil. Kekaguman
dan kebanggan muncul, tanpa mempersoalan kembali apakah data itu valid dan
betapa angka, statistik dan grafik punya potensi besar untuk menipu, karena
tidak bisa secara persis menggambarkan kenyataan yang sebenarnya, kenyataan
yang hidup dalam proses. Bahkan tak jarang kesan diambil dari data dan fakta
yang dipilih berdasarkan factor like-dislike, atau berdasarkan unsur kepentingan
tertentu.
Kesan
diperlukan untuk memberikan suatu gambaran tertentu. Kesan baik akan
menumbuhkan gambaran yang baik. Senyum yang ramah akan membuat orang menduga
bahwa orang itu ramah dan supel bergaul. Tentu di balik motif itu adalah
kepentingan untuk bisa mendapatkan keuntungan di baliknya.
Kesan dan Kenyataan
Kesan belum
tentu menggambarkan kenyataan. Kesan tetap sesuatu yang penting dan diperlukan.
Karena kita mempunyai kesan akan realitas. Kita sudah mempunyai hipotesa
sebagai titik pajak dalam usaha mengamati realitas. Kesan memang diperlukan.
Namun, tidak sembarang kesan bisa berguna, karena kesan yang semu akan bisa
membuat penggambaran realitas yang semu pula. Untuk itu terhadap sebuah kesan
yang kita dapatkan pun kita harus perlu hati-hati dan secara sehat mewaspadai
dan bersikap kritis terhadapnya.
Yang mau
dikatakan adalah jangan hanya berhenti pada kesan. Jangan hanya puas dengan
hipotesa. Kalau hanya dengan sebuah kesan lalu kita merasa sudah mengenal
realitas, maka kita mengingkari sifat realitas yang holistis. Kompleks dan
multidimensi. Karenanya kesan yang kita punyai perlu dihadapkan pada kenyataan
sebenarnya. Untuk itu prinsip pertama yang perlu dipegang adalah jangan terlalu
percaya pada pengamat visual
Muhammad Andika Adistra
14140110384
Tidak ada komentar:
Posting Komentar