Filsafat
merupakan upaya mencari kebijaksanaan yang mampu mencerahi pengalaman manusia,
agar dapat menempatkan diri dan memainkan perannya secara tepat dalam
kompleksitas pengalaman. Salah satu permasalahan hingga saat ini adalah upaya
memahami kenyataan yang ditandai oleh dualitas dari ‘yang satu’ dan ‘yang
banyak’. Keanekaragaman menyiratkan adanya kesatuan antara mereka. Permasalahan
yang satu dan yang banyak dimulai dari keyakinan para pemikir pra-Socrates,
mereka pun mencari dasar segala sesuatu yang ada. Plato kemudian berusaha
mendamaikan yang satu dan yang banyak dengan Kasunyatan Jati yang dapat
mempersatukan gejala multiplisitas. Terpusatnya perhatian akan upaya mencari
kesatuan dari multiplisitas gejala alam, rupanya waktu itu merupakan kenyataan
yang begitu mempesona dan menantang olah pikir untuk mencari maknanya.
Di zaman Yunani Kuno, peran filsafat
memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan sejati, Abad pertengahan, menyajikan
teologi sebagai musuh utama filsafat. Bahkan ciri khas Abad Pertengahan adalah
hampir semua filsuf pada dasarnya adalah teolog.
Perkembangan ilmu sains pada abad
XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia di dalam upayanya
untuk menyatukan pemahamannya mengenai kenyataan. Para filsuf mulai mengalihkan
perhatian mereka dari teologi dan budaya Abad Pertengahan ke alam yang
diselidiki untuk dimanfaatkan demi kepentingan manusia. Tokoh seperti Kepler dan
Galileo meletakkan dasar sains klasik pada Zaman Modern, sains model Newton.
Dipusat kesadaran akan pentingnya
ilmu, adalah keyakinan yang kental akan kemamuan akal budi untuk menembus
misteri alam dan mengatur kehidupan demi masa depan yang lebih baik. Fokus
perhatian digeser darri teologi yang menempatkan Tuhan sebagai pusat segalanya
ke manusia dengan akal budinya sebagai penentu pencaturan pengalaman.
Perkembangan ini dipacu lebih cepat lagi dengan Zaman Akal Budi yang ditandai
oleh gerakan Enlightenment/Pencerahan pada abad XVII, dengan semangat
rasionalistis. ‘Budi’ di sini dimaksudkan sebagai budi yang tidak dihalangi
oleh iman akan pewahyuan, kebiasaan dan institusi. Gerakan ini berkembang
melalui abad XIX.
Semangat itu terus berkembang hingga
memasuki abad XX, yang pada umumnya lebih dikenal sebagai Zaman Kontemporer.
Filsafat modern memusatkan perhatiannya pada permasalahan epistemologis
sedangkan filsafat kontemporer lebih memusatkan perhatiannya pada filsafat
analitik. Terdapat tiga tema yang menjadi perhatian filsafat analitik, pertama,
studi mengenai peran bahasa di dalam komunikasi dan penalaran sekaligus
bagaimana mengidentifikasi, mencapai, dan menjamin adanya artimakna dalam
penggunaan bahasa, kedua, penyelidikan mengenai metodologi untuk mencapai
keyakinan yang benar dan klaim yang valid terhadap pengetahuan, ketiga,
penyelidikan filosofis mengenai logika formal alternatef dalam bentuk yang
modern.
Postmodernisme dan Tanggapan Terhadapnya
Postmodernisme dianggap sebagai
istilah yang menarik tetapi juga menjengkelkan maknanya. Postmodernisme ini
biasa disingkat posmo, adalah serta merta membangkitkan keingintahuan dan
menggelitik minat banyak pihak untuk menyimaknya. Yang berawal dari
keingintahuan dapat berbalik menjadi menjengkelkan karena arti persisnya sangat
tidak mudah untuk dimengerti.
Filsafat dan Perannya
Filsafat pada Abad Pertengahan
memfokuskan perhatiannya pada Tuhan sebagai Causa Prima yang memberi keberadaan
dan arti bagi pengada yang lainnya. Abad XIV mulai menggeser perhatiannya dari
filsafat ke semesta sendiri sebagai objek penyelidikan dan manusia sebagai
tujuan akhir dari pengembangan pengetahuan mengenai alam semesta. Filsafat Modern
memfokuskan perhatiannya pada hakikat pengetahuan yang dicapai oleh budi
manusia. Sedangkan pada awal abad XX berkembang filsafat analitik yang
memfokuskan perhatiannya pada ilmu dalam arti sempit.
Oleh : Ghesilia Gianty
NIM : 14140110386
Tidak ada komentar:
Posting Komentar