Senin, 28 Maret 2016

KENYATAAN SEBENARNYA dan KESAN SEPINTAS

Demi suatu kesan kadang kita menutupi kenyataan yang sebenarnya. Demi suatu kesan cantik, kadang kita memakai make-up atau operasi plastik yang mencoba memulas wajah yang sebenarnya. Demi dianggap sebagai orang ramah, seringkita memasang senyum kepada banyak orang.  Seperti itulah yang terjadi, bahkan mungkin sudah menjadi program kerja kita: menampilkan diri secara baik, agar mendapatkan kesan baik.

Munculnya Sebuah Kesan
Kesan sangat memengaruhi penilaian. Ketertarikan pada seseorang sering ditentukan oleh kesan ketika melihat orang tersebut. Kesan menentukan persepsi orang dalam menilai dan menanggapi sesuatu, bahkan sikap kita terhadap sesuatu juga ikut dipengaruhi oleh kesan yang kita dapatkan.

Mengamati wajah orang yang selalu bicara dengan mata yang berbinar-binar akan bisa menumbuhkan kesan kagum bahwa orang itu amat pandai dan kreatif. Kesan akan muncul ketika melihat penampilan atau sikap yang ditunjukkan orang lain.

Kesan diperlukan untuk memberikan suatu gambaran tertentu. Kesan baik akan menumbuhkan gambaran yang baik. Senyum yang ramah akan membuat orang menduga bahwa orang itu ramah dan supel bergaul. Kiranya itulah salah satu motif dasar mengapa orang ingin memberikan kesan baik. Tentu di balik motif itu adalah kepentingan untuk bisa mendapatkan keuntungan di baliknya.

Kesan dan Kenyataan
Kesan belum tentu menggambarkan kenyataan. Jika kita hanya berpegang teguh pada kesan, apalagi kesan siklas, bisa membuat pengamatan, persepsi dan penilaian kita menjadi tidak tepat. Karena tidak memahami kenyataan yang sebenarnya.

Kesan sepintas secara visual sama seperti orang-orang melihat foto. Foto seorang penguasa atau penguasa memberikan sumbangan sosial yang dimuat media massa memberikan kesan bahwa beliau itu berjiwa sosial dan mempunyai sikap solidaritas yang tinggi, akibatnya persepsi atau gambaran lain tentang tokoh tersebut bisa hapus.

Karenanya jangan terlalu berpegang teguh pada kesan yang sudah kita miliki. Kesan bukanlah sesuatu yang dogmatis. Karena kesan bisa menjadi konsep apriori dalam menilai sesuatu, maka kesan dogmatis bisa membutakan. Realitas bukanlah sesuatu yang statis, realitas selalu berubah. Jika kesan apriori tidak pernah berubah, maka pengamatan akan realitas yang berubah menjadi tidak tepat.

Fadillah Satrio Pradhana

14140110462

Tidak ada komentar:

Posting Komentar