Posmoderenisme Dan Tanggapan Terhadapnya
Posmoderenisme
atau disingkat posmo sebagai istilah yang menarik, tetapi menjengkelkan kalau
ditangkap maknanya. Jean Francois Lyotard, seorang tokoh posmo menyatakan bahwa
jaman kita ditandai oleh matinya optimism manusia, kususnya optimism model
manusia modernis. Optimism manusia yang dihembuskan oleh modernism dinilai
kosong tanpa bukti. Manusia modernis percaya bisa memperkembangkan ilmu
objektif, moralitas dan hukum universal, seni mandiri dengan hukumnya yang
kental. Tetapi bagi Lyotard, keyakinan manusia modernis adalah isapan jempol
belaka. Manusia terperangkap di budaya dan masyarakat tertentu dengan tata
nilai yang berbeda-beda. Tidak adala lagi batasan tegas antara seni halus dan
kasar. Masing-masing punya standart penilaian yang tidak bisa dilebur dalam tolak
ukur yang umum. Para kaum intelektual mengalami krisis satus dan krisis
identitas. Mereka tidak lagi diakui sebagai komandan yang bisa menganalisis
situasi, membuat sistem-sistem pemahaman dan menganjurkan langkah-langkah
tindakan demi terwujudnya tujuan akhir yang rasional. Mereka tidak bisa
diproyekkan, tidak bisa ditata dan diatur secara akademis sistematis.
Jean
Baudrillard menyajikan sebauah narasi mengenai akhir dari era modernitas yang
didominasi oleh produkasi dan kapitalisme industrial, dan kemudian disusul
dengan kedatangan era postmodernitas dan kapitalisme industrial, dan kemudian
disusuldengan kedatangan era postmoderenitas dan postindustrial yang terdiri
dari simulasi-simulasi, hyperalitas, implosi dan bentuk-bentuk baru teknologi
budaya dan maysarakat. Sementara moderenitas ditandai oleh proses difrensiasi
yang semakin berkembang dari bidang-bidang kehidupan dengan fragmentasi social
dan alienasi, posmo merupakan proses dediferensiasi. Semua yang menganggap
postmoderenisme sebagai teori kritis atau analisis budaya atau sebagai upaya
untuk menghasilkan suatu pemahaman sosiologis, pasti gagal. Sebab upaya
tersebut tidak bisa menghindarkan totalisasi, sistemisasi dan legitimasi
menurut pengkisahan akbar yang cacat kata Featherstone. Bahkan terdengar
peringatan keras agar kita tidak usah mencoba mempimpikan pengertian, kesatuan
dan keutuhan pengalaman. Apakah itu tidak menjengkelkan? Dari pengertian
tersebut kiranya jelas bahwa posmo tidak perlu dianggap mau menyampaikan
ajaran.
Relarivisme
absolut juga hanya mematikan manusia sebagai manusia sebab keyakinan mengenai
adanya relativisme absolut berarti kematian komunikasi dan dialog. Memang benar
bahwa kaum moderenis jatuh di dalam ekstrem optimism yang tidak realistis. Kaum
ekstensialis, misalnya Sarte dan Kierkgaard, sudah mengingatkan kita bahwa
manusia adalah makluk yang belum selesai, kita selalu berkembang dan tidak
pernah mampu membekukan pengalaman kita di dalam konsep dan sistem pengetahuan
yang utuh dan pasti bisa dikoreksi. Posmo memperingatkan kita akan merebaknya
kebhinekaan, baik melalui kesadaran akan beranekanya masyarakat dengan
paradigmanya masing-masing maupun dengan perkembangan llmu yabg semakin
mengarah ke spesialisasi yang semakin rumit dengan jargon dan bahasanya yang
khas. Keyakinan yang kit aperoleh melalui masyarakat atau bidang
pengalaman/pengetahuan tertentu juga tidak boleh dengan cepat dipergunakkan
untuk mengadili keyakinan masyarakat atau bidang pengalaman/pengetahuan yang
lain.
Filsafat dan perannya
Peran
filsafat pada umumnya, serta kedudukannya di antara ilmu-ilmu kotemporer. Dari
sejarah kita melihat terjadinya pergeseran focus dari jaman ke jaman. FIlsafat
yunani kuni menekankan pentingnya pemahaman mengenai semesta (kosmos) dengan
mencari unsur-unsur, prinsip-prinsip, atau sebab-sebab utaman yang
mempersatukan seluruh kenyataan. Filsafat pada abad pertengahan memfokuskan
perhatiannya kepada Allah sendiri
sebagai causa prima yang memberi keberadaan dan arti bagi pengada-pengada yang
lain. Abad XIV yang menyaksikan perkembangan sains mulai menggeser perhatian
filsafat semesta sendiri sebagai objek penyelidikan dan manusia sebagai tujuan
akhir dari pengembangan mengenai alam semesta. Perkembangan ini mengandaikan
kemampuan budi untuk memahami kenyataan. Maka filsafat modern memfokuskan
perhatiannya kepada hakikat pengetahuan yang dicapai oleh budi manusia. Maka
pada awal abad ke XX berkembang filsafat yang bersifat analitik yang
memfokuskan perhatiannya pada ilmu dalam arti sempit.
Oleh
sebab itu filsafat sebenarnya mempunyai arena seluruh pengalaman dan segala hal
yang ada. Hanya saja focus perhatian tentu saja akan berbeda-beda sesuai dengan
minat yang diberikan filsuf dan mempraktekannya. Dengan demikian filsafat tidak
meninggalkan hakikat panggilan mereka di dalam mencari kebijaksanaan hidup.
Kebijaksanaan hanya bisa tercapai bila orang memiliki sikap kritis di dalam
menilai pengalamannya.
Ilmu Pengetahuan Dalam Prespektif Ontologis
Ontologi merupakan salah satu kajian filosofis yang paling
kuno oleh para filsuf Yunani. Thales, Plato dan Aristoteles. Belum banyak orang
bisa membedakan antara apa yang tampak dan apa yang sesungguhnya. Sudut pandang
kuantitatif dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak? Kedua
sudut pandang kualitatif, mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut
memiliki kualitas tertentu, seperti daun yang memiliki warna kehijauan, bunga
mawar yang berbau harum. Ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret
secara kritis realisme, naturalism, dan empirisme yang ada (being), kenyataan
atau realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence), substansi
(substance), perubahan (change), tunggal (one), dan jamak (many). Runtuhnya caar
pandang dunia yang didasarkan pada mitos-mitos, dipengaruhi oleh lahirnya cara
pandang yang mulai mendasarkan penjelasan kenyataan dunia menurut akal sehat. Ilmu-ilmu
alam kemudian memanfaatkan bahasa formal untuk mengungkap hakikat kenyataan
menurut akal sehat dengan menggunakan logika dan matematika sehingga
pernyataan-pernyataan yang dibuatnya jelas dan distingtif (clear and distinct-clara et distincta) terhadap apa yang
dibicarakan dan bedanya dengan hal-hal yang lain. Konteks metafisika adalah
pengetahuan murni sebagai pengetahuan sejati, yakni pengetahuan tunggal dan
tidak berubah-ubah, pengetahuan ideal, dan pengetahuan rasional. Apriori pengetahuan
tentang hakikat realitas dengan mengingat kembali ide-ide (Plato) apa yang akan
menjadi apriori (Kant) didalam rasio (Descartes). Dalam filsafat modern, idealism,
rasionalisme, dan apriorisme disebut pengetahuan
transendental karena mengatasi pengamatan empiris yang bersifat khusus dan
berubah-ubah. Konteks fisika adalah pengalaman yang berubah-ubah,
partikularistik, dan historis yang diperoleh melalui pengalaman sebagai data
indrawi. Dalam ilmu pengetahuan modern, empirisme dan positivism merupakan
kedua cara pandang yang saling melengkapi karena pengalaman empiris
menyediakan data indawi bagi manusia
untuk memanfaatkan kehendak bebasnya secara rasional mengolah pengalaman
menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia. Bagi ilmuan empiris,
metafisika merupakan pernyataan yang mabigu, tidak jelas, dank arena itu tidak
ilmiah. Keraguan akan metafisika dimulai pada awal normalisme dan berkembang
hingga Renaisans dan mencapai puncaknya dalam abad XVII dalam revolusi ilmu
pengetahuan yang berawal pada penemuan kopern;kus. Ilmu alam fisika, biologi,
kimia, ilmu bumi, ilmu social budaya, dan ilmu terapan.
Dari spesialisasi ke sub-spesialisasi perkembangan ilmu dewasa ini telah mengalami
spesialisasi, sub-spesialisasi yang semakin jauh dari induknya, sehingga tugas
etika menjadi semakin sulit dan menantang untuk memberikan pertimbangan etis
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin bersifat super-spesialis. Kimia
memanfaatkan konsep-konsep fisika untuk menjelaskan fenomena dari segi susunan,
energy, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam materi. Sering ilmu kimia
dipandang sebagai dasar fisika, karena kimia berhubungan dengan hukum-hukum
fisika dalam mempraktikan ilmu-ilmu yang lain seperti: biologi, ilmu bumi,
astronomi, dan ilmu material hasilnya ilmu-ilmu alam dalam ragam yang luas
dihubungkan dengan kimia.
Ilmu bumi adalah ilmu tentang planet bumi sebagai
satu-satunya planet yang memiliki kehidupan diatasnya seperti siklus aits dan
proses transpirasi, air mineral, air permukaan, es, oseanologi, geologi,
agrofisika, ilmu tanah, struktur tektonik bumi, morfologi, geofisika,
sismologi, gunung, gunung api, formasi fosil, atmosfir bumi, meteologi, udara,
klimatologi, iklim dan kepurbakalaan. Penggambaran di atas mengenai ilmu kimia
dan ilmu bumi diketahui bahwa fisika memainkan peran sebagai dasar pengembangan
ilmu-ilmu tersebut. Penjelasan ilmu-ilmu alam, seperti: biologi, kimia, dan
geologi menggunakan hukum-hukum fisika. Dapat
disimpulkan bahwa melalui fisika, ilmu-ilmu alam berkembang pesat dan semua ilmu
baru dianggap sebagai ciri ilmiah apabila dibahaskan menurut prinsip-prinsip
fisika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar