Senin, 28 Maret 2016

Posmoderenisme Dan Tanggapan Terhadapnya

Posmoderenisme Dan Tanggapan Terhadapnya
                Posmoderenisme atau disingkat posmo sebagai istilah yang menarik, tetapi menjengkelkan kalau ditangkap maknanya. Jean Francois Lyotard, seorang tokoh posmo menyatakan bahwa jaman kita ditandai oleh matinya optimism manusia, kususnya optimism model manusia modernis. Optimism manusia yang dihembuskan oleh modernism dinilai kosong tanpa bukti. Manusia modernis percaya bisa memperkembangkan ilmu objektif, moralitas dan hukum universal, seni mandiri dengan hukumnya yang kental. Tetapi bagi Lyotard, keyakinan manusia modernis adalah isapan jempol belaka. Manusia terperangkap di budaya dan masyarakat tertentu dengan tata nilai yang berbeda-beda. Tidak adala lagi batasan tegas antara seni halus dan kasar. Masing-masing punya standart penilaian yang tidak bisa dilebur dalam tolak ukur yang umum. Para kaum intelektual mengalami krisis satus dan krisis identitas. Mereka tidak lagi diakui sebagai komandan yang bisa menganalisis situasi, membuat sistem-sistem pemahaman dan menganjurkan langkah-langkah tindakan demi terwujudnya tujuan akhir yang rasional. Mereka tidak bisa diproyekkan, tidak bisa ditata dan diatur secara akademis sistematis.
                Jean Baudrillard menyajikan sebauah narasi mengenai akhir dari era modernitas yang didominasi oleh produkasi dan kapitalisme industrial, dan kemudian disusul dengan kedatangan era postmodernitas dan kapitalisme industrial, dan kemudian disusuldengan kedatangan era postmoderenitas dan postindustrial yang terdiri dari simulasi-simulasi, hyperalitas, implosi dan bentuk-bentuk baru teknologi budaya dan maysarakat. Sementara moderenitas ditandai oleh proses difrensiasi yang semakin berkembang dari bidang-bidang kehidupan dengan fragmentasi social dan alienasi, posmo merupakan proses dediferensiasi. Semua yang menganggap postmoderenisme sebagai teori kritis atau analisis budaya atau sebagai upaya untuk menghasilkan suatu pemahaman sosiologis, pasti gagal. Sebab upaya tersebut tidak bisa menghindarkan totalisasi, sistemisasi dan legitimasi menurut pengkisahan akbar yang cacat kata Featherstone. Bahkan terdengar peringatan keras agar kita tidak usah mencoba mempimpikan pengertian, kesatuan dan keutuhan pengalaman. Apakah itu tidak menjengkelkan? Dari pengertian tersebut kiranya jelas bahwa posmo tidak perlu dianggap mau menyampaikan ajaran.
                Relarivisme absolut juga hanya mematikan manusia sebagai manusia sebab keyakinan mengenai adanya relativisme absolut berarti kematian komunikasi dan dialog. Memang benar bahwa kaum moderenis jatuh di dalam ekstrem optimism yang tidak realistis. Kaum ekstensialis, misalnya Sarte dan Kierkgaard, sudah mengingatkan kita bahwa manusia adalah makluk yang belum selesai, kita selalu berkembang dan tidak pernah mampu membekukan pengalaman kita di dalam konsep dan sistem pengetahuan yang utuh dan pasti bisa dikoreksi. Posmo memperingatkan kita akan merebaknya kebhinekaan, baik melalui kesadaran akan beranekanya masyarakat dengan paradigmanya masing-masing maupun dengan perkembangan llmu yabg semakin mengarah ke spesialisasi yang semakin rumit dengan jargon dan bahasanya yang khas. Keyakinan yang kit aperoleh melalui masyarakat atau bidang pengalaman/pengetahuan tertentu juga tidak boleh dengan cepat dipergunakkan untuk mengadili keyakinan masyarakat atau bidang pengalaman/pengetahuan yang lain.
Filsafat dan perannya
                Peran filsafat pada umumnya, serta kedudukannya di antara ilmu-ilmu kotemporer. Dari sejarah kita melihat terjadinya pergeseran focus dari jaman ke jaman. FIlsafat yunani kuni menekankan pentingnya pemahaman mengenai semesta (kosmos) dengan mencari unsur-unsur, prinsip-prinsip, atau sebab-sebab utaman yang mempersatukan seluruh kenyataan. Filsafat pada abad pertengahan memfokuskan perhatiannya kepada Allah  sendiri sebagai causa prima yang memberi keberadaan dan arti bagi pengada-pengada yang lain. Abad XIV yang menyaksikan perkembangan sains mulai menggeser perhatian filsafat semesta sendiri sebagai objek penyelidikan dan manusia sebagai tujuan akhir dari pengembangan mengenai alam semesta. Perkembangan ini mengandaikan kemampuan budi untuk memahami kenyataan. Maka filsafat modern memfokuskan perhatiannya kepada hakikat pengetahuan yang dicapai oleh budi manusia. Maka pada awal abad ke XX berkembang filsafat yang bersifat analitik yang memfokuskan perhatiannya pada ilmu dalam arti sempit.
                Oleh sebab itu filsafat sebenarnya mempunyai arena seluruh pengalaman dan segala hal yang ada. Hanya saja focus perhatian tentu saja akan berbeda-beda sesuai dengan minat yang diberikan filsuf dan mempraktekannya. Dengan demikian filsafat tidak meninggalkan hakikat panggilan mereka di dalam mencari kebijaksanaan hidup. Kebijaksanaan hanya bisa tercapai bila orang memiliki sikap kritis di dalam menilai pengalamannya.
Ilmu Pengetahuan Dalam Prespektif Ontologis
Ontologi merupakan salah satu kajian filosofis yang paling kuno oleh para filsuf Yunani. Thales, Plato dan Aristoteles. Belum banyak orang bisa membedakan antara apa yang tampak dan apa yang sesungguhnya. Sudut pandang kuantitatif dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak? Kedua sudut pandang kualitatif, mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum. Ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis realisme, naturalism, dan empirisme yang ada (being), kenyataan atau realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence), substansi (substance), perubahan (change), tunggal (one), dan jamak (many). Runtuhnya caar pandang dunia yang didasarkan pada mitos-mitos, dipengaruhi oleh lahirnya cara pandang yang mulai mendasarkan penjelasan kenyataan dunia menurut akal sehat. Ilmu-ilmu alam kemudian memanfaatkan bahasa formal untuk mengungkap hakikat kenyataan menurut akal sehat dengan menggunakan logika dan matematika sehingga pernyataan-pernyataan yang dibuatnya jelas dan distingtif (clear and distinct-clara et distincta) terhadap apa yang dibicarakan dan bedanya dengan hal-hal yang lain. Konteks metafisika adalah pengetahuan murni sebagai pengetahuan sejati, yakni pengetahuan tunggal dan tidak berubah-ubah, pengetahuan ideal, dan pengetahuan rasional. Apriori pengetahuan tentang hakikat realitas dengan mengingat kembali ide-ide (Plato) apa yang akan menjadi apriori (Kant) didalam rasio (Descartes). Dalam filsafat modern, idealism, rasionalisme, dan apriorisme disebut pengetahuan transendental karena mengatasi pengamatan empiris yang bersifat khusus dan berubah-ubah. Konteks fisika adalah pengalaman yang berubah-ubah, partikularistik, dan historis yang diperoleh melalui pengalaman sebagai data indrawi. Dalam ilmu pengetahuan modern, empirisme dan positivism merupakan kedua cara pandang yang saling melengkapi karena pengalaman empiris menyediakan  data indawi bagi manusia untuk memanfaatkan kehendak bebasnya secara rasional mengolah pengalaman menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia. Bagi ilmuan empiris, metafisika merupakan pernyataan yang mabigu, tidak jelas, dank arena itu tidak ilmiah. Keraguan akan metafisika dimulai pada awal normalisme dan berkembang hingga Renaisans dan mencapai puncaknya dalam abad XVII dalam revolusi ilmu pengetahuan yang berawal pada penemuan kopern;kus. Ilmu alam fisika, biologi, kimia, ilmu bumi, ilmu social budaya, dan ilmu terapan.
Dari spesialisasi ke sub-spesialisasi  perkembangan ilmu dewasa ini telah mengalami spesialisasi, sub-spesialisasi yang semakin jauh dari induknya, sehingga tugas etika menjadi semakin sulit dan menantang untuk memberikan pertimbangan etis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin bersifat super-spesialis. Kimia memanfaatkan konsep-konsep fisika untuk menjelaskan fenomena dari segi susunan, energy, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam materi. Sering ilmu kimia dipandang sebagai dasar fisika, karena kimia berhubungan dengan hukum-hukum fisika dalam mempraktikan ilmu-ilmu yang lain seperti: biologi, ilmu bumi, astronomi, dan ilmu material hasilnya ilmu-ilmu alam dalam ragam yang luas dihubungkan dengan kimia.

Ilmu bumi adalah ilmu tentang planet bumi sebagai satu-satunya planet yang memiliki kehidupan diatasnya seperti siklus aits dan proses transpirasi, air mineral, air permukaan, es, oseanologi, geologi, agrofisika, ilmu tanah, struktur tektonik bumi, morfologi, geofisika, sismologi, gunung, gunung api, formasi fosil, atmosfir bumi, meteologi, udara, klimatologi, iklim dan kepurbakalaan. Penggambaran di atas mengenai ilmu kimia dan ilmu bumi diketahui bahwa fisika memainkan peran sebagai dasar pengembangan ilmu-ilmu tersebut. Penjelasan ilmu-ilmu alam, seperti: biologi, kimia, dan geologi  menggunakan hukum-hukum fisika. Dapat disimpulkan bahwa melalui fisika, ilmu-ilmu alam berkembang pesat dan semua ilmu baru dianggap sebagai ciri ilmiah apabila dibahaskan menurut prinsip-prinsip fisika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar