Senin, 28 Maret 2016

Kenyataan Sebenarnya dan Kesan Sepintas



Kenyataan Sebenarnya dan Kesan Sepintas
Ditulis oleh T. Krispurwana Cahyadi
Review Paper

Oleh: Adrian Renardi – 14140110108
           
            Suatu kesan akan menutupi suatu kenyataan yang sebenarnya. Kadang secara tidak sadar manusia memutar balikkan kenyataan yang ada dengan realitas versi diri sendiri. Agar terlihat seperti orang ramah, sering manusia memasang “senyum palsu” kepada banyak orang. Nyatanya? Tidak ada suatu kesan baik di balik senyum tersebut. Semua hanyalah demi mendapat kesan baik.

            Kesan sangat mempengaruhi penilaian. Kesan memberikan attention pada seseorang. Ketertarikan bahkan sering ditentukan dengan kesan ini. Setiap manusia menentukan persepsinya dalam menilai orang lain, secara otomatis hal ini menentukan kesan. Penampilan dapat menentukan pandangan seseorang. Contoh, Anda melihat orang di layar televisi dengan gaya bicara yang tidak jelas dan terbata-bata, seperti orang mengantuk, kita akan langsung mengatakan bahwa orang itu tidak bisa bicara.

            Kesan menentukan penilaian dan persepsi, maka ada akan muncul kecenderungan manusia itu ingin dianggap baik oleh orang lain. Bila kita memberikan kesan yang baik maka orang lain juga akan menganggap kita ini baik dan memberikan suatu penghormatan atau penghargaan. Sebaliknya juga, bila kita  memberi kesan yang buruk atau kurang baik pada seseorang, orang lain jug akan kurang menghargai kita sebagai orang yang baik. Persepsi manusia dapat menimbulkan kecurigaan tertentu yang nyatanya tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, bila kita melihat orang berkulit hitam dan bertubuh kekar, tentu akan memberikan kesan tertentu. Persepsi kita bisa saja berpikir kalau orang tersebut adalah orang yang kejam, sadis, dan hanya mengandalkan otot. Menjadi suatu permasalahan ketika kita lebih mengedepankan yang tampak di luar (secara visual) ketimbang apa yang sebenarnya ada dalam diri orang lain. Dalam memberikan penilaian manusia masih cenderung untuk menilai dari apa yang tampak bukan apa yang nyata.

            Kesan belum tentu menggambarkan kenyataan. Bila kita memegang teguh kesan, terlebih kesan yang hanya sekilas, persepsi atau penilaian kita menjadi tidak tepat. Setiap manusia mempunyai kesan akan realitas. Apa yang ditampilkan oleh seseorang baiknya kita gali lagi. Jangan biarkan kita hanya memberikan penilaian dengan “kepala kosong” tanpa isi dan bayangan apapun. Kita dituntut untuk kritis terhadap kesan yang timbul. Buktikan dengan mencari kebenaran di balik kesan tersebut, hipotesa dari diri kita saja tidak cukup.
           
            Oleh sebab itu, manusia baiknya tidak perlu terlalu memegang teguh pada kesan yang telah ditimbulkan oleh orang lain. Kesan bukanlah sesuatu yang dogmatis, kesan bisa mnjeadi konsep apriori dalam menilai sesuatu. Maka dari itu kesan dogmatis bisa membutakan. Realitas itu tidak statis, realitas selalu berubah. Kita harus membuang kesan-kesan yang kita nilai di masa lalu. Kesan yang miliki haruslah disesuaikan dan dihadapkan dengan kenyataan bukan hanya awang-awang. Kedepankan historis yang sesungguhnya. Berhenti hanya percaya pada kesan sepintas yang hanya menimbulkan gejala orang tak mau tahu, apatis akan realitas yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar