Kezia / 14140110199
Filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Yunani
Kuno yakni philosphia dan philosophos yang berarti “orang yang cinta pada
kebijaksanaan” atau “cinta pada pengetahuan”, karena philos (philein) adalah
cinta, dan sophia berarti pengetahuan,kebenaran, hikmat, dan kebijaksanaan. Pythagoras
yang diduga menggunakan istilah filsafat untuk pertama kalinya pada abad ke-6
SM, ketika masyarakat Yunani mengagumi kecerdasannya dan menganggap dirinya
sebagai ilmuwan yang tahu segala hal.
Filsafat identik dengan cara/metode berpikir yang
selalu mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan mendasar. Perilaku filsafat
selalu didasari dengan rasa heran, rasa ingin tahu, dan bertanya-tanya. Kajian
ilmu filsafat membahas alam semesta, manusia, dan Tuhan.
Filsafat di unani diawali dengan munculnya pemikiran
yang mempertanyakan asal-mula alam (kosmologi). Ini muncul sebagai akibat
ketidakpuasan atas penjelasan mitologis dalam menjelaskan asal-mula alam.
Misalnya, anggapan masyarakat pra-ilmiah bahwa matahari adalah seorang dewa
yang sedang menunggangi kereta kudanya yang melintas di langit (Gregory, 200:
2) atau dalam kajian kosmologi primitif bumi dianggap seperti meja dan di
atasnya ada sebuah mangkok setengah lingkaran. Penjelasan ini (mitologi)
dirasakan tidak memenuhi tuntutan rasio atau logos. Sebab itu, para filsuf mencari jawaban yang lebih rasional
sehingga lebih dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ada beberapa periode Filsafat berdasarkan timeline
masanya:
1. Periode
Yunani
Masa pra-Socrates, dan masa Yunani
Klasik. Pada masa pra-Socrates, filsafat berorientasi kosmosentris (pemikiran
berkaitan dengan pertanyaan tentang alam dan menarik kesimpulan bahwa alam
merupakan satu susunan yang teratur dan harmonis). Beberapa filsuf pra-Socrates
adalah Thales, Phytagoras, dan Heraclitos. Thales berusaha memberikan jawaban
terkait asal-mula alam dan berpendapat bahwa semua makhluk hidup berasal dari
air dan manusia berkembang dari ikan. Phytagoras berpendapat bahwa adanya
harmoni apda alam karena alam atau benda-benda dibuat atas dasar prinsip
bilangan (matematika). Heraclitos terkenal dengan pernyataannya “panta rhei kai uden menei” (segala
sesuatu berada dalam perubahan), yang artinya segala sesuatu mengalir dalam
proses menjadi. Seseorang tidak bergerak dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan
itu mengalir melalui kita. Adapun tiga filsuf besar era Yunani Klasik yaitu
Socrates, Plato, dan Aristoteles yang pandangannya banyak memengaruhi pemikiran
filsafat untuk masa selanjutnya. (Abad Pertengahan dan Modern). Socrates
adalahs eorang kritis yang selalu mempertanyakan segala hal, dan sangat rendah
hati. Bukan untuk menyerang atau meruntuhkan, tetapi mempertanyakan dasar
argumentasi dan konsistensi berpikir. Socrates yang memiliki moralitas tinggi
dan mengaku dituntun oleh kekuatan Ilahi dianggap sesat oleh penguasa Yunani
bagi generasi muda karena menyelewengkan dari dewa-dewa mereka, sehingga
Socrates dihukum mati. Tanpa menyisakan tulisan apapun, pemahamannya diwariskan
dan disebarluaskan oleh murid yang sangat mengaguminya, Plato. Pembicaraan
filsuf sejak Socrates mulai meluas membicarakan tentang manusia, etika, politik
dan negara, demokrasi, dan juga keadilan.
2. Periode
Abad Pertengahan
Pada masa ini, Bapak-bapak gereja (patres) atau ahli-ahli agama Kristen
menguasai pemikiran filsafat sehingga filsafat masa ini disebut juga dengan
zaman Patristik. Filsafat dan pengetahuan pada era ini hanya ditujukan sebagai
alat untuk mengabdi pada teologi Kristen. Para filsuf zaman ini umumnya percaya
bahwa kebenaran sejati hanya ada pada kitab suci (Injil).
3. Periode
Modern
Periode ini umumnya dibagi menjadi
dua yakni masa Renaisans dan masa Pencerahan. Masa Renaisans (abad 14-17) dan
Pencerahan (abad 18) adalah periode yang menjembatani abad Pertengahan ke abad
Modern. Pemikiran zaman Renaisans dan Pencerahan adalah pemikiran yang menjadi
dasar spiritual (pandangan dunia) bagi zaman Modern. Melalui para pemikir zaman
ini terjadi perubahan minat yang besar dari permasalahan metafisika Abad
Pertengahan kepada fisika, peralihan dari metode berpikir spekulatif ke
eksperimental matematis. Terjadi pula peralihan dari pemikiran sosial-politik
yang didasarkan atas teologi ke pemikiran yang antroposentris (humanis).
Renaisans dan Pencerahan adalah pintu masuk ke zaman Modern yang ditandai oleh
: (1) penduniawian ajaran/pemikiran (sekulerisme), (2) keyakinan akan kemampuan
akal (rasio), (3) berkembangnya paham utilitarianisme, dan (4) optimisme dan
percaya diri (Suseno, 1992).
4. Periode
Postmodern atau Kontemporer
Postmodern merupakan perpaduan
pemikiran dan kebudayaan klasik, modern, dan postmodern ke dalam cara berpikir
atau kebudayaan baru (lihat Lubis, 2003). Baudrillard menyatakan, jika pada era
Klasik dan Modern ilmuwan dan filsuf masih berdebat dan berbicara soal
realitas, maka pada erae Postmodern justru soal “kematian realitas” (hyperreality).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar