Perspektif Ontologis
Ontologi merupakan cabang filsafat
yang mempelajari tentang kenyataan konkret secara kritis. Melalui pemahaman
para filsuf di era Yunani Kuno, yaitu Thales, Plato, dan Aristoteles,
perspektif ontologi mempelajari cara terbentuknya sebuah ilmu.
Ontologis
menilai hakekat kenyataan melalui sudut pandang kuantitatif dan kualitatif.
Contohnya, secara kuantitatif sesuatu diukur berdasarkan jumlah, dan
berdasarkan kualitas dari sudut pandang kualitatif.
Beberapa aliran dari bidang ontologi
adalah realisme, naturalisme, dan empirisme.
Ada beberapa istilah yang terkait
dengan ontologi, misalnya:
1.
Yang ada (being)
2.
Kenyataan / realitas (reality)
3.
Eksistensi (existence)
4.
Esensi (essence)
5.
Substansi (substance)
6.
Perubahan (change)
7.
Tunggal (one)
8.
Jamak (many)
Konsep
ontologis akhirnya melahirkan ilmu empiris, seperti antropologi, sosiologi ilmu
budaya, dan ilmu teknologi.
Bahasa
logis lahir dari perubahan dunia berdasaran akal sehat, sehingga bahasa natural
turut berubah. Metafisika (bahasa natural) sebagai filsafat menjadi pelopor
pengetahuan teoritis dalam mengetahui kenyataan dan mendasari filsafat lainnya,
seperti filsafat alam (fisika/bahasa formal) sebagai sistem ilmiah.
Perubahan
metafisika ke fisika memiliki tujuan sebuah tujuan, yaitu memahami hakekat
realitas menurut hukum akal budi yang universal yang merupakan bagian dari
ontologi. Perubahan terus menerus ini menunjukkan usaha untuk menjelaskan hakekat
dari realitas. Dengan kata lain, persoalan filsafat sebenarnya merupakan
persoalan spekulatif mengenai hakekat realitas hingga kini menjadi persoalan positivistik-empiris
merupakan persoalan ontologis.
Konteks
metafisika adalah pencarian pengetahuan murni sebagai pengetahuan sejati, yaitu
pengetahuan yang tidak berubah-ubah. Pengetahuan semacam ini disebut sebagai
pengetahuan ideal oleh Plato, pengetahuan rasional oleh Descartes, dan apriori
oleh Kant. Ketiganya sama-sama menekankan pada pengetahuan tentang hakekat
realitas dengan mengingat kembali ide-ide (Plato) apa yang menjadi apriori
(Kant) di dalam rasio (Descartes).
Perkembangan
empirisme dan positivisme mencapai puncaknya pada positivisme logis atau
empirisme logis, yakni kemampuan ilmuwan menggunakan bahasa formal dalam
mensistemasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang berakurasi tinggi untuk
digunakan secara efektif dan efisien.
Perspektif Etis
Ilmu pengetahuan berbicara mengenai
kenyataan yang disebut ontologi. Ontologi, epistemology, dan aksiologi sebagai
bagian dari ilmu pengetahuan berusaha untuk menjawab pertanyaan benar atau
salah.
Etika kemudian mempelajari nilai
yang menjadi standar moral menurut penilaian baik atau buruk. Etika sebagai
norma perilaku menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak. Etika sendiri
merupakan bagian dari filsafat, karena berbicara tentang realitas dari sudut
non empiris. Maksudnya, menanyakan apa di balik kenyataan secara apa yang
seharusnya dilakukan dan apa yang tidak dilakukan.
Sifat praktisnya etika merupakan
refleksi mengenai keharusan perilaku. Sedangkan, secara sifat empiris, ilmu
pengetahuan mementingkan teknik penguasaan fakta. Teori utama etika adalah
teleologis, bahwa sebuah perbuatan baik juga sesuai kodrat. Dan teori
berikutnya adalah deontologis, lahir sebagai penolakan terhadap teori
teleologis karena menghilangkan kehendak bebas manusia dalam menghilangkan
perbuatannya.
CINDY
14140110101
Tidak ada komentar:
Posting Komentar