Senin, 28 Maret 2016

EPISTEMOLOGI

 Kezia / 14140110199
Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J. F. Ferrier pada tahun 1854 untuk membedakannya dengan cabang filsafat lainnya yaitu ontology (Hunnex, 1986: 3). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani yakni episteme dan logos. Jika kata yang pertama disebutkan berarti pengetahuan (knowledge), maka kata yang belakangan disebutkan berarti ilmu atau teori. Jadi epistemologi dapat dimengerti sebagai teori pengetahuan, yang pada dasarnya merupakan satu upaya evaluatif dan kritis tentang pengetahuan (knowledge) manusia.
Dalam sejarah filsafat, Plato dan Aristoteles adalah dua filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda terkait sumber pengetahuan. Plato berpandangan kalau sumber pengetahuan berasal dari akal (rasio) sebagai yang utama untuk mencapai  kebenaran fundamental. Aristoteles berpandangan kalau sumber pengetahuan berasal dari pengalaman. Ilmu pengetahuan harus didasarkan pada metode empiris-eksperimental sehingga kebenarannya dapat dibuktikan. Dalam epistemologi Barat, dua pandangan ini merupakan aliran yang paling banyak diterima dan paling dominan di antara sumber pengetahuan lainnya.
Beberapa sumber pengetahuan menurut Honderich :
1.       Perception (Persepsi/Pengamatan Indrawi)
    Persepsi adalah hasil tanggapan indrawi terhadap fenomena alam. Istilah yang lebih umum adalah empiri atau pengalaman. Ada beberapa ciri pokok pengalaman. Pertama, pengalaman indrawi selalu berhubungan dengan objek tertentu di luar si pengamat (subjek). Kedua, pengalaman manusia tidak seragam (pancaindra). Ketiga, pengalaman manusia terus berkembang.
2.       Memory (Ingatan)
Dua syarat agar ingatan dapat dijadikan sumber pengetahuan. (1) perlu ada kesaksian orang lain bahwa ingatan dan pengalaman masa lalu tersebut benar adanya, dan (2) ingatan itu konsisten dan bernilai pragmatis (dapat membantu memecahkan masalah). Misalnya, ingatan/pengalaman masa lalu ketika tinggal di Prancis dapat membantu saya/orang lain untuk menelusuri kota Paris, sehingga apa yang saya ingat dan ceritakan konsisten dengan cerita saya (ada hubungan antara teori dan praktik).

3.       Reason (Akal, Nalar)
Penalaran adalah proses yang harus dilalui dalam menarik kesimpulan. Ada hubungan yang erat antara metode (metodologi) dengan logika (penalaran). Logika adalah cabang filsafat yang membahas prinsip-prinsip yang digunakan untuk membedakan antara argumen-argumen yang tidak masuk akal. Dengan kata lain, logika adalah ilmu dan kecakapan berpikir dengan tepat.

4.       Intropection (Introspeksi)
Introspeksi dianggap sebagai sumber pengetahuan di mana manusia mendapatkan pengetahuan (pengenalan atau pemahaman terhadap sesuatu) ketika ia mencoba melihat ke dalam dirinya.

5.       Intuition (Intuisi)
Intuisi adalah “tenaga rohani”, suatu kemampuan yang mengatasi rasio, kemampuan untuk menyimpulkan serta memahami secara mendalam. Intuisi merupakan kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan secara tiba-tiba dan secara langsung. Intuisi terdiri dari intuisi indrawi (hasil pengamatan/pengalaman), dan intuisi intelektual.

6.       Authority (Otoritas)
Mengacu pada individu atau kelompok yang dianggap memiliki pengetahuan sahih dan memiliki legitimasi sebagai sumber pengetahuan. Dapat berarti negatif bila otoritas itu justru bersifat dominasi, menindas dan otoritasnya tidak absah.

7.       Precognition (Prakognisi)
Kemampuan untuk mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi. Misalnya Nostradamus, seorang yang terkenal karena memiliki kemampuan ini, mampu memberi peringatan akan terjadinya gempa bumi di San Fransisco, dan mengemukakan akan terjadinya pembunuhan pada Presiden Kennedy jauh sebelum terjadinya kejadian tersebut.

8.       Clairvoyance
Kemampuan mempersepsi suatu peristiwa tanpa menggunakan indra. Seorang ahli nujum yang mampu mengetahui barang anda yang hilang beberapa hari lalu, maka orang ini memiliki kemampuan Clairvoyance.

9.       Telepathy (Telepati)
Kemampuan berkomunikasi tanpa menggunakan suara atau bentuk simbolik lain, namun hanya dengan menggunakan kemampuan mental.

Struktur Pengetahuan

1.       Objektivisme
Objek-objek fisis yang diobservasi/teliti bersifa independen di hadapan subjek yang meneliti/mengetahui. Realitas, data, sensasi, dalah sama atau satu. Dengan demikian, subjek yang mengetahui hanya mencerminkan realitas apa adanya. Pandangan ini biasa disebut dengan realisme naif. Kaum objektivisme ini berpendapat bahwa subjek (ilmuwan) bersifat pasif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, dan objek justru dianggap paling berperan.

2.       Subjektivisme
Pandangan yang menekankan peran unsur/dimensi subjek dalam menghasilkan pengetahuan. Dalam epistemologi terkandung beberapa pengertiain subjektiv(isme) : a) sumber dan keabsahan pengetahuan ditentukan oleh subjek yang mengetahui (the knower), b) pengetahuan tentang apa pun yang dinyatakan objektid fan real secara eksternal diandaikan atau didasarkan pada penyimpulan dari kadaan mental subjek. Segala sesuatu yang diketahui adalah produk yang distruktur secara selektif dan diciptakan oleh orang (subjek) yang mengetahui.

3.       Skeptisisme
Skeptisisme adalah paham yang menyatakan ketidakmungkinan untuk mencapai/memperoleh kebenaran objektif (akhir, final) pengetahuan/ilmu pengetahuan.

4.       Relativisme
Pandangan yang menyatakan bahwa kebenaran tidak bersifat absolut atau universal. Contohnya Protagoras yang menyatakan kerelatifan nilai kebenaran pengetahuan, atau kebenaran relatif terhadap subjek yang mengetahui, terhadap kelompok masyarakat dan paradigma tertentu (jadi semua relatif tergantung individu yang menjadi ukuran). Dewasa ini relativisme dikaitkan dengan pluralisme (keanekaragaman budaya).

5.       Fenomenalisme
Pandangan yang menyatakan bahwa kita hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang diindrai atau gejala sebagaimana dampak lewat pengamatan.

6.       Teori Kebenaran
Dalam epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal sejumlah teori kebenaran, yaitu : teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi, teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran performatif, dan teori kebenaran paradigmatik.

Ada 3 jenis epsitemologi :

1.       Epistemologi Metafisis
Epistemologi yang didasarkan atas asumsi metafisis.

2.       Epistemologi Skeptis
Dengan menyangsikan keberadaan semua hal, Descartes lantas menyatakan, hanya ada satu yang tidak dapat disangsikan keberadaannya, yaitu kesangsian itu sendiri. Kesangsian itu membuktikan adanya saya yang berpikir. Cara kerja yang dilakukan Descartes ini disebut dengan epistemologi skeptis.

3.       Epistemologi Kritis

Pengetahuan, teori, metode, dan cara berpikir yang ada (lama) dikritisi, artinya dicari kelemahan/kekurangannya, kemudian diupayakan untuk merumuskan metode baru : cara berpikir baru yang dapat dipertanggungjawabkan dengan lebih rasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar