Kezia / 14140110199
Istilah epistemologi pertama kali
digunakan oleh J. F. Ferrier pada tahun 1854 untuk membedakannya dengan cabang
filsafat lainnya yaitu ontology
(Hunnex, 1986: 3). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari bahasa
Yunani yakni episteme dan logos. Jika kata yang pertama disebutkan
berarti pengetahuan (knowledge), maka
kata yang belakangan disebutkan berarti ilmu atau teori. Jadi epistemologi
dapat dimengerti sebagai teori pengetahuan, yang pada dasarnya merupakan satu
upaya evaluatif dan kritis tentang pengetahuan (knowledge) manusia.
Dalam sejarah filsafat, Plato dan
Aristoteles adalah dua filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda terkait
sumber pengetahuan. Plato berpandangan kalau sumber pengetahuan berasal dari akal
(rasio) sebagai yang utama untuk mencapai
kebenaran fundamental. Aristoteles berpandangan kalau sumber pengetahuan
berasal dari pengalaman. Ilmu pengetahuan harus didasarkan pada metode
empiris-eksperimental sehingga kebenarannya dapat dibuktikan. Dalam
epistemologi Barat, dua pandangan ini merupakan aliran yang paling banyak
diterima dan paling dominan di antara sumber pengetahuan lainnya.
Beberapa sumber pengetahuan
menurut Honderich :
1.
Perception (Persepsi/Pengamatan Indrawi)
Persepsi adalah hasil tanggapan indrawi terhadap
fenomena alam. Istilah yang lebih umum adalah empiri atau pengalaman. Ada
beberapa ciri pokok pengalaman. Pertama, pengalaman indrawi selalu berhubungan
dengan objek tertentu di luar si pengamat (subjek). Kedua, pengalaman manusia
tidak seragam (pancaindra). Ketiga, pengalaman manusia terus berkembang.
2.
Memory (Ingatan)
Dua syarat agar ingatan dapat dijadikan sumber pengetahuan. (1) perlu ada
kesaksian orang lain bahwa ingatan dan pengalaman masa lalu tersebut benar
adanya, dan (2) ingatan itu konsisten dan bernilai pragmatis (dapat membantu
memecahkan masalah). Misalnya, ingatan/pengalaman masa lalu ketika tinggal di
Prancis dapat membantu saya/orang lain untuk menelusuri kota Paris, sehingga
apa yang saya ingat dan ceritakan konsisten dengan cerita saya (ada hubungan
antara teori dan praktik).
3.
Reason (Akal, Nalar)
Penalaran adalah proses yang harus dilalui dalam menarik kesimpulan. Ada
hubungan yang erat antara metode (metodologi) dengan logika (penalaran). Logika
adalah cabang filsafat yang membahas prinsip-prinsip yang digunakan untuk
membedakan antara argumen-argumen yang tidak masuk akal. Dengan kata lain,
logika adalah ilmu dan kecakapan berpikir dengan tepat.
4.
Intropection (Introspeksi)
Introspeksi dianggap sebagai sumber pengetahuan di mana manusia
mendapatkan pengetahuan (pengenalan atau pemahaman terhadap sesuatu) ketika ia
mencoba melihat ke dalam dirinya.
5.
Intuition (Intuisi)
Intuisi adalah “tenaga rohani”, suatu kemampuan yang mengatasi rasio,
kemampuan untuk menyimpulkan serta memahami secara mendalam. Intuisi merupakan
kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan secara tiba-tiba dan secara langsung.
Intuisi terdiri dari intuisi indrawi (hasil pengamatan/pengalaman), dan intuisi
intelektual.
6.
Authority (Otoritas)
Mengacu pada individu atau kelompok yang dianggap memiliki pengetahuan
sahih dan memiliki legitimasi sebagai sumber pengetahuan. Dapat berarti negatif
bila otoritas itu justru bersifat dominasi, menindas dan otoritasnya tidak
absah.
7.
Precognition (Prakognisi)
Kemampuan untuk mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi. Misalnya
Nostradamus, seorang yang terkenal karena memiliki kemampuan ini, mampu memberi
peringatan akan terjadinya gempa bumi di San Fransisco, dan mengemukakan akan
terjadinya pembunuhan pada Presiden Kennedy jauh sebelum terjadinya kejadian
tersebut.
8.
Clairvoyance
Kemampuan mempersepsi suatu peristiwa tanpa menggunakan indra. Seorang
ahli nujum yang mampu mengetahui barang anda yang hilang beberapa hari lalu,
maka orang ini memiliki kemampuan Clairvoyance.
9.
Telepathy (Telepati)
Kemampuan berkomunikasi tanpa menggunakan suara atau bentuk simbolik
lain, namun hanya dengan menggunakan kemampuan mental.
Struktur Pengetahuan
1.
Objektivisme
Objek-objek fisis yang diobservasi/teliti bersifa independen di hadapan
subjek yang meneliti/mengetahui. Realitas, data, sensasi, dalah sama atau satu.
Dengan demikian, subjek yang mengetahui hanya mencerminkan realitas apa adanya.
Pandangan ini biasa disebut dengan realisme naif. Kaum objektivisme ini
berpendapat bahwa subjek (ilmuwan) bersifat pasif dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, dan objek justru dianggap paling berperan.
2.
Subjektivisme
Pandangan yang menekankan peran unsur/dimensi subjek dalam menghasilkan
pengetahuan. Dalam epistemologi terkandung beberapa pengertiain subjektiv(isme)
: a) sumber dan keabsahan pengetahuan ditentukan oleh subjek yang mengetahui
(the knower), b) pengetahuan tentang apa pun yang dinyatakan objektid fan real
secara eksternal diandaikan atau didasarkan pada penyimpulan dari kadaan mental
subjek. Segala sesuatu yang diketahui adalah produk yang distruktur secara
selektif dan diciptakan oleh orang (subjek) yang mengetahui.
3.
Skeptisisme
Skeptisisme adalah paham yang menyatakan ketidakmungkinan untuk
mencapai/memperoleh kebenaran objektif (akhir, final) pengetahuan/ilmu
pengetahuan.
4.
Relativisme
Pandangan yang menyatakan bahwa kebenaran tidak bersifat absolut atau
universal. Contohnya Protagoras yang menyatakan kerelatifan nilai kebenaran
pengetahuan, atau kebenaran relatif terhadap subjek yang mengetahui, terhadap
kelompok masyarakat dan paradigma tertentu (jadi semua relatif tergantung
individu yang menjadi ukuran). Dewasa ini relativisme dikaitkan dengan
pluralisme (keanekaragaman budaya).
5.
Fenomenalisme
Pandangan yang menyatakan bahwa kita hanya dapat mengetahui gejala-gejala
yang diindrai atau gejala sebagaimana dampak lewat pengamatan.
6.
Teori Kebenaran
Dalam epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal sejumlah teori
kebenaran, yaitu : teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi,
teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran performatif, dan teori kebenaran
paradigmatik.
Ada 3 jenis epsitemologi :
1. Epistemologi
Metafisis
Epistemologi yang
didasarkan atas asumsi metafisis.
2. Epistemologi
Skeptis
Dengan menyangsikan
keberadaan semua hal, Descartes lantas menyatakan, hanya ada satu yang tidak
dapat disangsikan keberadaannya, yaitu kesangsian itu sendiri. Kesangsian itu
membuktikan adanya saya yang berpikir. Cara kerja yang dilakukan Descartes ini
disebut dengan epistemologi skeptis.
3. Epistemologi
Kritis
Pengetahuan, teori,
metode, dan cara berpikir yang ada (lama) dikritisi, artinya dicari
kelemahan/kekurangannya, kemudian diupayakan untuk merumuskan metode baru :
cara berpikir baru yang dapat dipertanggungjawabkan dengan lebih rasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar