Senin, 28 Maret 2016

ZAMAN YUNANI KUNO HINGGA AWAL ABAD XX


                               Bella Fladiner M.F
                                 14140110359


Hakikat filsafat ialah upaya mencari kebijaksanaan yang mampu mencerahi pengalaman manusia, bisa menempatkan diri dan memainkan peranannya secara tepat di dalam seluruh kompleksitas pengalaman. Pada Zaman Yunani Kuno adalah upaya memahami kenyataan yang ditandai oleh dualitas dari yang satu dan yang banyak. Keanekaragaman dijumpai dalam pengalaman sehari-hari menyiratkan adanya kesatuan antara mereka.

Pada Zaman Yunani Kuno peran filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengetahuan sejati, abad pertengahan menyajikan teologi sebagai rival utama filsafat. Filsafat tetap pada jalur upayanya mencari kesatuan didalam gejala yang beranekaragam. Ciri khas Abad Pertengahan ialah hampir semua filsuf pada dasarnya adalah teolog. Perkembangan ilmu (sains) pada abad XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia dalam upaya untuk menyatukan pemahamannya mengenai kenyataan.

Tokoh-tokoh seperti Kepler dan Galiled menaruh dasar sains klasik pada Zaman Modern. Filsafat Modern sendiri umumnya dianggap mulai dengan Rene Descartes (1596-1650) di Perancis atau dengan Francis Bacon (1561-1626) di Inggris. Studi-studi literer dan cita-cita pendidikan baru berkembang subur dalam gerakan Humanistik Renaissance. Sedangkan sains berkembang melalui gerakan saintifik Renaissance. Perkembangan ini dipacu lebih cepat dengan Zaman Akal Budi (The Age of Reason) ditandai dengan gerakan Enlightment/Pencerahan pada abad XVIII. Semangat umum Enlightment ialah rasionalistis. 'Budi' dimaksudkan sebagai budi yang tidak dihalangi oleh imam akan pewahyuan atau kekuasaan, kebiasaan dan institusi. Gerakan ini berkembang abad XIX.

Di dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu kontemporer, filsafat sebaiknya memperlakukan mereka sebagai bagian dari pengalaman yang perlu dievaluasi secara kritis. Ilmu-ilmu kontemporer bisa dilihat satu persatu secara internal mengenai pengandaian serta klaim-klaim mereka. Dengan demikian filsafat tidak meninggalkan hakikat panggilan mereka di dalam mencari kebijaksanaan hidup. Kebijaksanaan hanya bisa terwujud bila orang punya sikap kritis di dalam menilai pengalamannya, juga bersifat kreatif untuk menciptakan alternatif-alternatif dalam menghadapi jalan-jalan buntu maupun mencari yang lebih baik dari yang sudah ada. Filsafat sebagai kritik terhadap pengalaman, termasuk ilmu-ilmu, dan upaya membentuk visi yang koheren, logis dan tepat-guna, tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar