Senin, 11 April 2016

Mengapa Perlu Etika Komunikasi ?



 Nama: Nabella Aprilia
 NIM: 14140110412

Informasi yang benar mencerahkan kehidupan. Ia membantu menjernihkan pertimbangan untuk bisa mengambil keputusan yang tepat. Media adalah sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi. Peningkatan tingkat pendidikan tidak bisa dilepaskan dari sumbangan media. 

Media adalah sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.

1.1 INFORMASI SEBAGAI KOMODITI DAN MIMETISME
Dalam cara berpikir industri, informasi pertama-tama dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih penting daripada misi utama media, yaitu untuk menjadi klarifikasi dan memperkaya debat demokrasi (Ignacio Ramonet, 2001: 10). Contoh nya ialah kasus hubugan anggota DPR Yahya Zaini dan Maria Eva. Lebih dari satu minggu, kasus ini menyita halaman pertama banyak media dan televisi. Nilai jual kasis ini sangat tinggi untuk memuaskan rasa ingin tahu atau bentuk voyeurisme pemirsa atau pembaca. Logika yang sama juga mendasari keingintahuan yang besar untuk mengorek kehidupan pribadi selebritis. Fotografer yang profesinya adalah membuat kejutan para bintang dan selebritis lebih-lebih dalam intimitas atau privacy mereka memberi kesan seakan pekerjaan wartawan adalah mempublikasi kehidupan privat selebritis.
Paparazzi dan wartawan infotainment hanyalah buah dari situasi media yang sangat didominasi oleh pasar dan keuntungan. Media di bawah tekanan persaingan yang semakin keras dan tuntutan keberhasilan komersial semakin berat. Banyak pimpinan media datang dari dunia perusahaan bukan lagi dimonopoli dunia jurnalisme.
Diantara media sendiri juga terjadi persaingan. persaingan ini antar media cetak dengan media tv. persaingan sendiri dapat mendorong kreativitas dari wartawannya sendiri dalam mencari dan menggali informasi yang akan disampaikan untuk pemirsa. tetapi persaingan juga didampingi oleh mimetisme. Mimetisme ialah gairah atau hasrat yang tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya, seperti sangat penting, berbegas untuk mencari dan meliput kejadian karena media lain juga deang meliput kejadian yang sama. jadi media sendiri saling membangkitkan penawaran dan membiarkan diri dibwah oleh keinginan untuk membari informasi yang berlebih, bahkan menggunakan cara-cara yang licik.

1.2. MEDIA MENGUBAH INTEGRASI SOSIAL, REPRODUKSI BUDAYA, PARTISIPASI POLITIK
Integrasi sosial menghadapi kendala dalam bentuk individualisme narcisik. Hanyut dalam arus hedonisme individual, individu semacam ini cenderung memuja kultus masa kini. Hal ini mengabaikan kontrol sosial dari instansi tradisional sehingga norma – norma tradisional meredup.
Dalam reproduksi budaya, atau lebih tepat justru produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efektivitas dan tuntutan agar dapat bertahan hidup.
Dalam hal partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi politik tidak mampu memberi janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi memobilisasi pengikut. Arena sosial menjadi tidak lain kecuali perpanjangan lingkup privat. Jadi, para politisi dewasa ini berhadapan dengan basis pendukung yang konsumerisme, individualis, mudah berubah pandangan, dan skeptik. Media menyebarkan gaya hidup di mana sistem representasi menjadi objek konsumsi.

1.3 Dilema Media Massa
Logika waktu pendek ini menempatkan media massa dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi, idealisme media menuntut peran sebagai sarana pendidikan agar pembaca, pemirsa, atau pendengar semakin memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir. Di sisi lain, pragmatisme ekonomi memaksa media mengadopsi logika mode yang terpatri kepada yang spektakuler, sensasional, superfisial, dan pesan yang beragam.
Media sangat diharapkan akan meningkatkan mutu debat publik, tetapi justru mengubah politik menjadi tontonan. Dalam upaya menarik perhatian, berbagai teknik dipakai oleh media, bahkan sering membuat orang tidak bisa lagi membedakan yang benar, palsu, simulasi, riil, dan yang hiperriil.

1.4 Pentingnya Pencitraan
Sudah menjadi rahasia umum, keprihatinan utama media adalah keuntungan, yang tentu saja perlu dihiasi dengan pernik-pernik idealisme kemanusiaan. Pencitraan mendiskualifikasikan kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan, dan hiperrealitas.
J. Baudrillard menjelaskan empat fase citra.
1. Representasi di mana citra merupakan cermin suatu realitas
2. Ideologi di mana citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
3. Citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
4. Citra tidak ada hubungannya sama sekali dengan realitas apapun

1.5 Tiada Perlawanan Terorganisir dan Bentuk Baru Sensor
Media massa tidak bisa dilepaskan dari manuver kapital. Logika waktu pendek ikut mengubah kapitalisme. Kapitalisme pasar uang menggagalkan visi jangka panjang negara demi performance jangka pendek, sirkulasi cepat kapital pada tingkat global, dan transaksi ekonomi semakin cepat.
Menghadapi kapitalisme global, komersialisasi gaya hidup dan individualisasi yang tidak terkontrol itu, tidak ada perlawanan terorganisir yang didukung oleh struktur kuat dan ideologi yang serius. Media sebenarnya memiliki kesempatan untuk memengaruhi masyarakat dengan menanamkan kebebasan dan inisiatif, tetapi media justru semakin membuat khalayak tergantung dan kompulsif.
Dominasi – dominasi oleh para pemegang kekuasaan menyebabkan ketidakadilan, pembodohan, dan konsumerisme. Selain itu, dewasa ini sensor juga berubah bentuk. Sensor tidak lagi tampak dalam bentuk primer karena bukan lagi masalah menghilangkan, memotong, melarang sejumlah aspek fakta atau menyembunyikannya. Dalam masyarakat demokratis, penguasa tidak lagi melarang wartawan untuk memberitakan sesuatu

1.6 Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
1. Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik.Padalah media mudah memanipulasi dan mengaliensi audiens. Dengan demikian, etika komunikasi mau melindungi publik yang lemah
2. Etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab
3. Mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental (determinasi ekonomi dan teknologi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar