Informasi yang benar menghindarkan
salh paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian. Media
adalah sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi. Terkadang hak
untuk mendapatkan informasi yang benar sering tidak dijamin karena adanya
pertarungan kepentingan dalam hal politik, ekonomi dan budaya. Keprihatinan
utama pengelola media adalah keuntungan.
1.1 informasi sebagai komoditi dan
memetisme
Dalam cara berpikir industry,
informasi pertama-tama diangap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini
menjadi lebih penting dari misi utama media, yaitu untuk klarifikasi dan
memperkaya debat demokrasi. Logika yang sama juga mendasari keingintahuan yang
besar untuk mengorek kehidupan pribadi selebritis. Kehidupan pribadi selebritis
menjadi sasaran empuk para paparazzi dan
wartawan infotainment. Jaman sekarang
media dibawah tekanan persaingan yang semakin keras. Bagi mereka informasi
untuk mencari keuntungan, tidak boleh terlambat, tidak boleh didahului oleh
koran atau televisi lainnya. Untuk karena hal tersebut media berlomba untuk
menyiarkan sesuatu yang spektakuler dan sensasional yang bahkan mengorbankan profesionalisme.
Di media sendiri terjadi
persaingan, perang teluk (1991) antara media cetak dan media TV. Hal ini
mendorong kreatifitas dan disisi lain persaingan itu juga diikuti oleh semacam memeteisme (gairah yang tiba-tiba
menghinggapi media dan mendorongnya, seperti sangat urgent, bergegas untuk
meliput kejadian karena media lain, terutama yang menjadi acuan, menganggapnya
penting. Informasi sampai kepada titik jenuh dan kelebihan, berita datang
sendiri tanpa perlu untuk dicari. Situasi seperti itu sering membuat informasi
penting diterima seperti berita-berita lain dan tanpa efek yang menggerakan. Ignacio
Ramonet menggunakan istilah “efek penyekat” untuk mendeskripsikan kejadian yang
menyembunyikan peristiwa lain. Efek tersebut sering digunakan untuk menutupi
sebuah kasus. Media memiliki kekuasaan untuk membuat orang dapat melihat
sejarah secara langsung.
1.2 Media mengubah integrase
social, reproduksi budaya dan partisipasi politik
Media menyerbarkan ke seluruh tubuh
social tidak hanya ide pembebasan, tetapi juga nilai-nilai hedonisme sehingga
mempengaruhi integrasi social. Semua bentuk institusi yang membatasi emansipasi
individu melemah atau digerogoti oleh hasrat diri. Dalam reproduksi budaya,
atau lebih tepat justru produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu
bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi
karena diarahkan oleh efektifitas dan tuntutan agar dapat bertahan hidup.
Medium adalah pesan itu sendiri. Medium itu sendiri adalah suatu peristiwa,
apapun isinya, entah sesuai atau subversive. Jadi, rumusan McLuhan medium
adalah pesan.
Dalam hal iklan, fungsi komunikasi
massa iklan bukan berasal dari isinya, bukan tujuan ekonomi atau psikologi,
bukan public, tetapi dari logika medium itu sendiri. Iklan mendasarkan diri
pada tipe verifikasi self-fulfilling
prophecy artinya membuat sesuatu menjadi benar dengan mengafirmasi bahwa
benar. Iklan tidak mendorong untuk belajar atau mengerti, tetapi mengajak untuk
berharap.
Selain pengaruh kapitalisme baru,
sistem media juga sangat ditentukan oleh kemajuan teknologi. Tersedianya
informasi secar instan membuat orang tidak menghargai penantian dan kelambanan.
Kehilangan momentum adalah bentuk kekalahan.
1.3 Dilema Media Massa
Idealism media menuntut peran
sebagai sarana pendidikan agar pembaca, pemirsa atau pendengar semakin memiliki
sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir. Disisi lain, pragmatism
ekonomi memaksa media mengadopsi logika
mode yang terpatri pada yang spektakuler, sensasional, superficial dan pesan
yang beragam. Media sangat diharapkan akan meningkatkan mutu debat public,
tetapi justru mengubah politik menjadi tontonan. Televisi memang menghibur
namun membentuk budaya ringan
1.4 Pentingnya Pencitraan
Buah dari media logika waktu pendek
adalah cara berpikir semakin dibentuk oleh konsumsi dan mengikuti model rayuan
informasi. Pencitraan mendiskualifikasi kategori kebenaran sehingga tidak bisa
dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan, dan
hipperealitas. J. Baudrillard menjelaskan empat fase citra:
1 representasi dimana citra
merupakan cermin suatu realitas
2 ideologi dimana citra menyembunyikan
dan memberi gambar yang salah tentang realitas
3 citra menyembunyikan bahwa tidak
ada realitas lalu citra bermain menjadi penampakannya
4 citra tidak ada hubungannya sama
sekali dengan realitas apapun
1.5 Tiada Perlawanan Terorgansir
dan Bentuk Baru Sensor
Media masssa tidak bisa dilepaskan
dari maneuver capital. Kaitalisme pasar uang menggagalkan visi jangka panjang
negara demi performance jangka
pendek, sirkulasi cepat capital pada tingkat global dan transaksi ekonomi yang
semakin cepat. Bentuk dominasi itu
mengakibatkan ketidakadilan, pembodohan dan konsumerisme, perjuangan
mendapatkan informasi yang benar kerap menjadi susah. Etika komunikasi tidak
bekerja pertama-tama melalui regulasi keamanan. Maka, sensor bukan sarana yang
baik untuk menegakan etika komunikasi. Sensor bisa menjadi sebagai propaganda (yang
berusaha mengkonstruksi suatu kebenaran palsu dengan memproduksi fakta-fakta
atau menyembunyikan. Nilai jual media tergantung kepada kemamuan untuk memberi
citra yang baik dan citra dibangun pada integritas dan ketidak berpihakan
mereka. Tentu saja dalam hal ini arah politik media ditentukan oleh kelompok
media dominan dan pemegang saham.
1.6 Tiga Syarat Kemungkinan Etika
Komunikasi
1 media mempunyai kekuasaan dan
efek yang dasyat kepada public, etika komunikasi mau melindungi public yang
lemah.
2 etika komunikasi merupakan upaya
untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab.
Salah satunya mengingatkan tendensi korporatis para wartawan media besar untuk
memonopoli kritik
3 mencoba menghindari sedapat
mungkin dampak negatif dari logika instrumental. Logika instrumental ini
terkait dengan determinisme ekonomi dan teknologi. Media lebih mementingkan
logika pendek yang mementingkan kecepatan, langsung dan ringkas. Dengan akasan
sedikit peluang, kemendesakan dan persaingan merupakan argument yang biasa
dijalankan sebagai cara untuk menyelubungi manipulasi media dan kekeliruan yang
terus terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar