Bab 7
Filsafat, Etika,
dan Komunikasi
Oleh: Adrian Renardi - 14140110108
Secara
etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu
“Ethos” (dalam bentuk tunggal),
yang memiliki arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang habitat, kebiasaan, adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan “ta
etha” (dalam bentuk jamak), memiliki arti adat kebiasaan. Jadi secara
etimologis etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang
filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan
utama hidupnya. Dalam etika dibedakan antara etika deskriptif dan etika
normatif. Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan
pengalaman moral. Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan
ukuran atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan.
Filsafat
ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita,
aspirasi-aspirasi, dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma,
aturan-aturan dan prinsip etis. Jadi suatu keyakinan sikap-sikap, cita-cita itu harus
memiliki etika agar bisa tercapai dengan baik. Terlepas dari
hubungan filsafat dengan etika terdapat perbedaan antara etika dan etiket. Dimana
etika menyangkut cara perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok,
etika berlaku bagi diri sendiri tidak hanya harus ada orang lain,
etika bersifat mutlak dan menyangkut aspek internal manusia. Sementara etiket
memberikan dan menunjukkan cara yang tepat dalam bertindak, hanya berlaku dalam
pergaulan sosial, bersifat relatif, dan hanya menyangkut segi lahiriah saja.
Pada moral dan hukum, sebenarnya
keduanya terdapat hubungan yang cukup erat karena antara satu dengan yang lain
saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Hukum bersifat obyektif, membatasi ruang
lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja, sanksi hukum pada dasarnya
didasarkan pada kehendak masyarakat dan biasanya dapat dipaksakan. Sedangkan norma
bersifat subyektif, menyangkut perilaku batin seseorang dan moralitas tidak
akan dapat diubah oleh masyarakat.
Etika
mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam
menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan
ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional.
Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahtu Tuhan dan
ajaran agama.
Etika lebih
condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering
dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah
kaidah sikap baik, yaitu bagaimana sikap
baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik
dalam situasi kongkret itu dan kaidah keadilan, yaitu kesamaan yang masih tetap
mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Adapun unsur
pokok dalam etika yaitu kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan
prinsip-prinsip moral dasar. Kebebasan membuat etika menjadi bersifat rasional,
dapat dikatakan bahwa kebebasan adalah unsur hakiki etika. Kebebasan disini
juga memberikan kemampuan manusia untu menentukan dirinya sendiri. Tanggung
jawab adalah kemampuan individu untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin
timbul dari tindakan-tindakan. Tangung jawab berarti bahwa tidak boleh
mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Hati nurani
adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk berhubungan dengan situasi
konkrit. Hati nurani yang memerintahkan atau melarang suatu tindakan menurut
situasi, waktu dan kondisi tertentu. Dengan demikian hati nurani berhubungan
dengan kesadaran. Prinsip kesadaran moral adalah beberapa tataran yang perlu
diketahui untuk memosisikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral
tertentu. Setidaknya ada tiga prinsip dasar kesadaran moral yaitu prinsip sikap
baik, keadilan dan hormat diri sendiri serta orang lain.
Beberapa isme dalam etika yaitu egoisme, deontologisme, utilitariaisme,
dan paragmatisme. Egoisme
adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan yang paling
baik adalah memberikan manfaat bagi diri sendiri dalam jangka waktu yang
diperlukan atau waktu tertentu. Deontologisme adalah pemikiran etis yang
menyatakan bahwa baik buruknya tindakan tidak diukur dari akibat yang
ditimbulkan, tetapi berdasar sifat tertentu dari hasil yang dicapainya.
Utilitariaisme adalah pemikiran etika yang melihat bahwa kaidah moral dan baik
buruknya tindakan diukur dari akibat yang ditimbulkannya. Yang menjadi tujuan
tindakan adalah hasil atau kensekuensi yang timbul akibat perbuatan yang
dikerjakan. Sedangkan, paragmatisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa
perbuatan etis berhubungan dengan soal pengetahuan praktis yang dilakukan demi
kemajuan masyarakat dan dunia. Paragmatisme lebih mengutamakan tindakan
daripada ajaran. Prinsip menilai akhirnya ditentukan dari dapat tidaknya
dibuktikan, dilaksanakan, dan mendatangkan hasil. Paragmatisme menyatakan bahwa
perbuatan baik ialah perbuatan yang bisa dilaksanakan, dan dipraktikkan,
mendatangkan halpositif bagi masyarakat.
Ada tujuh perspektif
etika komunikasi, yaitu:
1.
Perspektif
politik, dimana etika untuk mengembangkan kebiasaan ilmiah dalam praktek
berkomunikasi, menumbhkan bersikap adil dengan memilih atas dasar kebebasan,
pengutamaan motivasi, dan menanmkan penghargaan atas kebebasan.
2.
Perspektif
sipat manusia, sifat manusia yang paling mendasar adalah kemampuan berpikir dan
kemampuan menggunakan simbol.
3.
Perspektif
dialogis. Komunikasi adalah proses transaksi dialogal arah. Sikap dialogal
adalah sikap setiap partisipan komunikasi yang ditandai oleh kualitas keutamaan.
4.
Perspektif
situasional, dimana etika memperhatikan peran dan fungsi komunikator, standar
khalayak.
5.
Persfektif
relegius, kitab suci relegius dapat dipakai sebagai standar mengevaluasi etika
komunikasi.
6.
Perspektif
utilitarian, standar utilitarian untuk mengevaluasi cara dan tujuan komuniasi
dapat dilihat dari adanya kegunaan, kesengan, dan kegembiraan.
7.
Perspektif
legal, prilaku komunikasi yang legal, sangat disesuaikan dengan peraturan yang
berlaku dan dianggap sebagai prilaku yang etis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar