Senin, 11 April 2016

Filsafat, Etika, dan Komunikasi



Bab 7
Filsafat, Etika, dan Komunikasi

Oleh: Adrian Renardi - 14140110108

Secara etimologi “etika”  berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” (dalam bentuk tunggal),  yang memiliki arti  tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang habitat, kebiasaan, adat, akhlak,  watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan “ta etha” (dalam bentuk jamak), memiliki arti adat kebiasaan. Jadi secara etimologis etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Dalam etika dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan pengalaman moral. Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan.

Filsafat ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-aspirasi, dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip etis. Jadi suatu keyakinan sikap-sikap, cita-cita itu harus memiliki etika agar  bisa tercapai dengan baik. Terlepas dari hubungan filsafat dengan etika terdapat perbedaan antara etika dan etiket. Dimana etika menyangkut cara perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, etika  berlaku bagi diri sendiri tidak hanya harus ada orang lain, etika bersifat mutlak dan menyangkut aspek internal manusia. Sementara etiket memberikan dan menunjukkan cara yang tepat dalam bertindak, hanya berlaku dalam pergaulan sosial, bersifat relatif, dan hanya menyangkut segi lahiriah saja.

Pada moral dan hukum, sebenarnya keduanya terdapat hubungan yang cukup erat karena antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Hukum bersifat obyektif, membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja, sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat dan biasanya dapat dipaksakan. Sedangkan norma bersifat subyektif, menyangkut perilaku batin seseorang dan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat.

Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahtu Tuhan dan ajaran agama.
Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah kaidah sikap baik, yaitu  bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu dan kaidah keadilan, yaitu kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Adapun unsur pokok dalam etika yaitu kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan prinsip-prinsip moral dasar. Kebebasan membuat etika menjadi bersifat rasional, dapat dikatakan bahwa kebebasan adalah unsur hakiki etika. Kebebasan disini juga memberikan kemampuan manusia untu menentukan dirinya sendiri. Tanggung jawab adalah kemampuan individu untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan. Tangung jawab berarti bahwa tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Hati  nurani adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk berhubungan dengan situasi konkrit. Hati nurani yang memerintahkan atau melarang suatu tindakan menurut situasi, waktu dan kondisi tertentu. Dengan demikian hati nurani berhubungan dengan kesadaran. Prinsip kesadaran moral adalah beberapa tataran yang perlu diketahui untuk memosisikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral tertentu. Setidaknya ada tiga prinsip dasar kesadaran moral yaitu prinsip sikap baik, keadilan dan hormat diri sendiri serta orang lain.
Beberapa isme dalam etika yaitu egoisme, deontologisme, utilitariaisme, dan paragmatisme. Egoisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan yang paling baik adalah memberikan manfaat bagi diri sendiri dalam jangka waktu yang diperlukan atau waktu tertentu. Deontologisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa baik buruknya tindakan tidak diukur dari akibat yang ditimbulkan, tetapi berdasar sifat tertentu dari hasil yang dicapainya. Utilitariaisme adalah pemikiran etika yang melihat bahwa kaidah moral dan baik buruknya tindakan diukur dari akibat yang ditimbulkannya. Yang menjadi tujuan tindakan adalah hasil atau kensekuensi yang timbul akibat perbuatan yang dikerjakan. Sedangkan, paragmatisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa perbuatan etis berhubungan dengan soal pengetahuan praktis yang dilakukan demi kemajuan masyarakat dan dunia. Paragmatisme lebih mengutamakan tindakan daripada ajaran. Prinsip menilai akhirnya ditentukan dari dapat tidaknya dibuktikan, dilaksanakan, dan mendatangkan hasil. Paragmatisme menyatakan bahwa perbuatan baik ialah perbuatan yang bisa dilaksanakan, dan dipraktikkan, mendatangkan halpositif bagi masyarakat.
Ada tujuh perspektif etika komunikasi, yaitu:
1.        Perspektif politik, dimana etika untuk mengembangkan kebiasaan ilmiah dalam praktek berkomunikasi, menumbhkan bersikap adil dengan memilih atas dasar kebebasan, pengutamaan motivasi, dan menanmkan penghargaan atas kebebasan.
2.        Perspektif sipat manusia, sifat manusia yang paling mendasar adalah kemampuan berpikir dan kemampuan menggunakan simbol.
3.        Perspektif dialogis. Komunikasi adalah proses transaksi dialogal arah. Sikap dialogal adalah sikap setiap partisipan komunikasi yang ditandai oleh kualitas keutamaan.
4.        Perspektif situasional, dimana etika memperhatikan peran dan fungsi komunikator, standar khalayak.
5.        Persfektif relegius, kitab suci relegius dapat dipakai sebagai standar mengevaluasi etika komunikasi.
6.        Perspektif utilitarian, standar utilitarian untuk mengevaluasi cara dan tujuan komuniasi dapat dilihat dari adanya kegunaan, kesengan, dan kegembiraan.
7.        Perspektif legal, prilaku komunikasi yang legal, sangat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan dianggap sebagai prilaku yang etis.­­

Tidak ada komentar:

Posting Komentar