14140110410
Awalnya, filsafat muncul pada Abad Pertengahan pada Zaman Yunani Kuno. Filsafat zaman ini mengutamakan dua unsur yaitu filsafat itu sendiri dan teologis. Teologis memusatkan perhatian kepada Allah sebagai Causa Prima. Teologis sendiri mendominasi teori-teori filsafat yang ada pada zaman itu. Selain itu, hampir semua filsuf-filsuf Zaman Yunani Kuno merupakan seorong teolog.
Pada abad XIV, sains atau ilmu pasti mulai berkembang. Sains
mulai menggeser perhatian filsafat ke semesta sendiri sebagai objek penyelidikan
dan manusia sebagai tujuan akhir dari pengembangan pengetahuan mengenai alam
semesta. Kepler dan Galileo meletakkan dasar sains klasik pada Zaman Modern
yaitu sains model Newton. Sains modern sendiri sangat memengaruhi perkembangan
filsafat pada zaman itu. Berkaitan dengan ini, muncul keyakinan yang kental
akan kemampuan akal budi untuk menembus misteri alam dan mengatur kehidupan
demi masa depan yang lebih baik.
Adanya penggabungan antara sains dan filsafat di zaman ini
menandakan bahwa ada pengandaian kemampuan budi manusia untuk memahami
kenyataan. Hal ini disebut Filsafat Modern. Filsafat Modern sendiri berkembang
pada sifat dari penyelidikan yang dijalankannya untuk membedakan pengetahuan
mana yang ilmiah dan mana yang tidak bisa disebut ilmiah. Kemudian perkembangan akal budi sebagai pusat
segalanya meningkat cepat pada Zaman Akal Budi yang ditandai dengan
Enlightment/Pencerahan pada abad XVIII. Enlightment sendiri mengacu pada
pemikiran yang rasional. Akal budi digunakan untuk menginterpretasikan hidup
moral, religius, sosial, dan politik.
Pada abad XX yaitu Zaman Kontemporer, muncullah Filsafat
Analitik/Kontemporer. Filsafat Modern sendiri berpusat pada permasalahan
epistemologis, sedangkan Filsafat Kontemporer memfokuskan perhatiannya pada permasalahan
linguistik logis. Ada tiga macam tema Filsafat Analitik, yaitu peran bahasa
dalam komunikasi dan penalaran, penyelidikan mengenai metodologi, dan
penyelidikan filosofis mengenai logika formal alternatif. Tiga tema ini
digunakan untuk membantu memecahkan berbagai masalah filosofis.
Selain Filsafat Analitik, ada juga aliran-aliran yang cukup
berpengaruh pada zaman itu. Pragmatisme yang menekankan aspek tindakan konkret,
Fenomenologi yang menekankan metode penyelidikan untuk sampai ke hakikat objek,
Eksistensialisme yang menekankan sebagai kenyataan yang dialami dengan segala
permasalahan konkretnya, Hegelianisme-Marxisme menekankan pada pentingnya
sejarah, dan Filsafat Proses menekankan proses sebagai fakta utama yang
melibatkan segala aspek pengalaman.
Semakin berkembangnya zaman modern, muncullah istilah
posmodernisme. Posmo memeringatkan kita akan merebaknya kebhinekaan, baik
melalui kesadaran akan beranekanya masyarakata dengan paradigmanya
masing-masing maupun lewat perkembangan ilmu yang semakin mengarah ke
spesialisasi yang semakin rumit dengan jargon dan bahasa yang khas. Hal ini
berpotensi menjadi sumber isolasi berbagai masyarakat dan bidang disiplin.
Masing-masing masyarakat dan bidang disiplin punya tolak
ukur sendiri untuk menentukan rasionalitas dan tingkah laku yang sesuai. Untuk
itu kita perlu menyadari peringatan posmo bahwa kita perlu menyadari perluasan
jangkauan keyakinan akan kebenaran maupun teori tidak boleh tergesa-gesa dan
berharga mati. Kita punya kewajiban untuk mengolah terus menerus keyakinan kita
sendiri dengan menabrakkannya dengan
pengalaman yang lebih lanjut di dalam interaksi dengan masyarakat dan bidang
disiplin lain agar keyakinan akan kebenaran tersebut bisa diperkaya dan
diperdalam.
Keyakinan yang kita peroleh dari masyarakat atau bidang
pengalaman/pengetahuan tertentu juga tidak boleh dengan cepat dipergunakan
untuk mengadili keyakinan masyarakat atu bidang pengalaman/pengetahuan lain.
Kita perlu memahami kebenaran yang diyakini kelompok lain dari dalam sistemnya sendiri.
Kita harus mencoba memahaminya dulu sebelum menilai. Dengan kata lain, dialog
merupakan kunci untuk membuka perbendaharaan kebenaran.
Filsafat sendiri berperan sebagai pengetahuan mengani
hal-hal yang mendasar, sebagai upaya mencari arti hidup, sebagai ilmu tentang
ilmu, sebagai kosmologi spekulatif, sebagai teori bahasa, dan sebagai teori
diskusi kritis. Filsafat dalam menilai pengalaman bisa dijadikan sebagai kritik
terhadap pengalaman itu sendiri termasuk ilmu-ilmu dan sebagai upaya membentuk visi
yang koheren, logis dan tepat-guna, tidak dapat dipisahkan satu dari yang
lainnya.
Kebijaksanaan hanya bisa tercapai bila orang memiliki sikap
kritis di dalam menilai pengalamannya, serta bersifat kreatif untuk menciptakan
alternatif-alternatif di dalam menghadapi jalan-jalan buntu maupun mencari yang
lebih baik dari yang sudah ada. Dengan begitu, filsafat sebagai kritik terhadap
pengalaman, termasuk ilmu-ilmu, dan sebagai upaya membentuk visi yang koheren,
logis dan tepat guna, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar