Senin, 11 April 2016

Tema Pokok dalam Etika dan Filsafat Komunikasi



Manusia merupakan sesuatu yang pasti sebagai pelaku komunikasi. Aktivitas komunikasi merupakan aktivitas yang manusiawi. Hakikat manusia sendiri adalah proses ekspresi antarmanusia. Proses komunikasi adalah aktivitas yang diperlukan sehingga menciptakan tindakan komunikatif antara kommunikator dan komunikan dalam penyampaian pesan dengan noise yang kadang bisa tejadi. Aristoteles menjadikan manusia sebagai pelaku komunikasi yang mutlak. Rumusan komunikasinya terdiri dari empat unsur, yaitu pembicara, argument, pidato, dan pendengar.
            Manusia sendiri merupakan makhluk yang berakal budi (homo rationale). Aristoteles mengungkapkan bahwa manusia memiliki tiga jiwa, yaitu jiwa vegetative(makan, bertumbuh, dan berkembang biak), jiwa sensitif(memiliki perasaan, naluri, nafsu, bergerak dan bertindak), dan jiwa intelektiva(berpikir dan berkehendak). Pemikiran Aristoteles merupakan penggabungan dari tiga aliran besar, yaitu materialisme, idealisme, dan eksistensialisme. Materialisme merupakan pemikiran bahwa manusia disebut ada, jika dapat dilihat secara fisik. Orang yang sudah meninggal tidak dapat disebut sebagai manusia. Kemudian, idealisme merupakan pengertian keberadaan manusia terbukti dari pemikirannya(ide). Seseorang yang sudah kehilangan akal pikiran(gila) tidak dapat disebut sebagai manusia. Sedangkan, aliran eksistensialisme merupakan pemahaman keberadaan manusia pada sejauhmana eksistensinya(pengakuan orang lain terhadapnya) terhadap sekitar.
            Aliran eksistensialisme mengeluarkan kritik terhadap aliran sebelumnya, materialisme dan idealisme. Pada materialisme, kaum eksistensialisme yang berpemahaman bahwa manusia di dunia juga menghadapi dunia dan menghadapi benda yang ada didalamnya, menganggap bahwa aliran materialisme  memungkiri totalitas manusia dan yang dilihat hanya materi saja. Dalam idealisme, kaum eksistensialisme mengkritik bahwa kaum idealis hanya melihat manusia sebagai subjek. Idealisme melupakan bahwa manusia juga berdampingan dengan realitas.
            Komunikator yang baik hendaknya melengkapi diri dengan tiga konsep yang telah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu ethos, pathos, dan logos. Ethos merupakan kepercayaan orang-orang terhadap dirinya karena dianggap sebagai pakar dan memiliki track record yang tinggi. Lalu, phatos merupakan representasi emosi komunikator sesuai dengan pesan yang akan disampaikan. Terakhir adalah logos yang diketahui sebagai argumentasi kuat yang dipersiapkan oleh komunikator agar pesan yang disampaikan tidak hanya disampaikan saja, tetapi juga dipahami.
            Menurut Effendi (2003), komunikator yang baik juga merupakan komunikator humanistik. Ini merupakan diri yang unik dan otonom, dengan proses mental mencari informasi secara aktif, sadar akan keterlibatannya dengan masyarakat, memiliki kebebasan memilih, dan bertanggung jawab terhadap perilakunya. Empat ciri komunikator ini adalah kepribadiaan dan penampilan, keunikan, keaktifan, dan kesadaran diri atas keterlibatan sosialnya. Namun, ciri tersebut juga memiliki perbedaan terhadap tiga asumsi pokok sifat dasar manusia menurut aliran behavioristik, yaitu perilaku dipelajari dengan asosiasi yang terbentuk, manusia yang pada dasarnya bersifat hedonistik(mencari kesenangan dan menghindari kesulitan), dan perilaku didatangkan melalui lingkungan.
            Perkembangan tekonologi membawa banyak pengaruh terhadap proses komunikasi yang berlangsung. Semenjak kemunculan media massa saja, pola pikir audiensnya dapat terpengaruh oleh kekuatannya. Seperti, pengaruh penyiaran terhadap pembentukan masyarakat sangat besar. Penyiaran merupakan suatu keterampilan manusia ketika berada posisi tidak mampu dalam penciptaan dan penggunaan pesan secara efektif untuk berkomunikasi. Terlihat saat zaman kemerdekaan Indonesia, saat dulu, bagaiamana pesan Soekarno yang disiarkan melalui radio dapat mengubah masyarakat yang ada dalam waktu yang tidak terlampau lama.
Terkait dengan ambivalensi teknologi komunikasi, McLuhan, menjabarkan pengaruh perkembagan teknologi komuniksasi, yaitu global village dan global pillage. Global village merupakan kondisi dimana dunia seolah-olah hanya sebuah desa kecil karena tidak terbatasnya jarak dan waktu. Sedangkan, global pillage merupakan efek negatif dari teknologi, yaitu teknologi dapat menciptakan ketergantungan.
Menurut Pacey(1984), teknologi memiliki tiga aspek, yaitu aspek teknis, kultural, dan organisasi. Aspek teknis melingkupi pengetahuan, keterampilan, teknik, peralatan, unsur kimia, bahan bakar, produk, dan limbah. Aspek kultural melingkupi tujuan, nilai, kode etik, keyakinan, kesadaran, dan kreativitas. Kemudian, aspek organisasi melingkupi aktivitas eknomi dan industri, aktivitas profesi, pengguna dan konsumen, dan perdagangan.
Dampak perkembangan teknologi dalam komunikasi terlihat dari terbentuknya masyarakat informasi. Masyarat informasi adalah kondisi masyarakat di mana produksi, pemrosesan, distribusi, dan konsumsi merupakan aktivitas utama. Sebelumnya, masyarakat mengalami tiga fase sebelum menjadi masyarakat informasi. Fase pertama, masyarakat pra-agrikultur, di mana kegiatan manusia meliputi bercocok tanam dan berburu. Fase kedua, masyarakat agrikultur, di manusia bertani dengan mulai memasarkan hasilnya dengan barter. Fase ketifa, masyarakat industri, ditandai dengan adanya mesin sehingga produksi dapat tercipta dalam jumlah yang banyak. Faktor yang mendorong masyarakat informasi adalah konvergensi teknologi, perkembangan internet, digitalisasi, konvergensi media, dan merger industri.
Pengaruh negatif dari perkembangan teknologi adalah perubahan gaya hidup dari perubahan dalam tidak dapat membedakan apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan, tantangan dalam pemerolehan karier karena setiap orang harus dapat bersaing dalam menguasai perkembangan tersebut, perubahan regulasi karena adanya perkembangan teknologi, dan pergeseran kekuatan kepada pihak yang menguasai teknologi. Jika terlihat di Indonesia, perkembangan teknologi terkadang sering terlihtat dari sisi negatifnya karena masih teknologi itu sendiri belum tersebar secara menyeluruh dan hanya bagian tertentu di negeri ini yang dapat merasakan kehadiran dari teknologi itu sendiri.
Paradigma yang tercipta karena teknologi komunikasi adalah determinisme teknologi, fenomenologi teknologi, otritarianisme, liberalisme, dan tanggung-jawab sosial. Determinisme teknologi berasumsi bahwa teknologi komunikasi memiliki kekuatan dalam mengatur masyarakat. Fenomenologi teknologi memahami teknologi dalam kaitannya dalam fenomena sosial. Otoritarianisme menempatkan media sebagai alat propaganda pemerintah. Liberalisme diterapkan pada saat itu oleh media yang tak lagi menjadi alat pemerintah dan dapat dimiliki secara pribadi. Tanggung jawab sosial merupakan prinsip bahwa media harus terlepas dari intervensi pemerintah. Jacques Ellul memiliki pemikiran tentang teknologi komunikasi,  merupakan kekuatan sosial baru yang menjadi kebutuhan manusia.
Terdapat beberapa strategi agar komunikasi berlangsung efektif, yaitu pesan harus dirancang dan dirancang sedemikian rupa agar menarik perhatian pendengar, pesan memiliki lambang dengan pengertian yang sama antara komunikator-komunikan, dan pesan mengandung kebutuhan yang diperlukan komunikan sesuai dengan kebutuhan kelompok dimana komunikan berada.
Menurut Stephen Covey, dalam hidupnya yang penuh kompetisi ini diperlukan pola pikir menang-menang, yang memiliki tiga karakter, yaitu intergritas, kedewasaan, kekayaan mental, cara memahami, sinergi untuk menciptakan kerjasama, dan pemanfaatan aset yang dimiliki. Menurut Ariwibowo, strategi lainnya adalah REACH (Respect, Empathic, Audible, Clarity, dan Humble). Respect berarti menghargai setiap individu, empathic berarti kemampuan kita dalam menempatkan diri pada situasi/kondisi orang lain, audible berarti pesan kita dapat diterima oleh orang lain, clarity adalah kejelasan kita dalam penyampaian pesan(transparansi dan keterbukaan), serta humble atau sifat kerendahaan hati.
Kita juga harus mengetahui siapa audiens yang kita tuju, terutama dalam penentuan waktu yang tempat dalam penyampaian pesan, bahasa yang digunakan agar pesan dimengerti, sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif, dan jenis kelompok di mana komunikasi akan dilaksanakan. Dalam sisi komunikator, ada dua faktor yang harus diperhatikan, yaitu source credibility dan source attractiveness. Pertama, sumber harus berasal dari seseorang yang memiliki ahli dalam bidangnya atau dapat objektif dalam menyampaikan pendapat. Kemudian, sumber yang terkait terhadap yang apa dibicarakan sehingga memiliki hal yang menarik, seperti adanya kesamaan-kesamaan(ideologi, dll).

Hambatan-hambatan komunikasi yang harus diperhatikan adalah gangguan komunikasi yang bersifat mekanis(alat pengeras suara, dll), kepentingan, motivasi terpendam, dan prasangka. Kemudian, terdapat pembelokan komunikasi, yaitu penyesatan pengertian, mengurangi isi pesan, dan mengubah kerangka referensi.


ADHYRA RAMADIANI
14140110360

Tidak ada komentar:

Posting Komentar