Manusia merupakan sesuatu yang pasti sebagai pelaku
komunikasi. Aktivitas komunikasi merupakan aktivitas yang manusiawi. Hakikat
manusia sendiri adalah proses ekspresi antarmanusia. Proses komunikasi adalah
aktivitas yang diperlukan sehingga menciptakan tindakan komunikatif antara
kommunikator dan komunikan dalam penyampaian pesan dengan noise yang kadang bisa tejadi. Aristoteles menjadikan manusia
sebagai pelaku komunikasi yang mutlak. Rumusan komunikasinya terdiri dari empat
unsur, yaitu pembicara, argument, pidato, dan pendengar.
Manusia sendiri merupakan makhluk
yang berakal budi (homo rationale).
Aristoteles mengungkapkan bahwa manusia memiliki tiga jiwa, yaitu jiwa
vegetative(makan, bertumbuh, dan berkembang biak), jiwa sensitif(memiliki
perasaan, naluri, nafsu, bergerak dan bertindak), dan jiwa intelektiva(berpikir
dan berkehendak). Pemikiran Aristoteles merupakan penggabungan dari tiga aliran
besar, yaitu materialisme, idealisme, dan eksistensialisme. Materialisme
merupakan pemikiran bahwa manusia disebut ada, jika dapat dilihat secara fisik.
Orang yang sudah meninggal tidak dapat disebut sebagai manusia. Kemudian,
idealisme merupakan pengertian keberadaan manusia terbukti dari
pemikirannya(ide). Seseorang yang sudah kehilangan akal pikiran(gila) tidak
dapat disebut sebagai manusia. Sedangkan, aliran eksistensialisme merupakan
pemahaman keberadaan manusia pada sejauhmana eksistensinya(pengakuan orang lain
terhadapnya) terhadap sekitar.
Aliran eksistensialisme mengeluarkan
kritik terhadap aliran sebelumnya, materialisme dan idealisme. Pada
materialisme, kaum eksistensialisme yang berpemahaman bahwa manusia di dunia
juga menghadapi dunia dan menghadapi benda yang ada didalamnya, menganggap
bahwa aliran materialisme memungkiri
totalitas manusia dan yang dilihat hanya materi saja. Dalam idealisme, kaum
eksistensialisme mengkritik bahwa kaum idealis hanya melihat manusia sebagai
subjek. Idealisme melupakan bahwa manusia juga berdampingan dengan realitas.
Komunikator yang baik hendaknya
melengkapi diri dengan tiga konsep yang telah ada sejak zaman Yunani kuno,
yaitu ethos, pathos, dan logos. Ethos merupakan kepercayaan
orang-orang terhadap dirinya karena dianggap sebagai pakar dan memiliki track record yang tinggi. Lalu, phatos merupakan representasi emosi komunikator
sesuai dengan pesan yang akan disampaikan. Terakhir adalah logos yang diketahui
sebagai argumentasi kuat yang dipersiapkan oleh komunikator agar pesan yang
disampaikan tidak hanya disampaikan saja, tetapi juga dipahami.
Menurut Effendi (2003), komunikator
yang baik juga merupakan komunikator humanistik. Ini merupakan diri yang unik
dan otonom, dengan proses mental mencari informasi secara aktif, sadar akan
keterlibatannya dengan masyarakat, memiliki kebebasan memilih, dan bertanggung
jawab terhadap perilakunya. Empat ciri komunikator ini adalah kepribadiaan dan
penampilan, keunikan, keaktifan, dan kesadaran diri atas keterlibatan
sosialnya. Namun, ciri tersebut juga memiliki perbedaan terhadap tiga asumsi
pokok sifat dasar manusia menurut aliran behavioristik, yaitu perilaku
dipelajari dengan asosiasi yang terbentuk, manusia yang pada dasarnya bersifat
hedonistik(mencari kesenangan dan menghindari kesulitan), dan perilaku
didatangkan melalui lingkungan.
Perkembangan tekonologi membawa
banyak pengaruh terhadap proses komunikasi yang berlangsung. Semenjak
kemunculan media massa saja, pola pikir audiensnya dapat terpengaruh oleh
kekuatannya. Seperti, pengaruh penyiaran terhadap pembentukan masyarakat sangat
besar. Penyiaran merupakan suatu keterampilan manusia ketika berada posisi
tidak mampu dalam penciptaan dan penggunaan pesan secara efektif untuk
berkomunikasi. Terlihat saat zaman kemerdekaan Indonesia, saat dulu, bagaiamana
pesan Soekarno yang disiarkan melalui radio dapat mengubah masyarakat yang ada
dalam waktu yang tidak terlampau lama.
Terkait dengan ambivalensi teknologi komunikasi,
McLuhan, menjabarkan pengaruh perkembagan teknologi komuniksasi, yaitu global village dan global pillage. Global village merupakan kondisi dimana dunia
seolah-olah hanya sebuah desa kecil karena tidak terbatasnya jarak dan waktu.
Sedangkan, global pillage merupakan
efek negatif dari teknologi, yaitu teknologi dapat menciptakan ketergantungan.
Menurut Pacey(1984), teknologi memiliki tiga aspek,
yaitu aspek teknis, kultural, dan organisasi. Aspek teknis melingkupi
pengetahuan, keterampilan, teknik, peralatan, unsur kimia, bahan bakar, produk,
dan limbah. Aspek kultural melingkupi tujuan, nilai, kode etik, keyakinan,
kesadaran, dan kreativitas. Kemudian, aspek organisasi melingkupi aktivitas
eknomi dan industri, aktivitas profesi, pengguna dan konsumen, dan perdagangan.
Dampak perkembangan teknologi dalam komunikasi
terlihat dari terbentuknya masyarakat informasi. Masyarat informasi adalah
kondisi masyarakat di mana produksi, pemrosesan, distribusi, dan konsumsi
merupakan aktivitas utama. Sebelumnya, masyarakat mengalami tiga fase sebelum
menjadi masyarakat informasi. Fase pertama, masyarakat pra-agrikultur, di mana
kegiatan manusia meliputi bercocok tanam dan berburu. Fase kedua, masyarakat
agrikultur, di manusia bertani dengan mulai memasarkan hasilnya dengan barter.
Fase ketifa, masyarakat industri, ditandai dengan adanya mesin sehingga
produksi dapat tercipta dalam jumlah yang banyak. Faktor yang mendorong masyarakat
informasi adalah konvergensi teknologi, perkembangan internet, digitalisasi,
konvergensi media, dan merger industri.
Pengaruh negatif dari perkembangan teknologi adalah
perubahan gaya hidup dari perubahan dalam tidak dapat membedakan apa yang
diperlukan dan apa yang diinginkan, tantangan dalam pemerolehan karier karena
setiap orang harus dapat bersaing dalam menguasai perkembangan tersebut,
perubahan regulasi karena adanya perkembangan teknologi, dan pergeseran
kekuatan kepada pihak yang menguasai teknologi. Jika terlihat di Indonesia,
perkembangan teknologi terkadang sering terlihtat dari sisi negatifnya karena
masih teknologi itu sendiri belum tersebar secara menyeluruh dan hanya bagian
tertentu di negeri ini yang dapat merasakan kehadiran dari teknologi itu
sendiri.
Paradigma yang tercipta karena teknologi komunikasi
adalah determinisme teknologi, fenomenologi teknologi, otritarianisme,
liberalisme, dan tanggung-jawab sosial. Determinisme teknologi berasumsi bahwa
teknologi komunikasi memiliki kekuatan dalam mengatur masyarakat. Fenomenologi
teknologi memahami teknologi dalam kaitannya dalam fenomena sosial.
Otoritarianisme menempatkan media sebagai alat propaganda pemerintah.
Liberalisme diterapkan pada saat itu oleh media yang tak lagi menjadi alat
pemerintah dan dapat dimiliki secara pribadi. Tanggung jawab sosial merupakan
prinsip bahwa media harus terlepas dari intervensi pemerintah. Jacques Ellul
memiliki pemikiran tentang teknologi komunikasi, merupakan kekuatan sosial baru yang menjadi
kebutuhan manusia.
Terdapat beberapa strategi agar komunikasi
berlangsung efektif, yaitu pesan harus dirancang dan dirancang sedemikian rupa
agar menarik perhatian pendengar, pesan memiliki lambang dengan pengertian yang
sama antara komunikator-komunikan, dan pesan mengandung kebutuhan yang
diperlukan komunikan sesuai dengan kebutuhan kelompok dimana komunikan berada.
Menurut Stephen Covey, dalam hidupnya yang penuh
kompetisi ini diperlukan pola pikir menang-menang, yang memiliki tiga karakter,
yaitu intergritas, kedewasaan, kekayaan mental, cara memahami, sinergi untuk
menciptakan kerjasama, dan pemanfaatan aset yang dimiliki. Menurut Ariwibowo,
strategi lainnya adalah REACH (Respect,
Empathic, Audible, Clarity, dan Humble). Respect berarti menghargai setiap individu, empathic berarti kemampuan kita dalam menempatkan diri pada
situasi/kondisi orang lain, audible berarti
pesan kita dapat diterima oleh orang lain, clarity
adalah kejelasan kita dalam penyampaian pesan(transparansi dan
keterbukaan), serta humble atau sifat
kerendahaan hati.
Kita juga harus mengetahui siapa audiens yang kita
tuju, terutama dalam penentuan waktu yang tempat dalam penyampaian pesan,
bahasa yang digunakan agar pesan dimengerti, sikap dan nilai yang harus
ditampilkan agar efektif, dan jenis kelompok di mana komunikasi akan
dilaksanakan. Dalam sisi komunikator, ada dua faktor yang harus diperhatikan,
yaitu source credibility dan source
attractiveness. Pertama, sumber harus berasal dari seseorang yang memiliki
ahli dalam bidangnya atau dapat objektif dalam menyampaikan pendapat. Kemudian,
sumber yang terkait terhadap yang apa dibicarakan sehingga memiliki hal yang
menarik, seperti adanya kesamaan-kesamaan(ideologi, dll).
Hambatan-hambatan komunikasi yang harus diperhatikan
adalah gangguan komunikasi yang bersifat mekanis(alat pengeras suara, dll),
kepentingan, motivasi terpendam, dan prasangka. Kemudian, terdapat pembelokan
komunikasi, yaitu penyesatan pengertian, mengurangi isi pesan, dan mengubah
kerangka referensi.
ADHYRA RAMADIANI
14140110360
Tidak ada komentar:
Posting Komentar