Informasi yang benar mencerahkan
kehidupan. Ia membantu menjernihkan pertimbngan untuk bisa mengambil keputusan
yang tepat. Informasi yang tepat menjadi sarana pendidikan yang efektif.
Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan untuk mendapatkan kekuasaan atau
mempertahankannya. Informasi yang benar menghindarkan salah paham dan menjadi
sarana penting untuk menciptakan perdamaian.
Media adalah sarana utama untuk
menyampaikan dan mendapatkan informsai. Peningkatan tingkat pendidikan tidak
bisa lepas dari media. Namun, hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar
seing tidak dijamin karena adanya pertarungan kepentingan dalam hal politik,
ekonomi, dan budaya.
Informasi
sebagai Komoditi dan Mimetisme
Dalam cara berpikir industri,
informasi dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih
penting dibanding misi utama media, yaitu untuk klarifikasi dan memperkaya
debat demokrasi. Bagi mereka, pasar informasi adalah untuk mencari keuntungan,
untuk itu media siap berlomba menyiarkan yang sensasional atau spektakuler
dengan harga apa pun, yang terkadang mengorbankan profesionalisme.
Mimetisme adalah gairah yang
tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya, seperti sangat urgent, bergegas
untuk meliput kejadian karena media lain menganggapnya penting. Di satu sisi,
persaingan ini mendorong kreativitas. Namun, di sisi lain, persaingan ini
memacu mimetisme dalam media. Siaran langsung, reportase ke tempat kejadian,
hubungan langsung atau aktual menjadi kebanggan media. Mereka mau menunjukkan
bahwa representasi diganti oleh laporan langsung. Media memiliki kekuasaan
untuk membuat orang bisa melihat sejarah yang sedang berlangung. Tidak heran
bahwa media mengundang reaksi skeptis dan kecurigaan di kalangan kaum terdidik.
Media Mengubah Integrasi
Sosial, Reproduksi Budaya, dan Partisipasi Politik
Media menyebarkan ke seluruh tubuh
sosial tidak hanya ide pembebasan, tetapi juga nilai-nilai hedonis sehingga
akhirnya memengaruhi integrasi sosial. Integrasi sosial menghadapi kendala
dalam bentuk individualisme narcisik. Hedonisme individualis ini mengabaikan
kontrol sosial dari instansi tradisional sehingga norma-norma tradisional
meredup.
Dalam reproduksi budaya atau lebih
tepatjustru produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu
berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh
efektivitas dan tuntutan agar bisa bertahan hidup. Kultus teknologi mengalahkan
tujuan dan idealisme. Maka, dalam media, teknik presentasi sering mengalahkan
isi berita atau pesan yang mau disampaikan. Semua isi makna diserap ke dalam
satu-satunya bentuk dominan dari medium. Medium itu sendiri merupakan
peristiwa, apa pun isinya, entah sesuai atau subversif. Media berperan besar
dalam penciptaan kebutuhan palsu, serta sikap pasif yang terhanyut dalam
konsumerisme.
Dalam partisipasi politik, individu
tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi politik tidak lagi mampu
memberikan janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi memobilisasi
pengikut. Jadi, para politisi dewasa ini berhadapan dengan basis pendukung yang
konsumeris, individualis, mudah berubah pandangan, dan skeptis. Dampaknya
terasa dalam pembentukan identitas individu dan bentuk baru kebebasan.
Selain pengaruh kapitalisme baru,
sistem media juga sangat ditentukan oleh kemajuan teknologi. Revolusi teknologi
informasi melahirkan logika waktu pendek. Media elektronik dan komputer
memungkinkan informasi dan pertukarannya dalam waktu singkat. Tersedianya
informasi secara instan membuat orang tidak lagi menghargai penantian dan
kelambanan. Kehilangan momentum adalah bentuk kekalahan.
Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
Setidaknya ada tiga pertimbangan
mengapa penerapan etika komunikasi semakin mendesak. Pertama, Media mempunyai
kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Etika komunikasi melindungi
publik yang lemah (dalam artian manipulasi media). Kedua, etika komunikasi
merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan
tanggung jawab. Tujuannya untuk masa depan pers sendiri dengan menagih tanggung
jawab negara. Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari
logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna.
Meskipun jurnalisme atau siaran
merupakan produk industri, ia membawa nilai nonmaterial yang sangat berharga.
Namun, logika pasar ternyata tidak bisa ditawar, tuntutan keuntungan hanya
mungkin dipenuhi hanya bila bisa meningkatkan kemampuan bersaing. Persaingan
pasar semakin diperparah oleh kecepatan teknologi dalam hal sirkulasi
informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar