Senin, 11 April 2016

Mengapa Perlu Etika Komunikasi?

            Informasi yang benar mencerahkan kehidupan. Ia membantu menjernihkan pertimbngan untuk bisa mengambil keputusan yang tepat. Informasi yang tepat menjadi sarana pendidikan yang efektif. Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan untuk mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya. Informasi yang benar menghindarkan salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian.
            Media adalah sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informsai. Peningkatan tingkat pendidikan tidak bisa lepas dari media. Namun, hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar seing tidak dijamin karena adanya pertarungan kepentingan dalam hal politik, ekonomi, dan budaya.

Informasi sebagai Komoditi dan Mimetisme
            Dalam cara berpikir industri, informasi dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih penting dibanding misi utama media, yaitu untuk klarifikasi dan memperkaya debat demokrasi. Bagi mereka, pasar informasi adalah untuk mencari keuntungan, untuk itu media siap berlomba menyiarkan yang sensasional atau spektakuler dengan harga apa pun, yang terkadang mengorbankan profesionalisme.
            Mimetisme adalah gairah yang tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya, seperti sangat urgent, bergegas untuk meliput kejadian karena media lain menganggapnya penting. Di satu sisi, persaingan ini mendorong kreativitas. Namun, di sisi lain, persaingan ini memacu mimetisme dalam media. Siaran langsung, reportase ke tempat kejadian, hubungan langsung atau aktual menjadi kebanggan media. Mereka mau menunjukkan bahwa representasi diganti oleh laporan langsung. Media memiliki kekuasaan untuk membuat orang bisa melihat sejarah yang sedang berlangung. Tidak heran bahwa media mengundang reaksi skeptis dan kecurigaan di kalangan kaum terdidik.

Media Mengubah Integrasi Sosial, Reproduksi Budaya, dan Partisipasi Politik
            Media menyebarkan ke seluruh tubuh sosial tidak hanya ide pembebasan, tetapi juga nilai-nilai hedonis sehingga akhirnya memengaruhi integrasi sosial. Integrasi sosial menghadapi kendala dalam bentuk individualisme narcisik. Hedonisme individualis ini mengabaikan kontrol sosial dari instansi tradisional sehingga norma-norma tradisional meredup.
            Dalam reproduksi budaya atau lebih tepatjustru produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efektivitas dan tuntutan agar bisa bertahan hidup. Kultus teknologi mengalahkan tujuan dan idealisme. Maka, dalam media, teknik presentasi sering mengalahkan isi berita atau pesan yang mau disampaikan. Semua isi makna diserap ke dalam satu-satunya bentuk dominan dari medium. Medium itu sendiri merupakan peristiwa, apa pun isinya, entah sesuai atau subversif. Media berperan besar dalam penciptaan kebutuhan palsu, serta sikap pasif yang terhanyut dalam konsumerisme.
            Dalam partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi politik tidak lagi mampu memberikan janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi memobilisasi pengikut. Jadi, para politisi dewasa ini berhadapan dengan basis pendukung yang konsumeris, individualis, mudah berubah pandangan, dan skeptis. Dampaknya terasa dalam pembentukan identitas individu dan bentuk baru kebebasan.
            Selain pengaruh kapitalisme baru, sistem media juga sangat ditentukan oleh kemajuan teknologi. Revolusi teknologi informasi melahirkan logika waktu pendek. Media elektronik dan komputer memungkinkan informasi dan pertukarannya dalam waktu singkat. Tersedianya informasi secara instan membuat orang tidak lagi menghargai penantian dan kelambanan. Kehilangan momentum adalah bentuk kekalahan.

Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
            Setidaknya ada tiga pertimbangan mengapa penerapan etika komunikasi semakin mendesak. Pertama, Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Etika komunikasi melindungi publik yang lemah (dalam artian manipulasi media). Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab. Tujuannya untuk masa depan pers sendiri dengan menagih tanggung jawab negara. Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna.

            Meskipun jurnalisme atau siaran merupakan produk industri, ia membawa nilai nonmaterial yang sangat berharga. Namun, logika pasar ternyata tidak bisa ditawar, tuntutan keuntungan hanya mungkin dipenuhi hanya bila bisa meningkatkan kemampuan bersaing. Persaingan pasar semakin diperparah oleh kecepatan teknologi dalam hal sirkulasi informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar