Senin, 11 April 2016

MENGAPA PERLU ETIKA KOMUNIKASI?



1.      Informasi sebagai Komoditi dan Mimetisme
Informasi dianggap sebagai barang dagangan. Contoh nyata ialah kasus hubungan anggota DPR Yahya Zaini dan Maria Eva. Lebih dari satu minggu, kasus ini menyita halaman pertama banyak media dan televisi seakan-akan tidak ada informasi lain yang lebih penting. Tujuan pasar informasi adalah mencari keuntungan.
Mimetisme adalah gairah yang tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya, sepertinya sangat urgen, bergegas untuk meliput kejadian karena media lain, terutama yang menjadi acuan, menganggapnya penting. Banyak media yang mengabaikan prosedur jurnalistik yang hakiki.
2.      Media Mengubah Integrasi Sosial, Reproduksi Budaya, dan Partisipasi Politik
Integrasi sosial menghadapi kendala dalam bentuk individualism narcisik. Hedonisme individual mengabaikan kontrol sosial dari instasi tradisional sehingga norma-norma tradisional meredup/
Dalam reproduksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efektivitas ddan tuntutan agar bisa bertahan hidup.
Dalam hal partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideology politik. Para politisi dewasa ini berhadapan dengan basis pendukung yang konsumeris, individualis, mudah berubah pandangan, dan skeptik. Media menyebarkan gaya hidup di mana sistem representasi menjadi objek konsumsi.
3.      Dilema Media Massa
Di satu sisi, idealism media menuntut peran sebagai sarana pendidikan agar pembaca, pemirsa, atau pendengar semakin memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir. Di sisi lain, pragmatism ekonomi memaksa media mengadopsi logika mode yang terpatri pada yang spektakuler, sensasional, superfisial, dan pesan yang beragam.
4.      Pentingnya Pencitraan
J. Baudrillard menjelaskan empat fase citra. Pertama, representasi di mana citra merupakan cermin suatu realitas. Kedua, ideologi di mana citra menye,bunyikan dan memberi gambar yang salah akan realitas. Ketiga, citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas. Keempat, citra tidak ada hubungan sama sekali dengan realitas apa pun: ia hanya menjadi yang menyerupai dirinya. Bila media mengandalkan operasinya pada pencitraan, akhirnya informasi hanya menjadi simulasi.
5.      Tiada Perlawanan Terorganisir dan Bentuk Baru Sensor
Dalam menghadapi kapitalisme global, komersiliasi gaya hidup dan individualisasi yang tak terkontrol, tidak ada perlawanan terorganisir yang didukung oleh struktur kuat dan ideology yang serius. Media sebetulnya punya kesempatan mempengaruhi masyarakat dengan menanamkan kebebasan dan inisiatif, tetapi media justru semakin membuat pembaca atau audiens tergantung dan kompulsif.
Dewasa ini, sensor berubah bentuk. Sensor tidak lagi tampil dalam bentuk primer karena bukan lagi masalah menghilangkan, memotong, melarang sejumlah aspek fakta, atau menyembunyikannya. Sensor justru menyusup dalam berlimpahnya informasi yang harus dilanggar, dibaca, atau dilihat sehingga orang tidak mampu melihat apalagi yang kurang dari suatu informasi. Sensor itu terletak dalam penciptaan hiperrealitas.
6.      Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
Pertama, media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab. Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar