Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan untuk
mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya, yang pada gilirannya akan
membantu orang mendapatkan keuntungannya. Informasi yang benar menghindarkan
salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptkan perdamaian.
Hak public untuk mendapatkan informasi yang benar
sering tidak dijamin karena adanyan pertarungan kepentingan dalam hal politik,
ekonomi, atau budaya. Bukan hanya hak public akan informasi dirugikan, tetapi
kecenderungan kuat yang datang dari tuntutan pasar secara mendasar system media
(organisasi Komunikasi public) sehingga pertimbangan pendidikan, pencerahan,
analisi kritis, dan hiburan yang sehat diabaikan demi keuntungan semata.
Keprihatinan utama pengelola media adalah keuntungan. Logika pasar menentukan
tingkat kualitas informasi yang disuguhkan.
Informasi Sebagai Komoditi dan
Mimetisme
Informasi sebagai barang dagangan. Ciri komersial
ini menjadi lebih pentingan daripada misi utama, media, yaitu untuk
klarifikasidan memperkaya debat demokrasi. Logika yang sama juga mendasari
keingintahuan yang besar untuk mengorek kehidupan pribadi selebritis.
Fotografer yang profesinya adalah mebuat kejutan para bintang dan selebritis
lebih-lebih dalam imisitas dan privacy mereka memberi kesan seakan pekerjaan
wartawan adalah mempublikasikan kehidupan privat selebritis.
Pasar informasi pertama-tama adalah untuk mencari
keuntungan. Prinsip mereka adalah tidak boleh terlambat, tidak boleh didahului
oleh koram lain atau televisi lain. Di antara media sendiri terjadi persaingan,
dengan ditandai perang teluk informasi televisi yang mendasarkan kekuatannya
pada gambar. Junarlisme penyingkapan, dibedakan dari jurnalisme investigasi.
Unsur yang menentukan dalam jurnalisme ini ialah
dokumen yang membhayakan. Karena dokumen semacam itu biasanya tertulis, sulit
dieksploitasi oleh televisi. Maka, media cetak lebih tangkas meiputnya. Persaingan
antara media cetak danmedia gambar ini sering sedemikian rupa menjadi tidak
proposional lagi.
Di satu sisi, persaingan itu mendorong kreativitas,
di sisi lain persaingan itu diikuti juga semacam mimetisme. Ialah gairah yang
tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya, sepertinya sangat urgen,
bergegas untuk meliput kejadian karena medialain, terutama yang menjadi acuan,
menganggapnya penting. Semakin banyak media berbicara tentang suatu hal, secara
kolektif semakin yakin bahwa hal itu penting sehingga harus diliput dengan
lebih banyak waktu, mengerahkan sarana dan tenanga lebih dari biasanya. Jadi,
media saling membangkitkan keingintahuan di kalangan sendiri, menaikkan
penawaran dan membiarkan diri dibawa oleh hasrat untuk memberi informasi yang
lebih.
Media memiliki untuk membua orang bisa melihat
sejarah yang sedang berlangsung. Kasus pemberitaan tidak benar tentang jumlah
korban dan tempat kecelakaan pesawat Adam Air adalah bukti dari
kecenderunganini. Kantor berita mengandalkan pada kesaksian orang setempat yang
belum dicek kebenarannya.
Keresahan dan kritik tidak dapat tanggapan serius dari
pengelola dan produktor informasi. Rating menentukan program siaran yang
berarti mahal atau murahnya jam tayang pada televisi. Komsumsi massa menentukan
dinamisme komersial dan makna keindahan.
Media mengubah Integrasi Sosial,
Reproduksi Budaya, dan Partispasi politik
Media menyebarkan ke seluruh tubuh sosial tidak
hanya ide pembebasan, tetapi juga nilai-nilai hedonis sehingga akhirnya
mempengaruhi integrasi sosial. Hdeonisme individualisasi ini mengabaikan
kontrol sosial dari intasi tradisional sehingga norma-norma tradisional
meredup.
Semua bentuk institusi yang membatasi emansipasi
individu melemah dan digerogoti oleh hasrat diri, pemenuhan diri, dan
penghargaan diri. Maka, makin banyak tuntuan untuk diakui dan penghormatan
terhadap perbedaan tidak dapat dilepaskan dari demokrasi individualis massa.
Dalam reproduksibudaya, atau lebih tepat justru
produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan
untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efetivitas dan
tuntutan agar bisa bertahan hidup.
Dalam hal patisipasi politik, individu tidak
tertarik pada ideologi politik. Ideology politik tidak lagi mampu memberi jani,
bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi memobilisasi pengikut.arena sosial
menjadi tidak lainkecuali perpanjangan lingkup privat. Jadi, para politis
dewasa ini berhadapan dengan basis pendukung yang konsumeris, individualis,
mudah berubah pandangan dan skeptic.
Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
Ada
tiga petimbangan Etika komunikasi mendesak :
1. Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat
terhadap publik. Padahal media mudah memanipulasi dan mengaleniasi audiens.
Etika komuniaksi mau melindungi public yang lemas.
2. Etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga
keseimbangan antara kebabasan berekspresi dan tanggung jawab. Jangan sampai
semua bentuk kritik terhadap media langsung dimasukkan ke dalam stigma
pembatasan atau pengebirian kebebasanpers. Jadi, tujuannya justru untuk masa
depan pers sendiri dengan menagih tanggung jawab Negara
3. Mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negative
dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna,
yang paling penting hanyalah mempertahankan kredibilitas pers di depan public.
Bella Anastasya Achita Putri
14140110099
sumber : Haryatmoko.
2007. Etika Komunikasi: Manipulasi Media,
Kekerasan dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar