Minggu, 29 Mei 2016

Media Baru dan Kebebasan Berekspresi Media/ Pers dan Individu

pertemuan ke 13
fellisia 14140110205



          Setiap manusia memiliki hak untuk mengemukan pendapatnya masing-masing. kebebasan berekspresi merupakan salah satu cara manusia saling berinteraksi dengan satu sama lainnya. siapa saja dapat menyampaikan apa yang mereka inginkan di media, dengan adanya akses internet yang cepat dan mudah dijangkau. Media menyediakan platform bagi masyarakat untuk beraspirasi, namun terdapat beberapa batasan-batasan yang perlu diketahui oleh masyarakat atau pengguna.

           Batasan-batasan inilah yang membuat masyarakat tidak bisa semena-mena juga dalam berucap dimedia (internet). Banyak pengguna media yang tidak sadar dengan apa yang mereka ucap di media, sehingga banyak menimbulkan konflik. Konflik yang ditimbulkan juga bukan konflik kecil, konflik yang timbulkan dapat mengakibatkan pertikaian hingga perang antar beberapa kelompok.

            Maka, media media baru seperti internet ini membuat batasan atau peraturan yang tidak membuat resah sesame pengguna media. Bukan hanya dari media baru saja, namun dari pihak pemerintah juga ada regulasi atau hukum mengenai kebebasan berekspresi di media manapun. Sehingga masyarakat tidak menyalahgunakan hak mereka dalam berpendapat.

            Didalam presentasi dan contoh kasus yang diperbincangkan dikelas, kebebasan berekspresi di Indonesia memang belum sepenuhnya terpenuhi. Apalagi dengan contoh kasus buku kiri yang dibakar. Buku ini diduga oleh apparat keamanan, bahwa buku tersebut mengandung unsur-unsur dan ajaran mengenai paham komunisme.



            Bukan hanya dari kasus buku kiri ini saja yang terjadi di Indonesia, adapaun kasus pelarangan penanyangan film “Pulau Buruh” di Jogja. Penayangan film ini tiba-tiba diminta untuk diberhentikan oleh aparat kepolisian, apparat menyatakan bahwa pemutaran film ini belum mendapatkan ijin. Padahal yang diketahui dari pihak pemutar film pulau buruh, telah melakukan ijin dan telah serah terima surat. Namun, tetap saja pemutaran film ini tetap diberhentikan. Karena ada dugaan penyebaran jaran komunisme dalam pemutaran film tersebut.
           
            Dalam dua kasus tersebut, ada baiknya kita sebagai pengguna dan konsumen dari media harus lebih melek lagi dan sadar dengan kebebasan berpendapat di Indonesia yang masih minim. Ada kalanya kita lebih kritis dan mempertanyakan hal-hal yang mendasar mengapa buku dan penayangan film yang dianggap biasa saja bisa sampai dianggap hal yang menggerikan. Disinilah masyarakat dapat menilai, yang mana berlebihan dalam melarang seseorang atau kelompok dalam bereksresi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar