Minggu, 29 Mei 2016

Manipulasi Media dan Kesadaran palsu, Pornografi dan Kekerasan, serta Propaganda dalam Media/Pers

Resume Pertemuan ke 9
Fellisia tio 14140110205

·         Pornografi

Konten-konten pornografi dapat konsumen media temukan di iklan yang disiarkan oleh beberapa stasiun televisi. Penampilan gambar atau tulisan tidak boleh menimbukan ambiguitas sehingga tidak dibutuhkan lagi penafsiran. Simbo-simbol yang disiarkan oleh televisi tidak memerlukan lagi kisah. Dalam pornografi, tanpa konteks dan tidak ada tokoh subjek yang sebenarnya, tetapi hanya dihiasi tokoh palsu, tanpa ada identitas dan sejarah. Pornografi memproduksi sesuatu yang hidup menjadi dapat dimanipulasi. Namun tokoh tersebut hanyalah dijadikan sebuah materi.



Dampak dari konten pornografi ini sendiri adalah depersonilisasi (hilangnya kepribadian tubuh) tubuh yang dipahami sebagai upaya untuk menarik keluar dari tubuh semua hal yang merepresentasikan kepribadian seseorang. Bila gambar sudah menampilkan semuanya (pornografi) maka tidak perlu lagi menebak atau menafsirkan. Yang diminta hanyalah menelan, mengkonsumsi konten pornografi tersebut supaya hasrat seksualitas yang mengkonsumsi pornografi terangsang.

·         Erotisme

Berbeda dengan pornografi, erotisme memungkinkan suatu Bahasa atau gaya bisa menerima kehadiran liyan. Tekanan erotisme hanya pada imajinasi dan sugesti. Dalam erotisme yang lebih ditonjolkan adalah pengungkapan hasrat dari pada penonjolan tubuh yang telanjang. Keindahan dalam erotisme bukan perayaan kenikmatan, tetapi cara untuk memberikan wajah pada tubuh.

Dengan kata lain erotisme mencari celah antara “mengatakan semua” dan “menyembunyikan semua”. Semua erotisme selalu beresiko menjadi pornografi. Pada karya tertentu kita tidak mudah menentukan batas antara erotisme dan pornografi, selain karena subjektifitas penilai, juga di sebabkan oleh abiguitas hubungan yang dipertaruhkan . ambiguitas itu berasal dari masalah sejauh mana tubuh menghindar dari representasi.


·         Kekerasan dalam media/pers
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan. Biasanya kekerasan mengandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuk, fisik, verbal, non verbal, moral, psikologis, atau melalui gambar. Adapun kata-kata yang mengandung unsur kekerasan. Jadi kekerasan tidak harus dalam bentuk fisik saja, tetapi bisa menghancurkan dasar-dasar kehidupan seseorang. Sasaranya bisa psikologis seseorang, cara berpikirnya, dan bisa afeksinya. Kekerasan dalam media tidak selalu memancing reaksi penolakan, tidak senang, muak, dan protes, kadang juga dapat menimbulkan reaksi memikat.
Gambar membuat kekerasan menjadi biasa, karena menghadirkan yang umum dan normal dalam dunia tontonan yang diatur sedemikian rupa sehingga pemirsa dibiasakan untuk tidak bisa menolak atau melakukan apa-apa.



·         Bahaya kekerasan dalam media                     
Kekerasan dalam media tentu saja memiliki bahayanya, yang ditakutkan adalah scenario penularan kekerasan dalam media menjadi kekerasan sosial riil (dunia nyata). Kekerasan yang ditampilkan dimedia, bila sampai kepada mata penonton terutama anak-anak, akan sangat membahayakan dan tidak baik untuk mental anak-anak tersebut. Ada baiknya, perlu bimbigan dan di orang tua saat menyaksikan program-program televisi. Agar mecegah tidak adanya salah tanggapan dari anak-anak tersebut dalam mengartikan konten yang sedang disampaikan oleh media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar