Resume
Pertemuan ke 9
Fellisia
tio 14140110205
·
Pornografi
Konten-konten
pornografi dapat konsumen media temukan di iklan yang disiarkan oleh beberapa
stasiun televisi. Penampilan gambar atau tulisan tidak boleh menimbukan
ambiguitas sehingga tidak dibutuhkan lagi penafsiran. Simbo-simbol yang
disiarkan oleh televisi tidak memerlukan lagi kisah. Dalam pornografi, tanpa
konteks dan tidak ada tokoh subjek yang sebenarnya, tetapi hanya dihiasi tokoh
palsu, tanpa ada identitas dan sejarah. Pornografi memproduksi sesuatu yang
hidup menjadi dapat dimanipulasi. Namun tokoh tersebut hanyalah dijadikan
sebuah materi.
Dampak
dari konten pornografi ini sendiri adalah depersonilisasi (hilangnya
kepribadian tubuh) tubuh yang dipahami sebagai upaya untuk menarik keluar dari
tubuh semua hal yang merepresentasikan kepribadian seseorang. Bila gambar sudah
menampilkan semuanya (pornografi) maka tidak perlu lagi menebak atau
menafsirkan. Yang diminta hanyalah menelan, mengkonsumsi konten pornografi
tersebut supaya hasrat seksualitas yang mengkonsumsi pornografi terangsang.
·
Erotisme
Berbeda
dengan pornografi, erotisme memungkinkan suatu Bahasa atau gaya bisa menerima
kehadiran liyan. Tekanan erotisme hanya pada imajinasi dan sugesti.
Dalam erotisme yang lebih ditonjolkan adalah pengungkapan hasrat dari pada
penonjolan tubuh yang telanjang. Keindahan dalam erotisme bukan perayaan
kenikmatan, tetapi cara untuk memberikan wajah pada tubuh.
Dengan kata lain
erotisme mencari celah antara “mengatakan semua” dan “menyembunyikan semua”.
Semua erotisme selalu beresiko menjadi pornografi. Pada karya tertentu kita
tidak mudah menentukan batas antara erotisme dan pornografi, selain karena
subjektifitas penilai, juga di sebabkan oleh abiguitas hubungan yang
dipertaruhkan . ambiguitas itu berasal dari masalah sejauh mana tubuh
menghindar dari representasi.
·
Kekerasan dalam media/pers
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai
prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain
tanpa persetujuan. Biasanya kekerasan mengandung unsur dominasi terhadap pihak
lain dalam berbagai bentuk, fisik, verbal, non verbal, moral, psikologis, atau
melalui gambar. Adapun kata-kata yang mengandung unsur kekerasan. Jadi
kekerasan tidak harus dalam bentuk fisik saja, tetapi bisa menghancurkan
dasar-dasar kehidupan seseorang. Sasaranya bisa psikologis seseorang, cara
berpikirnya, dan bisa afeksinya. Kekerasan dalam media tidak selalu memancing
reaksi penolakan, tidak senang, muak, dan protes, kadang juga dapat menimbulkan
reaksi memikat.
Gambar membuat kekerasan menjadi biasa,
karena menghadirkan yang umum dan normal dalam dunia tontonan yang diatur
sedemikian rupa sehingga pemirsa dibiasakan untuk tidak bisa menolak atau
melakukan apa-apa.
·
Bahaya kekerasan dalam media
Kekerasan dalam media tentu saja
memiliki bahayanya, yang ditakutkan adalah scenario penularan kekerasan dalam
media menjadi kekerasan sosial riil (dunia nyata). Kekerasan yang ditampilkan
dimedia, bila sampai kepada mata penonton terutama anak-anak, akan sangat
membahayakan dan tidak baik untuk mental anak-anak tersebut. Ada baiknya, perlu
bimbigan dan di orang tua saat menyaksikan program-program televisi. Agar mecegah
tidak adanya salah tanggapan dari anak-anak tersebut dalam mengartikan konten
yang sedang disampaikan oleh media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar