Filsafat Zaman Yunani Kuno Hingga Awal Abad XX
Pada
zaman Yunani kuno filsafat dipahami sebagai kenyataan yang ditandai oleh
dualitas dari “yang satu” dan “yang banyak”.
Keanekaragaman yang terjadi di kehidupan mereka melambangkan kesatuan
antara mereka. Permasalahan “yang satu” dan “yang banyak” mulai diperdebatkan
oleh pemikir pra-sokratik. Salah satunya Plato, dia berusaha mendamaikan dan
mempersartukan ”yang satu” dan “yang banyak” yang diwarnai oleh multiplisitas.
Sang Baik, Sang Benar, Sang Indah yang menyatukan berbagai gejala ini.
Aristoteles,
berpendapat bahwa keharusan menempatkan Primum Movens Immobile merupakan
prinsip awal dan juga merupakan tujuan akhir dari semua kenyataan. Lalu berkembangkan teori emanasi oleh
Plotinos. Upaya manusia menemukan Yang Satu dari pengalaman hidup di dunia ini,
dipegang kuat oleh peranan filsafat. Filsafat merupakan satu-satunya jalan
menuju kesunyataan jati, mencari kesatuan dari multiplisitas gejala alam.
Terlebih lagi kita dibatasi oleh waktu dan keterbatasan kita untuk mengetahui posisi
kita di dalam dunia ini. Filsafat di era ini memonopoli segala sesuatu mengenai
pengetahuan. Namun yang paling diunggulkan adalah teologi.
Perkembangan
sains pada abad XIV memicu adanya pergeseran pemikiran yang telah dibuat
sebelumnya. Kepler dan Galileo meletakkan sains klasik pada zaman modern. Sains
ini mempengaruhi perkembangan filsafat. Sains ini ditandai dengan gerakan
Eblightenment/pencerahan pada abad XVIII. Kita diajak untuk berpikir secara
rasionalistis. Lalu, berkembanglah gerakan ini menjadi Filsafat Kontemporer. Filsafat ini merupakan
kelanjutan dari filsafat modern. Dimana
filsafat modern berfokus pada permasalahan epsitemologi, sedangkan kontemporer
lebih di negara-negara berbahasa inggris dan fokus pada filsafat analitik. Tiga
tema utama yang menjadi perhatian filsafat analitik. Pertama, studi mengenai
peran bahasa di dalam komunikasi dan penalaran. Kedua, penyelidikan mengenai
metodologi (logic of inquity). Ketiga, penyelidikan filosofis mengenai logika
format alternative dalm bentuk yang modern, serta alterative untuk memecahkan
berbagai permasalahan filosofis.
Posmodernisme
dan Tanggapan Terhadapnya
Posmodernisme yang
sering disingkat posmo adalah istilah yang menarik sekaligu smenjengkelkan
karena sulit untuk ditangkap maknanya. Jean Francois Lyotard, tokoh posmo
mengatakan bahwa kita berada di jaman yang optimism manusia mati. Manusia
modernis yakin bahwa kebenaran absolut bisa dipahami di dalam pengetahuan
manusia baik melalui sains maupun filsafat. Selain itu, manusia modernis juga
percaya untuk memperkembangkan ilmu objektif, hukum, dan seni bisa dengan
pembuatan hukum yang kental.
Berbeda dengan pemikiran Lyotard, keyakinan manusia
modernis hanyalah isapan jempol. Tujuan yang tunggal dan rasional tidak pernah
terwujud di dalam pengalaman manusia. Setiap peristiwa bersifat independen dan
tidak bisa dipadu-padankan satu sama lain menjadi kesatuan dan keutuhan. Semua
terlalu kompleks dan kuat untuk berdiri sendiri. manusia berada di dalam ikatan
suatu budaya dan tata nilai yang berbeda-beda. Masing-masing punya standar
nilai tersendiri, yang tidak dapat dilebur. Makanya kita tidak dapat membuat
‘kisah akbar’ mengnai keutuhan dan keseluruhan.
Manusia mulai kehilangan optimismenya untuk menentukan,
merencanakan, mengeaskan kepribadiannya. Pengalaman yang begitu kompleks dan
saling bertentangan, sehingga tidak dapat dipadu-padankan satu sama lain.
“individu terpecah-pecah menjadi kumpulan banyak quasi-diri” kata Richard
Rorty.
Posmo tidak perlu dianggap mau menyampaikan ajaran. Sebab
kalau kita ingin mengambil ajaraannya, kita akan terjebak di dalam skeptisisme.
Skeptivisme tidak membantu kita untuk mengembangkan diri sebagai manusia yang
manusiawi. Manusia butuh kepastian yang bersifat manusiawi. Kepastian yang
dibutuhkan oleh anak berusia 5 thun dan orang yang berusia 40 tahun tentu
berbeda. Maka dari itu, dibutuhkannya kepastian bahwa kenyataan itu berkembang.
Serupa dengan relativisme absolute yang juga mematikan
manusia sebagai manusia. Hal ini disebabkan oleh matinya komunikasi dan dialog.
Masing-masing masyarakat punya bahasa dan aturan tersendiri bukan berarti ini
mematikan komunikasi dan interaksi antar masyarakat. Kenyataan bahwa masyarakat
dpat menghapus isolasi yang mengkotak-kotakan mereka.
Setelah
kita melihat penjelasan posmo dan bahwanya. Posmo mengingatkan kita akan
kebhinnekaan, keberagaman masyarakat. Masing-masing masyarakat punya tolak ukur
tersendri untuk menentukkan rasionalitas dan tingkah laku yang sesuai. Kita
perlu mendengarkan peringatan posmo bahwa kita perlu menyadari perluasan
jangkauan keyakinan akan kebenaran maupun teori tidak boleh tergesa-gesa dan
berharga mati. Keyakinan yang kita peroleh dari masyarakat tidak boleh
digunakan untuk mengadili keyakinan masyarakat yang lain. kita harus memahami
kebenaran yang dianut oleh masyarakat lain. Dialog adalah kunci untuk membuka
kebenaran ini. Dari dialog inilah kita dapat merombak atau mengembangkan
keyakinan kita lebih lanjut.
Filsafat dan Perannya
Di dalam
pembahasan sejarah tadi, kita bisa melihat perubahan filsafat dari jaman ke
jaman. Filsafat Yunani kuno menekankan pada pentingnya alam semesta dengan
mencari unsur, prinsip dan sebab yang menyatukan seluruh kenyataan. Pada abad
pertengahan berfokus pada Allah sendiri sebagai Causa Prima. Abad XIV,
perkembangan sains dan pergeseran filsafat ke semesta dan manusia sebagai tujuan
akhir. Dari sinilah muncul filsafat modern fokus pada pengetahuan yang mampu
dicapai budi manusia. Manusia dapat membedakan pengetahuan mana yang ilmiah dan
yang tidak ilmiah. Abad XX berkembang filsafat Analitik yang focus pada ilmu
dalam arti sempit.
Terdapat gerakan yang mencoba mengembalikan filsafat
sebagai kritik terhadap segala pengalaman, bukan hanya sekedar ilmu (hamba
sains). Filsafat mencakup area yang luas seluruh pengalaman dan segala yang
ada. Hanya saja fokus perhatian yang berbeda antar satu filsuf dengan filsuf
lain. Luasnya kemungkinan filsuf dalam menginterpretasi arti dari filsafat.
Filsafat dapat dimengerti sebagi pengetahuan mengenai hal-hal dasar, teori
bahasa, teori diskusi kritis, ilmu tentang ilmu, upaya mencari arti hidup, dll.
Kaitanya dengan ilmu
kontemporer, filsafat perlu mengaitkan pengalaman manusia untuk mengevaluasi
secara kritis. Ilmu kontemporer dilihat secara internal mengenai pengandaian
dan kalian mereka. Secara eksternal dilihat secara multidimensional dari
kehidupan secara utuh. Dengan demikian filsafat tidak bisa lepas dari
panggilannya untuk mencari kebijaksaan hidup. Kebijaksaan ini bisa tercapai
bila orang punya sikap kritis ketika menilai pengalaman hidupnya. Dan juga
kreatif dalam mencari solusi ketika menghadapi jalan buntu dan alternatif yang
lebih baik. Jadi, filsafat berguna sebagai kritik bagi pengalaman yang telah
kita alami, sebagai ilmu dan cara untuk berpikir secara logis, tepat-guna untuk
membentuk visi yang koheren.
Nonna Sabrina Cendana 14140110096
Etika Filsafat B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar