A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari
bahsa Yunani kuno yakni philosophia dan philosophos yang berarti “orang yang
cinta pada kebijaksanaan” atau cinta pada pengetahuan”. Ada beberapa pengertian
yang dapat digunakan untuk memahami apa itu filsafat. Salah satunya adalah
pendapat Herben Spenter, ia menyatakan filsafat sebagai “a completely unifield
knowladge”. Berbeda dengan ilmu-ilmu, filsafat berupaya untuk mempersatukan
ilmu-ilmu khusus menjadi sistem yang utuh. Filsafat mencobamemberikan gambaran
(pemetaan) tentang pemikiran manusia yang bercerai-cerai menjadi suatu
keseluruhan (bukan tentang realitas akan tetapi konseptual”
B. Perkembangan Filsafat
1. Periode Yunani (600 SM – 400 M)
Dalam periode
ini, filsafat umumnya dibagi dua. Pertama masa
pra Socrates dan kedua masa yunani
klasik.
Pada masa pra socrates, filsafat bercirikan
komosentris. Pemikiran para filsuf saat itu berkaitan dengan pertanyaan tentang
alam dan terbuat dari apa alam itu. Berdasarkan rasio, para filsuf masa ini
sampai pada kesimpulan bahwa alam itu merupakan satu susunan yang teratur dan
harmonis. Contoh filsuf pra Socrates adalah Thales, Pythagoras, dan Heraclitos.
Thales adalah
filsuf alam, ia berpendapat bahwa semua makhluk hidup berawal dari air dan
manusia berkembang dari ikan. Pythagoras adalah filsuf yang berpendapat adanya
harmoni pada alam karena alam atau benda-benda dibuat atas dasar prinsip
bilangan (matematika). Tentang masalah jiwa, ia berpendapat bahwa semua orang
tidak dapat mati. Hanya saja roh /jiwanya abadi dan akan berubah menjadi
makhluk hidup yang lain. Pythagoras mengandalkan jalan penglihatan mistik dan
bukan rasio saja dalam memperoleh pengetahuan. Ia meyakini bahwa kunci
pemahaman alam semesta adalah angka-angka. Bagi Pythagoras, matematika, musik
dan mistisisme adalah satu, dalam arti tidak saling meniadakan melainkan
memeiliki hubungan erat. Heraclitos adalah filsuf yang disebut dengan “orang
tidak jelas”. Pertanyaannya yang terkenal adalah segala sesuatu berada dalam
perubahan. Artinya segala sesuatu mengalir dan dalam proses menjadi. Seseorang
tidaklah berberak dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan itulah yang mengalir
melalui kita.
Pada masa yunani klasik, Socrates, Plato dan
Aristoteles adalah tiga filsuf besar yang paling banyak memengaruhi pemikiran
fisafat untuk masa selanjutnya (Abad Pertengahan dan Modern).
Socrates
adalah orang yang paling bijaksana (berpengetahuan luas) di dunia pada masanya.
Ia adalah seorang yang kritis yang sellau mempertanyakan segala hal, ia mempertanyakan
dasar argumentasi dan konsistensi berpikir tokoh pada zamannya. Ia adalah
seorang guru, salah satu ucapannya yang terkenal adalah “kenalilah dirimu
sendiri”. Socrates dikenal pula sebagai seseorang yang teguh pendirian dan
seorang yang memiliki moralitas yang tinggi. Ia percaya bahwa ia dibimbing oleh
suara Ilahi, dan jiwanya akan tetap hidup setelah mati. Karena sikap-sikapnya,
Socrates dituduh meracuni generasi muda dan membuat mereka tidak percaya pada
dewa-dewa yang diagungkan masyarakat yunani lantas menjatuhkan hukuman mati
kepada Socrates. Pemikiran dan pembahasan para filsuf sejak Socrates mulai
meluas dan membicarakan tentang manusia
dan permasalahannya (antroposentris). Plato dan Aristoteles adalah
filsuf besar setelah Socrates.
2. Periode Abad Pertengahan (400
M – 1500 M)
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni zaman Patristik (ahli-ahli
agama kristen menguasai pemikiran filsafat) dan zaman Skolastik (mulai lahirnya
sekolah-sekolah di katedral-katedral). Fokus pemikian filsafat berpusat pada
pada ajaran-ajaran agama kristen (tentang Tuhan) sehingga disebut teosentris.
Pada masa ini, kebebasan berpikir mengalami kemerosotan, orang hanya
boleh berpikir sejauh mengikuti rambu-rambu yang ditentukan pemimpin gereja.
Para filsuf pada zaman patristik
mempercayai bahwa kebenaran sejati hanya ada pada kitab suci. Filsus yang
terkenal pada masa ini antara lain : Jutinus de Martyr (abad ke-2 M),
Terulianus (160-220 M), Origenes (184-254 M), dan Augustinus (354-430 M)
Pada abad ke-9 dam ke-10 Masehi pengaruh filsafat Yunani mulai
benar-benar masuk ke kalangan gereja. Sekolah-sekolah teologi juga mempelajari Seven Liberal Arts. Namun, sekolah yang
berkembang di lingkungan gereja ini pula memunculkan dampak “negatif”. Filsafat
dipelajari di Katedral justru untuk mendukung doktrin teologi.
Pada zaman Skolastik,
pengaruh filsafat Aristoteles paling dominan. Kalau dari Plato, gereja
mempelajari peran rasio manusia yang dapat memahami segala kebenaran, maka dari
Aristoteles gereja mendapat ajaran filsafat yang mengemukakan kesatuan antara
alam dengan akal.
Pemikir terkenal pada zaman ini adalah Abelardus (1079-1142), Anseimus
(1093-1109), Duns Scotus (1270-1308), William Ockham (1290-1349), dan Thomas
Aquinas (1225-1274). Filsafat Skolastik
mencapai puncaknya melalui Thomas Aquinas. Ia membedakan antara ilmu
pengetahuan dengan agama akan tetapi diantara keduanya tidak ada pertentangan.
Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman, kemudian
pengalaman itu diolah oleh rasio kita. Ia berpendapat bahwa masalah agama harus
diselesaikan melalui kepercayaan, namun rasio/akal tetap dibutuhkan. Sementara
itu, Dun Scotus (Scotirisme) tidak setuju dengan pendapat Aquinas, karena
menurutnya keduanya adalah hal yang berbeda. Pemikiran Plato dan Ariatoteles
terlihat pada pemikiran para filsuf di zaman ini.
Pusat pendidikan Katedral lama-kelamaan berkembang ke Stadium Generale lalu menjadi
universitas. Roges Bacon sebagai seorang dosen mulai mengembangkan metode
penelitian induktif yang sebelumnya telah dikembangkan di lingkungan sarjana
islam. Metode ini memadukan pengalaman dengan analisi matematika.
Antara abad le-15 dan ke-17 dikenallah sebuah babak baru yang dikenal
dengan sebutan zman Renaisans, di mana pengaruh pemikiran Plato, Aristoteles
dan humanisme telah melahirkan kebangkitan dan kebebasan individu pada masa
itu.
3. Periode Modern
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renaisans (abad ke-14
sampai ke-17) dan masa Pencerahan (abad ke-18). Zaman pencerahan adalah zaman
yang menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek
kebudayaan modern. Pada mas Renaisansmuncul kembali upaya membangkitkan
kebebasanberpikir seperti masa Yunani. Kombinasi filsafat Yunani dan humanisme
telah melahirkan kebebasan individu pada zaman itu.
Adapaun otoritas gereja mulai memudar dan mulai tumbuh ketidakpercayaan
pada kebenaran mutlak agama (Kristen). Mulai pula berkembang bibit reformasi
yang berbuadh pada abad ke-16/17 dengan pemisahan Protestan dan Katolik.
Renaisans dan Pencerahan adalah pintu masuk ke zaman Modern yang di
tandai oleh: (1) penduniawian ajaran/pemikiran (sekulerisme), (2) keyakinan
akan kemampuan akal (rasio), (3) berkembangnya paham utilitarianisme, dan (4)
optimisme dan percaya diri.
Pemikir-pemikir besar yang melahirkan zaman Renaisans antara lain:
Roger Bacon, Machiavelli, Copernicus, Francis Bacon, Thomas Hobbes, Rene
Descartes Hume, dan lain-lain. Bersama berkembangnya Renaisans, maka mulai
redup pemikiran (teosentris) Abad Pertengahan dan Skolastik.
4. Periode Postmodern dan
Kontemporer.
Beberapa pemikir menganggap bahwa postmodern sebagai pemikiran dan
budaya yang mencoba mengambil dari kebudayaan klasik dan modern sebagai dasar
untuk pemikiran dan budaya postmodern itu. Dalam pandangan ini, postmodern
dapat disebut dengan sintesa atau perpaduan pemikiran dan kebudayaan klasik,
modern dan postmodern ke dalam cara berpikir atau kebudayaan baru.
Dalam wilayah epistimologi, pemikiran filsuf ilmu pengetahuan baru yang
berkembang sekitar tahun 1960-an/1970-an dapat dianggap sebagai jembatan untuk
memasuki gagasan tokoh postmodernis, khususnya dibidang epistimologi dan
filsafat ilmu pengetahuan.
Francois Lyotard bersama Jacques Derrida, Michel Foucault, Gillez
Deleuze dan Felix Guattari, dan Jean Baudrillard adalah pemikir postmodern
radikal yang berpendapat perbedaan mendasar antara pemikiran pada era modern
dan past modern.
Kini ilmu pengetahuan lebih bersifat pragmatis, dalam arti bahwa ilmu
pengetahuan diproduksi untuk dijual atau dengan lebih mempertimbangkan nilai
guna atau manfaatnya. Gillez Deleuze dan Felix Guattari menyatakan bahwa dalam
era informasi sekarang ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang satu sama lain
saling berkaitan, dan semikian pula otak dan cara berpikir kita memiliki
jaringan yang hampir tak ada batas.
C. Ciri berpikir Filsafat
Berpikir secara filosofis adalah
berpikir dengan ketat, dengan mempertimbangkan penalaran atau penarikan
kesimpulan secara hati-hati. Berpikir filsafat menuntuk kejelasan, keruntutan,
konsistensi dan sistematika. Berpikir secara filosofiss juga memberikan
penjelasan tentang dunia, tentang manusia, tentang segala sesuatu, termasuk
tentang bagaimana cara manusia mengetahui.
D. Metode Filsafat
Berbagai metode digunakan dalam
upaya pencarian kebenaran dan pencerahan. Metode-metode tersebut diantaranya
seperti “metode kritis” (seperti pada Socrates dan Plato), “metode intuitif” (seperti
pada plotinus dan Hendry Bergson), dan metode lainnya.
Filsafat memerlukan metode
lantaran filsafat bertugas “menerjemahkan” atau menginterpretasikan semua
bentuk pengalaman manusia. Namun, tentu saja filsafat tidak Cuma bersifat
empiris, karena filsafat berupaya menemukan gambaran koheren perihal berbagai
pengalaman, bahkan jika perlu menarik kesimpulan yang mengatasi pengalaman itu
sendiri.
E. Manfaat Belajar Filsafat
1.
Manfaat praktis yang cukup luas dan berjangka
panjang.
2.
Lebih mengandalkan rasio
3.
Filsafat dapat mengubah keyakinan dasar kita,
mengubah cara kita memandang denua, bahkan nilai-nilai atau pandangan dunia
kita.
4.
Filsafat dapat membentuk kemandirian secara
intelektual, membangun sikap toleran terhadap perbedaan sudut pandang, dan
membebaskan dari jeratan dogmatisme.
Dzikra Fanadaa
14140110240
Kelas B
Dzikra Fanadaa
14140110240
Kelas B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar