Ontologi merupakan salah satu kajian filosofis yang
paling kuno oleh para filsuf Yunani. Membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokohmya yaitu Thales dan Aristoteles membedakan antara apa yang tampak
dan apa yang sesungguhnya. Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
secara ontologis berdasarkan dua sudut pandang. Pertama, sudut pandang
kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau
jamak. Kedua, kualitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan
(realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti daun yang memiliki
warna kehijauan. Secara sederhana ontologis dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Perkembangan penggunaan akal sehat dalam menjelaskan
kenyataan membantu perkembangan bahasa dari bahasa natural ke bahasa logis. Sebuah
system ilmu pengetahuan teoritis yang dikenal sebagai metafisika atau filsafat
pertama sebagai filsafat pertama, metafisika mempelopori perolehan pengetahuan
teoritis mengenai kenyataan dan mendasari filsafat lainnya seperti filsaft alam
(fisika) sebagai sebuah system ilmiah.
Perkembangan dari filsafat pertama(metafisika)yang
menggunakan bahasa natural sampai kepada filsafat alam (fisika) yang
menggunakan bahasa formal bertujuan sama, yakni memahami hakikat realitas
menurut suatu hukum akal budi yang bersifat universal, yaitu ontology
perkembangan ilmu pengetahuan sebagai filsafat dari metafisika dengan segala
variannya sampai kepada fisika dalam berbagai jenis, merupakan usaha untuk
menjawab dan menjelaskan hakikat kenyataan. Atau dengan kata lain persoalan
filsafat dari awalnya sebagai persoalan spekulatif mengenai hakikat kenyataan
hingga kini sebagai persoalan positivistic-empirismerupakn persoalan ontologis.
Konteks metafisika adalah pencarian pengetahuan
murni sebagai pengetahuan sejati, yakni pengetahuan tunggal dan tidak
berubah-ubah, plato menyebut pengetahuan semacam itu sebagai pengetahuan ideal.
Descartes menyebutnya pengetahuan rasional. Kant menyebutnya apriori. Ketiganya
menekankan pengetahuan tentang haikat realitas dengan mengingat kembali ide-ide
(Plato) apa yang menjadi apriori di dalam rasio.
Pengetahuan ilmiah
menuntut pengamatan yang jeli untuk mengenal gejala-gejala alam menurut
sebuah keteraturan sehingga dapat merumuskan hukum untuk menerangkan dan
menguasai alam demi memenuhi kebutuhan manusia. Perkembangan empirisme dan
positivism mencapai puncaknyadalam positivism logis atau empirisme logis yakni
kemampuan ilmuwan menggunakan bahasa formal dalam mensistematisasi
pengalamannya menjadi pengetahuan yang memilki akurasi yang tinggi untuk
digunakan secara efektif dan efisien bagi keselamatan manusia.
Ilmu
Pengetahuan dalam Perspektif Etis
Ilmu pengetahuan yang berbicara berbicara tentang
kenyataan yaitu ontologi. Sebagai ilmu pengetahuan ontology, epistemology, dan
aksiologi berusaha untuk menjawab pernyataan benar atau salah. Etika
mempelajari nilai yang menjadi standar moral bagi kenyataan yang dapat diketahui
dan dilakukan menurut penilaian baik atau buruk.
Sebagai norma perilaku etika berbicara tentang apa
yang boleh dan harus dilakukan dan apa yang dilarang atau tidak boleh
dilakukan. Etika merupakan cabang filsafat karena berbicara tentang kenyataan dari
sudut yang bersifat non-empiris yakni menanyakan apa di balik kenyataan bukan
apa yang konkret yang secara factual dilakukan melainkan apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Sifat praktisnya etika merupakan pertimbangan atau
refleksi mengenai keharusan perilaku. Sebaliknya sifat empiris, ilmu
pengetahuan mementingkan tehnik penguasaan terhadap fakta. Dua teori utama
etika adalah etika teleologis dan deontologis. Etika teleologis dikatakan bahwa
suatu perbuatan adalah baik jika sesuai dengan tujuan kodrat (telos) setiap hal
menurut adanya tertuju pada tujuan sebagai penyempurnaan kodratnya.
Etika deontology muncul sebagai reaksi terhadap
pemikiran etika teleologis yang dinilai terlalu inklinatif
sehinggamenghilangkan kehendak bebas manusia untuk mempertimbangkan sendiri
perbuatannya. Etika teleology dinilai bersifat ontologis karena mendeskripsikan
begitu saja tujuan seakan akan sesuatu yang didasarkan pada penolakan terhadaptujuan
kodrati merupakan prinsip de-ontologi, yakni menolak bertindak menurut
preskripsi moral yang ada.
Bella Anastasya Achita Putri
14140110099
Sumber: Artikel Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Ontologis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar