Ada hakikat
filsafat adalah upaya mencari kebijakan yang mampu mencerahi pengalaman
manusia, agar bisa menempatkan diri. Permasalahan yang menonjolkan di bidang
filsafat adalah upaya memahami kenyataan yang ditandai oleh dualitas dari “yang
satu” dan “yang banyak”. Keanekaragaman yang dijumpai di dalam pengalaman
sehari-hari menyiratkan adanya kesatuan antara mereka. Permasalahan yang satu
dan banyak menggejala di dalam pemikiran pra-sokratik, dan bahan utama yang mendasari
segala suatu yang ada. Lalu Plato mendamaikan dengan mencari KESUNYATAN JATI
yang mempersatukan gejala-gejala yang ada. Sedangkan Aristoteles, yang
menekankan kenyataan benda-benda material dunia ini, tidak bisa mengelak suatu
system untuk menempatkan Primum Movens Immobile sebagai prinsip awal dan
menjadi tujuan akhir. Sebuah filsafat lah yang menjadi satu-satujalur menuju
kesunyatan jati. Dengan upaya mencari kesatuan dan multiplisitas gejala alam,
rupanya waktu itu merupakan kenyataan yang begitu mempesona dan menantang olah pikir
untuk mencari makna.
Pada
zaman Yunani Kuno filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengtahuan sejati,
abad pertengahan menyajikan teologi
sebagai ‘rival’ utama filsafat. Dari keyakinan yang lebih menonjolkan teologi
atau pun filsafat. Tema-tema teologi mendominasi pembahasan filsafat. Upayanya
mencari kesatuan di dalam gejala yang beranekaragaman. Ciri khas abad
pertengahan ialah bahwa hampir semua filsuf pada dasarnya adalah teolog. Sejak
itu juga berkembang anggapan bahwa “philoshopiaest ancilla theologiae”.
Perkembangan
ilmu (sains) pada abad XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia
di dalam upayanya untuk menyatukan pemahaman mengenai kenyataan. Para pemikir
Renaissance mulai mengalihkan perthaian mereka dari teologi dan budaya abad
pertengahan kea lam yang diselidiki hukum untuk dimanfaatkan demi kepentingan
manusia. Tokoh- tokoh seperti Kepler dan Galileo meletakkan dasar sains klasik
pada zaman modern, sains model Newton. Maka perkembangan sains modern sangat
mempengaruhi perkembangan filsafat. Filsafat modern sendiri umumnya dianggap
mulai dengan Rene Descartes (1596-1650)di Perancis dan dengan Francis Bacon
(1561-1626) di Inggris. Sementara bacon menekankan penyelidikan empiris dan
induktif terhadap alam dan memperkembangkan gagasan mengenai kemampuan manusia
untuk menguasai dan mengontrol lingkungan materialnya (“Knowledge is Power”)
Focus
perhatian degeser dari teologi dan menempatkan allah sebagai pusat segalanya ke
manusia dengan budinya sebagai unsur penetu didalam pencaturan pengalaman.
Semangat
umum Enligntenment adalah rasionalitis. Pemikir dan penulis masa it percaya
bahwa budi manusia cocok dan hanya merupakan sarana untuk memecahkan masalah
berhubungan dengan masyarakat dan manusia. Semangat mengandalkan budi dan
menjadikan manusia pusat kenyataan berkembangan terus sampai memasuki abad XX.
Memang pada umumnya abad ini sering kali disebut sebagai zaman kontemporer,
filsafat ‘kontemporer’ tidak terlalu mudah untuk diidentifikasi ciri khasnya.
Sementara filsafat modern memusatkan pada pemasalahan-permasalahan
epistemologis, filsafat kontemporer, lebih-lebih di Negara berbahasa Inggris,
memfokuskan perhatiannya pada filsafat analitik pada permasalahan linguistic
logis. Ada 3 macam tema yang menjadi perhatian filsafat analitik. Pertama,
studi mengenai peran bahasa di dalam komunikasi dan penalaran dan secara khusus
masalah bagaimana mengidentifikasi, mencapai, dan menjamin adanya artimakna di
dalam pemakaian bahasa. Kedua, penyelidikan mengenai metodologi (logic of
inquiry), sejauh hal ini berkaitan dengan evaluasi pelbagi tehnik dan kondidsi
untuk mencapai keyakinan-keyakinan yang bener dan klaim-klaim valid terhadap
pengetahuan. Ketiga penyelidikan filosofis mengenai logika formalalternatif dalam
bentuk-bentuknya yang modern serta beberapa cara di mana alternative-alternatif
dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan filosofis.
Di
antara aliran-aliran yang perlu diperhatikan antara lain adalah Pragmatis, yang
menekankan aspek tindakan konkret, fenomenologi yang menekankan metode
penyelidikan untuk sampai kepada hakikat objek, Eksistensialisme yang
menekankan kenyataan sebagai kenyataan yang dialami dengan segala permasalahan
konkretnya. Hegelianisme- marxisme yang menekankan pentingnya sejarah
POSMODERNISME
DAN TANGGAPAN TERDAPNYA
Featherstone
melukiskan ‘posmodernisme’ atau
disingkat ‘posmo’ sebagai istilah yang menarik, tetapi sekaligus
menjengkelkan untuk ditangkep maknanya. Pemunculan istilah ‘posmo’ serta merta
membangkitkan keingintahuan dan menggelitik minta banyak pihak untuk
menyimaknya. Istilah ‘posmo’, yang pada awalanya seperti itu berbalik menjadi
hal yang mengjengkelkan, karena apa persis arti dan maunya sangatlah tidak
mudah ditangkap.
Jean
Francois Lyotard salah seorang tokph posmo, menyatakan bahwa jaman kita
ditandai oleh matinya optimisme manusia, khususnya optimism model manusia
modernis. Optimism manusia yang dihembuskan oleh modernism dinilai kosong
melompong tanpa bukti. Modernis yakin bahwa kebenaran absolut bisa direngkuh di
dalam pengetahuan manusia melalui sains maupun filsafat.
Tetapi bagi Lyotard,
keyakinan manusia modernis di atas hanyalah merupakan isapan jempol. Tidak
berlaku lagi apa yang namanya pengetahuan objektif, universal dan pasti. Tujuan
yang tunggal dan rasional yang bisa ditahapkan tidak pernah terwujud di dlama
pengalaman manusia. Di dalam kenyataan yang iirasional ini, “otoritas akademik
yang cukup lama dinikmatikaum intelektual menjad beku”, kata Zygmunt Bauman.
Dengan hilangnyaotoritas ini, tentu saja kaum intelektual mengalami krisi
status dan krisis identitas. Kenyataan menunjukkan bahwa semua telah berjalan
tanpa andil mereka, bahkan sering bertentangan dengan pemahaman dan penalaran
mereka.
Di dalam multiplisitas
penglaman yang irrasional, manusia kehilangan optimismenya untuk menentukan,
merencanakan dan menegaskan kepribadiannya. Pengalamannya begitu kompleks dan
saling bertentangan, sehingga tidak dapat dipadukan di dalam satu tata nilai
yang tegas dengan skala prioritas yang konsisten.
Akhir
era modernitas yang didominasi oleh produksi dan kapitalisme industrial, dan
kemuian disusul dengan kedatangan era posmodernisme-postindustrial yang
terdidri dari “simulasi-simulai”, “hyperealitas:, “implosi” dan bentuk-bentuk
baru teknologi, budaya dan masyarakat. Masyarakat posmo merupakan wadah implosi
dari semua batas, daerah dan perbedaan-perbedaan antara budaya tinggi dan
rendah, rupadan kenyataan, bahkan hampir setiap kemenduaan yang ditekankan oleh
filsafat dan teori sosial tradisional lebur tidak berbentuk lagi. Sementara
modernitas ditandai oleh difrensiasi yang semakin berkembang dari bidang-bidang
kehidupan dengan framentasi sosial dan alienasi, posmo merupakan proses
dediferensiasi. Posmo perlu ditanggapi sebagai penegasan dan pemasyarakatan rambu-rambu
yang sudah dipancangkan para eksistensialis dan pragmatis. Kaum
esksistensialis, misalnya Sartre dan Kierkegaard, sudah mengingatkan merka
bahwa manusia adalah makhluk yang belum selesai. Artinya, kita selalu
berkembang dan tidak pernah mampu membekukan pengalaman kita dalam konsep dan
system pengetahuan yangutuh dan pasti tanpa bisa dikoreksi.
Posmo
secara kritis dengan menampilkan bahaya yang dihembuskan, tokoh kita bisa
melihat sumbangan positif yang bisa dipetik darinya. Posmo memperingatkan kita
bisa melihat merebakna kebhinnekaan, baik melalui kesadaran akan beranekanya
masyarakat dengan paradigmanya masing-masing.
Tapi bagaimana pun
keyakinan akan kebenaran dan adanya sebuah system pemahaman perlu kita pegang.
Tanpa itu, bisakah kita hidup dan mengarahkan hidup? Sebab tanpa ity, bisakah
kita mengarahkan dan melaksanakan pendidikan? Tanpa kita bedialog? Bahkan,
bisakah kita ada tanpa itu ?
FILSAFAT DAN
PERANNYA
Peran
filsafat pada umumnya, serta kedudukannya di antara ilmu-ilmu kotemporer. Filsafat
Yunani Kuno menekankan pentingnya pemahaman mengenai semesta (kosmos) dengan
mencari unsur-unsur, prinsip-prinsip, atau sebab-sebab pertama yang
mempersatukan seluruh kenyataan. Filsafat abad pertengahan memfokuskan
perhatiannya kepada allah sendiri sebagai Causa Prima yang memberi keberadaan
dan arti bagi pengada-pengada yang lain. Filsafat modern memfokuskan
perhatiaanya pada hakikat pengetahuan yang dicapai oleh budi manusia.
Usaha-usaha untuk mengembalikan filsafat sebagai kritik terhadap segala
pengalaman, bukan hanya terbatas pada ilmu, Nampak di dalam aliran-aliran lain.
Oleh
karena itu, filsafat sebenarnya mempunyai arena seluruh pengalaman dan segala
hal yang ada. Hanya saja fokus perhatian tentu saja akan berbeda-beda sesuai
dengan minat yang diberikan oleh filsuf yang mempratekkannya.
Di dalam
kaitannya dengan ilmu-ilmu kotemporer, filsafat sebaiknya memperlakukan mereka sebagai bagian
dari pengalaman yang perlu dievaluasi secara kritis. Ilmu-ilmu kotemporer bisa
dilihat satu per satu secara internal mengenai pengandaian-pengandaian serta
klaim-klaim,mereka. Konteks kehidupan secara utuh yang bersifat
multidimensional. Dengan demikian filsafattidak meninggalkan hakikat panggilan
mereka di dalam mencari kebijaksanaan hidup. Kebijaksanaan hanya bisa tercapai
bila orang memilki sikap kritis di dalam menghadapi jalan-jalan buntu maupun
mencari yang lebih baik dari yang sudah ada.
Bella Anastasya Achita Putri
14140110099
Sumber : Artikel Zaman Yunani Kuno hingga Awal Abad XX
Tidak ada komentar:
Posting Komentar