Minggu, 27 Maret 2016

FILSAFAT PADA ZAMAN YUNANI KUNO HINGGA AWAL ABAD XX

Ada hakikat filsafat adalah upaya mencari kebijakan yang mampu mencerahi pengalaman manusia, agar bisa menempatkan diri. Permasalahan yang menonjolkan di bidang filsafat adalah upaya memahami kenyataan yang ditandai oleh dualitas dari “yang satu” dan “yang banyak”. Keanekaragaman yang dijumpai di dalam pengalaman sehari-hari menyiratkan adanya kesatuan antara mereka. Permasalahan yang satu dan banyak menggejala di dalam pemikiran pra-sokratik, dan bahan utama yang mendasari segala suatu yang ada. Lalu Plato mendamaikan dengan mencari KESUNYATAN JATI yang mempersatukan gejala-gejala yang ada. Sedangkan Aristoteles, yang menekankan kenyataan benda-benda material dunia ini, tidak bisa mengelak suatu system untuk menempatkan Primum Movens Immobile sebagai prinsip awal dan menjadi tujuan akhir. Sebuah filsafat lah yang menjadi satu-satujalur menuju kesunyatan jati. Dengan upaya mencari kesatuan dan multiplisitas gejala alam, rupanya waktu itu merupakan kenyataan yang begitu mempesona dan menantang olah pikir untuk mencari makna.
Pada zaman Yunani Kuno filsafat memonopoli pemahaman mengenai pengtahuan sejati, abad pertengahan menyajikan  teologi sebagai ‘rival’ utama filsafat. Dari keyakinan yang lebih menonjolkan teologi atau pun filsafat. Tema-tema teologi mendominasi pembahasan filsafat. Upayanya mencari kesatuan di dalam gejala yang beranekaragaman. Ciri khas abad pertengahan ialah bahwa hampir semua filsuf pada dasarnya adalah teolog. Sejak itu juga berkembang anggapan bahwa “philoshopiaest ancilla theologiae”.
Perkembangan ilmu (sains) pada abad XIV merupakan pemicu bergesernya pusat perhatian manusia di dalam upayanya untuk menyatukan pemahaman mengenai kenyataan. Para pemikir Renaissance mulai mengalihkan perthaian mereka dari teologi dan budaya abad pertengahan kea lam yang diselidiki hukum untuk dimanfaatkan demi kepentingan manusia. Tokoh- tokoh seperti Kepler dan Galileo meletakkan dasar sains klasik pada zaman modern, sains model Newton. Maka perkembangan sains modern sangat mempengaruhi perkembangan filsafat. Filsafat modern sendiri umumnya dianggap mulai dengan Rene Descartes (1596-1650)di Perancis dan dengan Francis Bacon (1561-1626) di Inggris. Sementara bacon menekankan penyelidikan empiris dan induktif terhadap alam dan memperkembangkan gagasan mengenai kemampuan manusia untuk menguasai dan mengontrol lingkungan materialnya (“Knowledge is Power”)
Focus perhatian degeser dari teologi dan menempatkan allah sebagai pusat segalanya ke manusia dengan budinya sebagai unsur penetu didalam pencaturan pengalaman.
Semangat umum Enligntenment adalah rasionalitis. Pemikir dan penulis masa it percaya bahwa budi manusia cocok dan hanya merupakan sarana untuk memecahkan masalah berhubungan dengan masyarakat dan manusia. Semangat mengandalkan budi dan menjadikan manusia pusat kenyataan berkembangan terus sampai memasuki abad XX. Memang pada umumnya abad ini sering kali disebut sebagai zaman kontemporer, filsafat ‘kontemporer’ tidak terlalu mudah untuk diidentifikasi ciri khasnya. Sementara filsafat modern memusatkan pada pemasalahan-permasalahan epistemologis, filsafat kontemporer, lebih-lebih di Negara berbahasa Inggris, memfokuskan perhatiannya pada filsafat analitik pada permasalahan linguistic logis. Ada 3 macam tema yang menjadi perhatian filsafat analitik. Pertama, studi mengenai peran bahasa di dalam komunikasi dan penalaran dan secara khusus masalah bagaimana mengidentifikasi, mencapai, dan menjamin adanya artimakna di dalam pemakaian bahasa. Kedua, penyelidikan mengenai metodologi (logic of inquiry), sejauh hal ini berkaitan dengan evaluasi pelbagi tehnik dan kondidsi untuk mencapai keyakinan-keyakinan yang bener dan klaim-klaim valid terhadap pengetahuan. Ketiga penyelidikan filosofis mengenai logika formalalternatif dalam bentuk-bentuknya yang modern serta beberapa cara di mana alternative-alternatif dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan filosofis.
Di antara aliran-aliran yang perlu diperhatikan antara lain adalah Pragmatis, yang menekankan aspek tindakan konkret, fenomenologi yang menekankan metode penyelidikan untuk sampai kepada hakikat objek, Eksistensialisme yang menekankan kenyataan sebagai kenyataan yang dialami dengan segala permasalahan konkretnya. Hegelianisme- marxisme yang menekankan pentingnya sejarah

            POSMODERNISME DAN TANGGAPAN TERDAPNYA

Featherstone melukiskan ‘posmodernisme’ atau  disingkat ‘posmo’ sebagai istilah yang menarik, tetapi sekaligus menjengkelkan untuk ditangkep maknanya. Pemunculan istilah ‘posmo’ serta merta membangkitkan keingintahuan dan menggelitik minta banyak pihak untuk menyimaknya. Istilah ‘posmo’, yang pada awalanya seperti itu berbalik menjadi hal yang mengjengkelkan, karena apa persis arti dan maunya sangatlah tidak mudah ditangkap.
Jean Francois Lyotard salah seorang tokph posmo, menyatakan bahwa jaman kita ditandai oleh matinya optimisme manusia, khususnya optimism model manusia modernis. Optimism manusia yang dihembuskan oleh modernism dinilai kosong melompong tanpa bukti. Modernis yakin bahwa kebenaran absolut bisa direngkuh di dalam pengetahuan manusia melalui sains maupun filsafat.
Tetapi bagi Lyotard, keyakinan manusia modernis di atas hanyalah merupakan isapan jempol. Tidak berlaku lagi apa yang namanya pengetahuan objektif, universal dan pasti. Tujuan yang tunggal dan rasional yang bisa ditahapkan tidak pernah terwujud di dlama pengalaman manusia. Di dalam kenyataan yang iirasional ini, “otoritas akademik yang cukup lama dinikmatikaum intelektual menjad beku”, kata Zygmunt Bauman. Dengan hilangnyaotoritas ini, tentu saja kaum intelektual mengalami krisi status dan krisis identitas. Kenyataan menunjukkan bahwa semua telah berjalan tanpa andil mereka, bahkan sering bertentangan dengan pemahaman dan penalaran mereka.
Di dalam multiplisitas penglaman yang irrasional, manusia kehilangan optimismenya untuk menentukan, merencanakan dan menegaskan kepribadiannya. Pengalamannya begitu kompleks dan saling bertentangan, sehingga tidak dapat dipadukan di dalam satu tata nilai yang tegas dengan skala prioritas yang konsisten.
Akhir era modernitas yang didominasi oleh produksi dan kapitalisme industrial, dan kemuian disusul dengan kedatangan era posmodernisme-postindustrial yang terdidri dari “simulasi-simulai”, “hyperealitas:, “implosi” dan bentuk-bentuk baru teknologi, budaya dan masyarakat. Masyarakat posmo merupakan wadah implosi dari semua batas, daerah dan perbedaan-perbedaan antara budaya tinggi dan rendah, rupadan kenyataan, bahkan hampir setiap kemenduaan yang ditekankan oleh filsafat dan teori sosial tradisional lebur tidak berbentuk lagi. Sementara modernitas ditandai oleh difrensiasi yang semakin berkembang dari bidang-bidang kehidupan dengan framentasi sosial dan alienasi, posmo merupakan proses dediferensiasi. Posmo perlu ditanggapi sebagai penegasan dan pemasyarakatan rambu-rambu yang sudah dipancangkan para eksistensialis dan pragmatis. Kaum esksistensialis, misalnya Sartre dan Kierkegaard, sudah mengingatkan merka bahwa manusia adalah makhluk yang belum selesai. Artinya, kita selalu berkembang dan tidak pernah mampu membekukan pengalaman kita dalam konsep dan system pengetahuan yangutuh dan pasti tanpa bisa dikoreksi.
Posmo secara kritis dengan menampilkan bahaya yang dihembuskan, tokoh kita bisa melihat sumbangan positif yang bisa dipetik darinya. Posmo memperingatkan kita bisa melihat merebakna kebhinnekaan, baik melalui kesadaran akan beranekanya masyarakat dengan paradigmanya masing-masing.
Tapi bagaimana pun keyakinan akan kebenaran dan adanya sebuah system pemahaman perlu kita pegang. Tanpa itu, bisakah kita hidup dan mengarahkan hidup? Sebab tanpa ity, bisakah kita mengarahkan dan melaksanakan pendidikan? Tanpa kita bedialog? Bahkan, bisakah kita ada tanpa itu ?

            FILSAFAT DAN PERANNYA

Peran filsafat pada umumnya, serta kedudukannya di antara ilmu-ilmu kotemporer. Filsafat Yunani Kuno menekankan pentingnya pemahaman mengenai semesta (kosmos) dengan mencari unsur-unsur, prinsip-prinsip, atau sebab-sebab pertama yang mempersatukan seluruh kenyataan. Filsafat abad pertengahan memfokuskan perhatiannya kepada allah sendiri sebagai Causa Prima yang memberi keberadaan dan arti bagi pengada-pengada yang lain. Filsafat modern memfokuskan perhatiaanya pada hakikat pengetahuan yang dicapai oleh budi manusia. Usaha-usaha untuk mengembalikan filsafat sebagai kritik terhadap segala pengalaman, bukan hanya terbatas pada ilmu, Nampak di dalam aliran-aliran lain.
Oleh karena itu, filsafat sebenarnya mempunyai arena seluruh pengalaman dan segala hal yang ada. Hanya saja fokus perhatian tentu saja akan berbeda-beda sesuai dengan minat yang diberikan oleh filsuf yang mempratekkannya.

Di dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu kotemporer, filsafat  sebaiknya memperlakukan mereka sebagai bagian dari pengalaman yang perlu dievaluasi secara kritis. Ilmu-ilmu kotemporer bisa dilihat satu per satu secara internal mengenai pengandaian-pengandaian serta klaim-klaim,mereka. Konteks kehidupan secara utuh yang bersifat multidimensional. Dengan demikian filsafattidak meninggalkan hakikat panggilan mereka di dalam mencari kebijaksanaan hidup. Kebijaksanaan hanya bisa tercapai bila orang memilki sikap kritis di dalam menghadapi jalan-jalan buntu maupun mencari yang lebih baik dari yang sudah ada.

Bella Anastasya Achita Putri
14140110099


Sumber : Artikel Zaman Yunani Kuno hingga Awal Abad XX

Tidak ada komentar:

Posting Komentar