Minggu, 27 Maret 2016

ILMU PENGETAHUAN (BAGIAN 1)

ILMU PENGETAHUAN

DALAM PERSPEKTIF ONTOLOGIS

Ontologi mempalajari cara ilmu pengetahuan terbentuk, ontologis yang mendalami masalah ini adalah para filsuf di era Yunani kuno yaitu Thales, Plato, dan Aristoteles. Hakikat kenyataan jika didekati  oleh ontologis dinilai berdasarkan dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan sesuatu itu tunggal atau jamak. Kedua adalah kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan kenyataan (realitas) memiliki suatu kualitas tertentu atau tidak. Contohnya seperti kenyataan langit itu biru. Ontologi merupakan cabang filsafat pertama yang mempelajari ilmu tentang realitas secara kritis. Ada tiga aliran dalam bidang ontologi yaitu realisme, naturalisme, dan empirisme.

Berikut adalah beberapa istilah- istilah penting yang digunakan dalam ontologi:
·         Yang ada (being)
·         Kenyataan/ realitas (reality)
·         Eksistensi (existence)
·         Esensi (esence)
·         Subtansi (substance)
·         Perubahan (change)
·         Tunggal (one)
·         Jamak (many)

Bagi orang yang ingin mempelajari kenyataan secara mendalam, mereka perlu mendalami konsep- konsep diatas. Konsep ontologis di atas melahirkan studi ilmu- ilmu empiris, seperti antropologi, sosiologi, ilmu budaya, dan ilmu teknologi.
               
          Berubahnya dunia dengan adanya pengetahuan berdasarkan akal sehat menjadikan bahasa natural dapat diubah menjadi bahasa logis. Metafisika sebagai filsafat pertama mempelopori pengetahuan teoritis mengetahui kenyataan dan mendasari filsafat lainnya seperti filsafat alam (fisika) sebagai sistem ilmiah.

Berubahnya bahasa natural (metafisika) sampai ke bahasa formal (fisika) memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memahami hakikat realitas menurut suatu hukum akal budi yang universal yang merupakan ontologi. Perubahan yang terus terjadi terhadap ilmu yang terus berkembang menunjukan adanya usaha untuk menjawab dan menjelaskan hakikat kenyataan. Dengan kata lain kita dapat melihat proses terbentuknya ilmu dari persoalan spekulatif mengenai hakikat kenyataan sebagai hingga kini persoalan positivistik- empiris merupakan persoalan ontologi. 

Hakikat kenyataan yang terkondisi berbeda- beda dalam setiap konteks adalah masalah utama dari filsafat pertama yaitu metafisika hingga filsafat alam (fisika). Kedua cabang filsafat ini ingin menjelaskan hakikat realitas sebagai sebuah teks menurut suatu prosedur pembenaran atau konteks yang berbeda- beda. Hal terpenting yang ada di dalam artikel adalah baik ilmu metafisika maupun ilmu fisika keduanya digunakan dan bertujuan untuk kemajuan umat manusia.


DALAM PERSPEKTIF ETIS

     Jika dalam perspektif ontologi kita belajar mencari jawaban benar dan salah atas suatu persoalan, maka dalam perspektif etis kita belajar untuk menilai standar baik dan buruknya suatu ilmu pengetahuan. Ada standar moral di dalam etika yang perlu diterapkan untuk menilai kegunaan suatu ilmu pengetahuan. Seperti yang kita tahu terdapat fakta di dalam ilmu pengetahuan, etika berfungsi untuk menilai fakta tersebut.          
        Jika fakta tersebut melanggar etika, maka fakta tersebut tidak berlaku dan bukanlah bagian dari ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan dinilai oleh standar moral yang mengacu pada norma perilaku. Etika membantu kita untuk memahami hal- hal yang terdapat dibalik kenyataan. Kita dapat melihat sesuatu bukan hanya dari apa yang tampak, melainkan dari yang tidak tampak, sebagai contoh penilaiannya terhadap ilmu pengetahuan tentang boleh atau tidak boleh dilakukan eksperimen terhadap hewan.

       Etika melampaui hukum, karena hukum berbicara tentang hukum sebagai kenyataan empiris yang bertolak belakang dengan etik yang membahas tentang kenyataan non- empiris. Etika sering dikenal juga sebagai hukum moral sedangkan kenyataan- kenyataan empiris disebut hukum positif. Hukum moral menegaskan bahwa etika berlaku secara absolut dan hukum berlaku secara relatif. Contohnya dalam kasus hak asasi manusia (HAM), sebagai subjek moral setiap orang yang hidup tentunya memiliki Hak dan kewajiban yang tidak dapat dipindahtangankan kepada orang lain. Jika dalam hukum, hak- hak dan kewajiban seseorang masih memungkinkan untuk dipindahtangankan.

         Etika memiliki sifat praktis yang berkaitan dengan standar moral mengenai apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Karena bersifat praktis, etika mejadi sangat reflektif dengan cara menganalisis prinsip- prinsip fundamental mengenai kebebasan, hak, dan kewajiban apa yang sesungguhnya boleh berlaku dalam ilmu pengetahuan.

        Ada dua teori etika yang paling utama, yaitu etika teleogis dan etika deontologis. Etika teleogis memiliki definisi, suatu perbuatan adalah baik ketika sesuai dengan tujuan kodrati (telos). Tujuan yang kodrati adalah tujuan yang baik, sehingga pencapaian tujuan adalah akibat dari suatu yang baik. Etika ini juga disebut etika konsekuensialis karena mementingkan akibat sebuah perbuatan baik yang disebabkan oleh tujuan baik.

     Etika deontologi muncul sebagai kritis atas etika teleogis yang dianggap terlalu inklinitif sehingga menghilangkan kehendak bebas manusia untuk mempertimbangkan sendiri perbuatannya. Dalam deontologi, motif pribadi menentukan nilai etis suatu tindakan.

Dari dua jenis teori etika ini, muncul banyak pemikiran- pemikiran lain tentang etika dan merupakan sintesis yang dianggap relevan dalam tinjauan mengenai dimensi etis ilmu pengetahuan. (LK)

LIVIA KRISTIANTI
14140110102

SUMBER ARTIKEL:
Artikel Ilmu Pengetahuan dalam Perpektif Ontologis dan Etis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar