Memang benar, semua pertemuan pertama bahkan kesekian pun
diawali dengan kesan. Kesan itu sendiri muncul dari apa yang terlihat secara
fisik atau realitas. Karena itu, semua orang termasuk diri kita sendiri selalu
menampilkan diri secara baik agar mendapat kesan baik. Misalnya saat interview
kerja, kita akan memilih pakaian kemeja dan bawahan celana kain hitam atau rok
hitam selutut. Selain itu, kita akan merias muka kita, membentuk rambut kita
sedemikian rupa agar terlihat rapi. Hal ini dilakukan agar para interviewer
terkesan puas dengan penampilan kita dan bisa menjadi jalan untuk diterima di
perusahaan tersebut.
Memang benar bahwa kesan sangat memengaruhi penilaian. Kesan
akan muncul ketika melihat penampilan atau sikap yang ditunjukkan orang lain.
Jika kita memakai baju terbuka namun rapi saat interview kerja pun akan membuat
penilaian para interviewer kepada kita menjadi jelek tak kita terkesan di mata
mereka bukan wanita baik-baik.
Jika kesan kita akan seseorang berubah, gambaran di dalam
benak kita tentang orang itu juga akan berubah, gambaran di dalam benak kita
tentang orang itu juga akan berubah, persepsi kita tentangnya pun lalu ikut
berubah pula. Permasalahan yang muncul adalah bahwa kesan akan sesuatu lebih
didasarkan pada segi penampilan atau segi visual. Namun kalau kita hanya
berhenti pada yang visual saja, akan bisa membuat kesan kita tentangnya tidak
sepenuhnya tepat.
Contohnya, Ani dikenal di kelasnya bahwa ia pendiam dan
tidak terawat penampilannya karena ia selalu diam di kelas, tidak aktif, dan
tidak pernah berpenampilan rapi saat datang ke sekolah. Sinta, teman
sebangkunya, mencoba mencari tahu kenapa Ani begitu. Dengan segala macam cara,
baik ngobrol dengan Ani maupun mengunjungi rumahnya, Sinta menemukan mengapa
dia pendiam dan berpenampilan tidak terawat. Ani merupakan anak yang
dibesarkan di keluarga yang broken home
sehingga Ani menjadi seperti itu. Aslinya, Ani adalah anak yang enak diajak
ngobrol dan kreatif.
Merupakan suatu masalah pula kalau kesan yang kita dapatkan
terlalu dipengaruhi oleh unsur kepentingan. Kesan kita akan suatu penampilan
visual seringkali tergantung pada perasaan yang tumbuh pada saat kita melihat
penampilan itu. Fakta yang menguntungkan yang disajikan karena mendukung
kepentingan tertentu.
Kesan diperlukan untuk memberikan suatu gambaran tertentu.
Kesan baik akan menumbuhkan gambaran yang baik. Tentu di balik motif itu adalah
kepentingan mendapatkan keuntungan di baliknya. Bahkan untuk itu kalau perlu
diciptakan kesan sepintas yang bisa mendukung kepentingan tersebut. Seperti
penampilan saat interview kerja. Selain fisik, penampilan sikap juga terlihat.
Kita menampilkan hal seperti ini dengan tujuan kepentingan kita yaitu diterima
di perusahaan tersebut.
Kesan belum tentu menggambarkan kenyataan. Kalau kita hanya
berpegang teguh pada kesan, apalagi kesan sekilas, bisa membuat pengamatan,
persepsi, dan penilaian kita menjadi tidak tepat, karena tidak memahami
kenyataan yang sebenarnya. Kesan tetap sesuatu yang penting dan diperlukan.
Karena kita mempunyai kesan akan realitas, kita sudah mempunyai hipotesa
sebagai titik pajak dalam usaha mengamati realitas.
Kesan memang diperlukan. Namun, tidak sembarang kesan bisa
berguna, karena kesan yang semu akan bisa membuat penggambaran realitas yang
semu pula. Untuk itu terhadap sebuah kesan yang kita dapatkan pun kita harus
perlu hati-hati dan secara sehat mewaspadai dan bersikap kritis terhadapnya.
Untuk itu prinsip pertama yang perlu dipegang adalah jangan
terlalu percaya pada pengamatan visual, apalagi pengalaman visual sepintas. Kesan
yang dimiliki haruslah disesuaikan atau dihadapkan dengan kenyataan yang
sebenarnya. Kalau ternyata kesan kita tersebut tidak menggambarkan kenyataan
yang sebenarnya, kita wajib mengubahnya.
Realitas yang diciptakan demi suatu kesan baik yang hanya
sesaat saja atau realitas yang diciptakan demi suatu kepentingan tertentu.
Penyadaran tu akan membuahkan sikap untuk bergerak berdasarkan kenyataan
sebenarnya.
Berhenti dan hanya percaya pada kesan sepintas itu hanyalah
gejala dari orang yang tak mau tahu, apatis akan realitas. Faktanya, seringkali
orang yang mau berpegang pada kenyataan yag sebenarnya dan kesan yang
setepatnya, justru adalah mereka yang kalah sehingga dorongan untuk mau
menggali kenyataan sebenarnya cenderung mati sebelum ditumbuhkan.
Ivana Livia Wibisono
14140110021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar