Senin, 28 Maret 2016

Kenyataan Sebenarnya dan Kesan Sepintas



Memang benar, semua pertemuan pertama bahkan kesekian pun diawali dengan kesan. Kesan itu sendiri muncul dari apa yang terlihat secara fisik atau realitas. Karena itu, semua orang termasuk diri kita sendiri selalu menampilkan diri secara baik agar mendapat kesan baik. Misalnya saat interview kerja, kita akan memilih pakaian kemeja dan bawahan celana kain hitam atau rok hitam selutut. Selain itu, kita akan merias muka kita, membentuk rambut kita sedemikian rupa agar terlihat rapi. Hal ini dilakukan agar para interviewer terkesan puas dengan penampilan kita dan bisa menjadi jalan untuk diterima di perusahaan tersebut. 

Memang benar bahwa kesan sangat memengaruhi penilaian. Kesan akan muncul ketika melihat penampilan atau sikap yang ditunjukkan orang lain. Jika kita memakai baju terbuka namun rapi saat interview kerja pun akan membuat penilaian para interviewer kepada kita menjadi jelek tak kita terkesan di mata mereka bukan wanita baik-baik. 

Jika kesan kita akan seseorang berubah, gambaran di dalam benak kita tentang orang itu juga akan berubah, gambaran di dalam benak kita tentang orang itu juga akan berubah, persepsi kita tentangnya pun lalu ikut berubah pula. Permasalahan yang muncul adalah bahwa kesan akan sesuatu lebih didasarkan pada segi penampilan atau segi visual. Namun kalau kita hanya berhenti pada yang visual saja, akan bisa membuat kesan kita tentangnya tidak sepenuhnya tepat.

Contohnya, Ani dikenal di kelasnya bahwa ia pendiam dan tidak terawat penampilannya karena ia selalu diam di kelas, tidak aktif, dan tidak pernah berpenampilan rapi saat datang ke sekolah. Sinta, teman sebangkunya, mencoba mencari tahu kenapa Ani begitu. Dengan segala macam cara, baik ngobrol dengan Ani maupun mengunjungi rumahnya, Sinta menemukan mengapa dia pendiam dan berpenampilan tidak terawat. Ani merupakan anak yang dibesarkan  di keluarga yang broken home sehingga Ani menjadi seperti itu. Aslinya, Ani adalah anak yang enak diajak ngobrol dan kreatif.
Merupakan suatu masalah pula kalau kesan yang kita dapatkan terlalu dipengaruhi oleh unsur kepentingan. Kesan kita akan suatu penampilan visual seringkali tergantung pada perasaan yang tumbuh pada saat kita melihat penampilan itu. Fakta yang menguntungkan yang disajikan karena mendukung kepentingan tertentu.

Kesan diperlukan untuk memberikan suatu gambaran tertentu. Kesan baik akan menumbuhkan gambaran yang baik. Tentu di balik motif itu adalah kepentingan mendapatkan keuntungan di baliknya. Bahkan untuk itu kalau perlu diciptakan kesan sepintas yang bisa mendukung kepentingan tersebut. Seperti penampilan saat interview kerja. Selain fisik, penampilan sikap juga terlihat. Kita menampilkan hal seperti ini dengan tujuan kepentingan kita yaitu diterima di perusahaan tersebut.
Kesan belum tentu menggambarkan kenyataan. Kalau kita hanya berpegang teguh pada kesan, apalagi kesan sekilas, bisa membuat pengamatan, persepsi, dan penilaian kita menjadi tidak tepat, karena tidak memahami kenyataan yang sebenarnya. Kesan tetap sesuatu yang penting dan diperlukan. Karena kita mempunyai kesan akan realitas, kita sudah mempunyai hipotesa sebagai titik pajak dalam usaha mengamati realitas. 

Kesan memang diperlukan. Namun, tidak sembarang kesan bisa berguna, karena kesan yang semu akan bisa membuat penggambaran realitas yang semu pula. Untuk itu terhadap sebuah kesan yang kita dapatkan pun kita harus perlu hati-hati dan secara sehat mewaspadai dan bersikap kritis terhadapnya.

Untuk itu prinsip pertama yang perlu dipegang adalah jangan terlalu percaya pada pengamatan visual, apalagi pengalaman visual sepintas. Kesan yang dimiliki haruslah disesuaikan atau dihadapkan dengan kenyataan yang sebenarnya. Kalau ternyata kesan kita tersebut tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya, kita wajib mengubahnya.

Realitas yang diciptakan demi suatu kesan baik yang hanya sesaat saja atau realitas yang diciptakan demi suatu kepentingan tertentu. Penyadaran tu akan membuahkan sikap untuk bergerak berdasarkan kenyataan sebenarnya.

Berhenti dan hanya percaya pada kesan sepintas itu hanyalah gejala dari orang yang tak mau tahu, apatis akan realitas. Faktanya, seringkali orang yang mau berpegang pada kenyataan yag sebenarnya dan kesan yang setepatnya, justru adalah mereka yang kalah sehingga dorongan untuk mau menggali kenyataan sebenarnya cenderung mati sebelum ditumbuhkan.

Ivana Livia Wibisono
14140110021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar