Bagian I
Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Ontologis
Ontologi adalah kajian filosofis yang paling kuno, dari
Yunani. Dengan para tokohnya: Thales, Plato, dan Aristoteles. Studi ini
membahas mengenai keberadaan sesuatu yang bersifat konkret secara kritis. Dapat
dilihat dari dua sisi sudut pandang yaitu kuantitatif (mempertanyakan
tunggal/jamak) dan kualitatif (mengenai kualitas, mengapa daun kehijauan?
Mengapa bunga mawar harum?). Alirannya ada realisme, naturalisme, dan
Empirisme.
Untuk mengtahui kenyataan secara menyeluruh perlu
mempelajari konsep ontologi ini. yang berguna bagi ilmu empiris seperti
kedokteran, fisika, ilmu kebudayaan, dll. Dari munculnya ontologi ini runtuhlah
mitos-mitos karena terkadang mitos tidak dapat masuk akal sehat. Manusia mulai
berkembang meninggalkan cara pandang metafisika yang berbahasa natural.
Disebabkan karena bahasa natural itu ambigu dan abstrak. Sekarang lebih banyak untuk ilmu alam yang
menggunakan bahasa formal yang dianggap lebih jelas dan distingtif.
Ilmu
pengetahuan menuntut pengalaman yang jeli untuk mengenal gejala-gejala alam
sesuai dengan keteraturan. Sehingga dapat merumuskan hukum untuk menerangkan
dan menguasai bumi demi kesejahteraan manusia. Dua cara pandangnya adalah
empirisme dan positivisme. Empirisme menyediakan data dari indrawi. Empirisme
adalah kemampuan ilmuwan dalam menggunakan bahasa formal untuk membuat
pengetahuan yang berakurasi tinggi.
Bagian
II
Metode Dan Jenis Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Pembagian ilmu pengetahuan dibagi ke dalam tiga kelompok,
meliputi ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial budaya, ilmu-ilmu terapan. Yang
termasuk dalam golongan ilmu alam, meliputi fisika, biologi, kimia, ilmu bumi,
dll. Yang termasuk dalam golongan ilmu sosial budaya, meliputi antropologi,
ekonomi, ilmu politik, psikologi, hukum, sosiologi, dll. Yang termasuk dalam
golongan ilmu terapan, meliputi ilmu komputer dan informatika, pertanian, dll.
Namun sekarang ini ilmu pengetahuan sudah lebih kompleks,
sehingga memunculkan spesialisasi bahkan sampai ke sub-spesialisasi. Hal ini
membuat tugas etika menjadi lebih sulit dan menantang karena perkembangan ilmu
pengetahuan yang semakin super realisasi. Sebagai salah satu contoh, kimia.
Kimia sering kali menggunakan konsep fisika untuk menjelaskan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Sehingga kimia dipandang sebagai
dasar fisika. Sedikit pemaparan pelajaran yang berhubungan dengan kimia antara
lain, kimia fisika, kimia nuklir, elektrokimia, biokimia, kimia komputasi, dll.
Contoh lain dari penggabungan dengan fisika adalah ilmu bumi. Ilmu bumi ini
mempelajari tentang planet bumu sebagai planet yang mempunyai kehidupan
diatasnya. Pelajaran yang berkaitan dengan fisika dan ilmu bumi anatar lain,
ilmu tanah, agorfisika, goelogi, oseanologi, kepurbakalaan, dll.
Dapat diambil kesimpulan bahwa fisika merupakan dasar
dari ilmu kimia dan imu bumi yang berpotensi bagi berkembangnya ilmu-ilmu lain.
Ilmu barubaru dianggap ilmiah bila dianggap memiliki ciri ilmiah. Yang menarik
adalah fisika merupakan teori, konsep yang diguakan untuk menjelaskan fenomena
alam. Maka sesungguhnya yang mendorong perkembangan ilmu alam adalah refleksi
kritis mengenai fenomena alam dari sudut ilmu pengetahuan yakni, ilmu tentang
pengetahuan.
Bagian
III
Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Etis
Ilmu pengetahuan disebut pengetahuan ontologis
(kenyataan). Mempertanyakan segala suatu hal disebut pengetahuan epistemologi.
Ilmu yang mempelajari perbuatan manusia disebut aksiologi. Ketiga pengetahuan
ini berusaha untuk menjawab benar atau salah. Sebaliknya etika standar moral
yang diukur dari penilaian baik atau buruk. Secara umum, kita harus menjauhkan
perilaku buruk dan selalu berperilaku baik. Apa yang benar secara ilmu
pengetahuan belum tentu benar secara etika. Kita bisa menganggap ilmu pengetahuan
itu benar secara etika jika sudah memenuhi standar moral.Norma perilaku adalah
etika berbicara yang boleh dan yang tidak, yang boleh dan tidak dilakukan.
Etika ini bersifat non-empiris, mencari tahu dibalik kenyataan yang ada (bukan
factual).
Ilmu pengetahuan secara normatif, etika melampaui hukum.
Hukum adalah kenyataan empiris (aturan-aturan yang ada) dan etika adalah
kenyataan non-empiris (aturan poistif). Etika adalah hukum moral dan
aturan-aturan yang ada disebut hukum positif. Hukum moral bersifat absolut,
hukum positif bersifat relatif. Contoh di Indonesia yang dulu sempat marak
yaitu nenek yang mengambil tiga buah biji cokelat. Secara hukum jelas nenek ini
salah, namun secara hukum moral nenek ini tidak salah. Mengapa? Karena negara
menelantarkan nenek ini hingga kelaparan. Masayarakat akan berpikir secara
moral apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Dua teori etika yang paling utama adalah etika teologis
dan etika deontologis. Dalam teleologis, suatu perbuatan adalah baik jika
sesuai dengan tujuan. Aristoteles mengatakan bahwa segala sesuatu mempunyai
suatu tujuan yang ada secara kodrati. Tujuan selalu baik. Jadi pencapaian
tujuan merupakan akibat dari perbuatan baik. Etika ini disebut juga
konsekuensialis karena mementingkan akibat sebuah perbutan baik jika sesuai
dengan tujuannya.
Etika
deontologi muncul akibat reaksi dari teori teleologis karena dianggap
menghilangkan kebebasan manusia untuk memikirkan sendiri perbuatannya.Teologis
dianggap ontologis karena menjelaskan suatu tujuan tanpa pertimbangan dan
pilihan bebas. Berbeda dengan deontologi yang menolak ontologis. Disini
deontologi bertindak sebagai kehendak pribadi yang otonom. Dari kedua teori ini
memunculkan etika Marxian, etika Kantian, dan etika Habermasian, yang merupakan
sintesis dari kedua teori ini.
Nonna Sabrina Cendana
14140110096
Etika Filsafat B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar