Senin, 28 Maret 2016

Ilmu Pengetahuan

Bagian I
Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Ontologis
           
           Ontologi adalah kajian filosofis yang paling kuno, dari Yunani. Dengan para tokohnya: Thales, Plato, dan Aristoteles. Studi ini membahas mengenai keberadaan sesuatu yang bersifat konkret secara kritis. Dapat dilihat dari dua sisi sudut pandang yaitu kuantitatif (mempertanyakan tunggal/jamak) dan kualitatif (mengenai kualitas, mengapa daun kehijauan? Mengapa bunga mawar harum?). Alirannya ada realisme, naturalisme, dan Empirisme.

            Untuk mengtahui kenyataan secara menyeluruh perlu mempelajari konsep ontologi ini. yang berguna bagi ilmu empiris seperti kedokteran, fisika, ilmu kebudayaan, dll. Dari munculnya ontologi ini runtuhlah mitos-mitos karena terkadang mitos tidak dapat masuk akal sehat. Manusia mulai berkembang meninggalkan cara pandang metafisika yang berbahasa natural. Disebabkan karena bahasa natural itu ambigu dan abstrak.  Sekarang lebih banyak untuk ilmu alam yang menggunakan bahasa formal yang dianggap lebih jelas dan distingtif.

Ilmu pengetahuan menuntut pengalaman yang jeli untuk mengenal gejala-gejala alam sesuai dengan keteraturan. Sehingga dapat merumuskan hukum untuk menerangkan dan menguasai bumi demi kesejahteraan manusia. Dua cara pandangnya adalah empirisme dan positivisme. Empirisme menyediakan data dari indrawi. Empirisme adalah kemampuan ilmuwan dalam menggunakan bahasa formal untuk membuat pengetahuan yang berakurasi tinggi.

Bagian II 
Metode Dan Jenis Klasifikasi Ilmu Pengetahuan

            Pembagian ilmu pengetahuan dibagi ke dalam tiga kelompok, meliputi ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial budaya, ilmu-ilmu terapan. Yang termasuk dalam golongan ilmu alam, meliputi fisika, biologi, kimia, ilmu bumi, dll. Yang termasuk dalam golongan ilmu sosial budaya, meliputi antropologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, hukum, sosiologi, dll. Yang termasuk dalam golongan ilmu terapan, meliputi ilmu komputer dan informatika, pertanian, dll.

            Namun sekarang ini ilmu pengetahuan sudah lebih kompleks, sehingga memunculkan spesialisasi bahkan sampai ke sub-spesialisasi. Hal ini membuat tugas etika menjadi lebih sulit dan menantang karena perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin super realisasi. Sebagai salah satu contoh, kimia. Kimia sering kali menggunakan konsep fisika untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Sehingga kimia dipandang sebagai dasar fisika. Sedikit pemaparan pelajaran yang berhubungan dengan kimia antara lain, kimia fisika, kimia nuklir, elektrokimia, biokimia, kimia komputasi, dll. Contoh lain dari penggabungan dengan fisika adalah ilmu bumi. Ilmu bumi ini mempelajari tentang planet bumu sebagai planet yang mempunyai kehidupan diatasnya. Pelajaran yang berkaitan dengan fisika dan ilmu bumi anatar lain, ilmu tanah, agorfisika, goelogi, oseanologi, kepurbakalaan, dll.

            Dapat diambil kesimpulan bahwa fisika merupakan dasar dari ilmu kimia dan imu bumi yang berpotensi bagi berkembangnya ilmu-ilmu lain. Ilmu barubaru dianggap ilmiah bila dianggap memiliki ciri ilmiah. Yang menarik adalah fisika merupakan teori, konsep yang diguakan untuk menjelaskan fenomena alam. Maka sesungguhnya yang mendorong perkembangan ilmu alam adalah refleksi kritis mengenai fenomena alam dari sudut ilmu pengetahuan yakni, ilmu tentang pengetahuan.

Bagian III
 Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Etis

            Ilmu pengetahuan disebut pengetahuan ontologis (kenyataan). Mempertanyakan segala suatu hal disebut pengetahuan epistemologi. Ilmu yang mempelajari perbuatan manusia disebut aksiologi. Ketiga pengetahuan ini berusaha untuk menjawab benar atau salah. Sebaliknya etika standar moral yang diukur dari penilaian baik atau buruk. Secara umum, kita harus menjauhkan perilaku buruk dan selalu berperilaku baik. Apa yang benar secara ilmu pengetahuan belum tentu benar secara etika. Kita bisa menganggap ilmu pengetahuan itu benar secara etika jika sudah memenuhi standar moral.Norma perilaku adalah etika berbicara yang boleh dan yang tidak, yang boleh dan tidak dilakukan. Etika ini bersifat non-empiris, mencari tahu dibalik kenyataan yang ada (bukan factual).

            Ilmu pengetahuan secara normatif, etika melampaui hukum. Hukum adalah kenyataan empiris (aturan-aturan yang ada) dan etika adalah kenyataan non-empiris (aturan poistif). Etika adalah hukum moral dan aturan-aturan yang ada disebut hukum positif. Hukum moral bersifat absolut, hukum positif bersifat relatif. Contoh di Indonesia yang dulu sempat marak yaitu nenek yang mengambil tiga buah biji cokelat. Secara hukum jelas nenek ini salah, namun secara hukum moral nenek ini tidak salah. Mengapa? Karena negara menelantarkan nenek ini hingga kelaparan. Masayarakat akan berpikir secara moral apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

          Dua teori etika yang paling utama adalah etika teologis dan etika deontologis. Dalam teleologis, suatu perbuatan adalah baik jika sesuai dengan tujuan. Aristoteles mengatakan bahwa segala sesuatu mempunyai suatu tujuan yang ada secara kodrati. Tujuan selalu baik. Jadi pencapaian tujuan merupakan akibat dari perbuatan baik. Etika ini disebut juga konsekuensialis karena mementingkan akibat sebuah perbutan baik jika sesuai dengan tujuannya.

Etika deontologi muncul akibat reaksi dari teori teleologis karena dianggap menghilangkan kebebasan manusia untuk memikirkan sendiri perbuatannya.Teologis dianggap ontologis karena menjelaskan suatu tujuan tanpa pertimbangan dan pilihan bebas. Berbeda dengan deontologi yang menolak ontologis. Disini deontologi bertindak sebagai kehendak pribadi yang otonom. Dari kedua teori ini memunculkan etika Marxian, etika Kantian, dan etika Habermasian, yang merupakan sintesis dari kedua teori ini.

Nonna Sabrina Cendana 14140110096
Etika Filsafat B



Tidak ada komentar:

Posting Komentar