a.
Apa
itu filsafat?
Istilah
filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yakni, phisohia dan philosophos.
Yang memiliki arti “orang yang cinta pada kebijaksaan” atau “cinta pada
pengetahuan.”pencetusnya bernama Pythagoras, pada abad ke 6 SM. Filsafat adalah
kegiatan mencintai pengetahuan dilakukan dengan mempertanyakan sesuatu secara
mendasar dan menyeluruh. Upaya terus-menerus mencari pengetahuan dan kebenaran.
Pertanyaan bisa muncul dari rasa ingin tahu manusia terhadap dunia dan dirinya.
Dapat pula berupa pertanyaan sederhana (sehari-hari) atau serius (mendala dan
teknis).
Pencarian jawaban dilakukan secara terus menerus hingga
membuahkan jawaban yang semakin lama mendekati kebenaran. Filsafat adalah
‘tanda tanya’ bukan ‘tanda seru’ artinya filsafat adalah upaya pencarian akan
pengetahuan yang tidak pernah selesai.
Filsafat lahir ketika logos (akal budi/rasio)
menggantikan rasio. Pada awalnya alam dianggap memiliki kekuatan (anima), lalu
berganti menjadi perbedaan antara manusia dengan alam (ontologis). Disini
manusia mulai mempertanyakan alam dengan dirinya. Para filsuf mulai pula
mempertanyakan asal mula alam. Penjelasan mengenai alam seperti dewa yang
menunggangi kereta kuda melintas di langit. Hal ini tidak dapat dipikirkan
secara rasio (logos). Dari sinilah filsafat lahir ketika logos menggantikan
mitos.
b.
Sejarah
Filsafat
Sejarah
filsafat dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu filsafat Yunani, Filsafat Abad Pertengahan.
Filsafat Modern, Filsafat Kontemporer/Postmodern.
Periode
Filsafat Yunani, diawali oleh pemikiran Socrates yang bercirikan kosmosentris.
Pertanyaan mendasar adalah terbuat dari apa alam itu? Didapatkan kesimpulan
bahwa alam itu merupakan satu susunan yang teratur dan harmonis. Berbeda dengan
Thales mengabaikan penjelasan mitos dan dewa-dewa Yunani. Berpendapat bahwa
semua makhluk hidup berasal dari air dan manusia berasal dari ikan. Ada pula
Pyhthagoras dan Heraclitos yang turut menyumbangkan idenya.
Periode
Abad Pertengahan, dibagi menjadi zaman Patristik dan zaman Skolastik.
Berkembangnya Agama Kristen di Barat membuat pada ajaran Agama Kristen
(teosentris). Pada masa ini ahli-ahli agama Kristen menguasi pemikiran filsafat
sehingga disebut zaman Patristik.
Perkembangan
baru dengan mulai lahirnya sekolah-sekolah di Katedral antara abad 10-15. Masa
ini disebut masa Skolatisisme. Pada masa ini terkenal akan pembuktian
ontologis tentang Tuhan oleh Anselmus. Menurutya, Tuhan adalah suatu yang
paling besar untuk dipikirkan, dan sesuatu yang terbesar untuk dipikirkan itu, pastilah ada. Sampai pada puncak dari
masa Skolastik ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas, Summa Theologia. Ia membedakan tugas antara ilmu pengetahuan dengan
agama. Ilmu pengetahuan berasal dari pengalaman, yang nantinya pengalaman itu
akan diolah oleh rasio kita. Masalah agama harus diselesaikan secara kepercayaan
dengan rasio yang sejalan. Bukti tentang adanya Tuhan dikemukakannya melalui
“Lima Jalan”.
Periode
Modern, dibagi menjadi masa Renaisans dan masa Pencerahan. Pada masa Renaisans
muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan berpikir seperti pada masa Yunani.
Kombinasi filsafat Yunani dan humanism. Manusia sebagai individu, menjadi pusat
dari segalanya. Hingga seni lukis dan pahat pada era ini semua menonjolkan
keagungan manusia. Pada masa Pencerahan, pemikiran yang menjadi dasar pandangan
dunia bagi zaman modern. Terjadi peralihan dari metode berpikir spekulatif ke
eksperimental matematis. Dari permikiran sosial-politik yang berdasar teologi
ke pemikiran antroposentris (humanis).
Periode
Postmodern (kontemporer), berarti filsafat yang bekembang mengatasi era Modern.
Postmodern dapat juga disebut sintesa taua perpaduan pemikiran dan kebudayaan
klasik, modern, dan postmodern ke cara berpikir atau kebudayaan baru. Para
ilmuwan berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar antara pemikiran pada era
modern dan postmodern. Contohnya, jika pada zaman modern filsif masih berdebat mengenai realitas, pada zaman postmodern justru dibicarakan soal kematian
realitas. Menurut Lyotard, perubahan besar dalam dunia ilmiah ini terjadi
dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak mau mengubah cara berpikir
kita. Era informasi saat ini diibaratkan sebuah jaringan yang berkaitan satu
sama lain (pohon ilmu).
c.
Tiga
Bidang Utama Filsafat
Pertama,
ontologi. Cabang filsafat yang membahas atau membicarakan masalah ‘ada’/’
realitas’. Yang dibahas adalah ‘ada’ yang bersifat umum, bukan yang bersifat
khusus. Salah satu sub-cabang adalah metafisika. Yang dikemukakan oleh
Andronikos yang mencoba mengelompokkan tulisan Aristoteles. Menjadi tulisan
yang berkaitan dengan fisika dan yang berkaitan dengan metaphisyca.
Kedua,
epsitemologi. Mengkaji mengenai hakikat pengetahuan. Membahas
persoalan-persoalan tentang dari manakah pengetahuan itu berasal, apakah sumber
pengetahuan itu, bagaimana manusia mengetahui, dll. Contoh: ada yang mengatakan
bahwa pengetahuan bersifat objektif, netral. Ada yang berkata sebaliknya. Dalam
filsafat ini, epistemologi terkait pembahasan tentang logika, filsafat ilmu dan
metodologi.
Ketiga,
aksiologi. Cabang filsafat yang membahas mengenai ‘nilai’ nilai yang dimaksud
tidak hanya mengacu pada pengertian etis, bisa juga estetis. Dalam cabang ini
terkait bidang etika dan estetika.
d.
Ciri
Berpikir Filsafat
Berpikir
filsafat adalah berpikir dengan ketat, selalu mempertimbangkan penarikan
kesimpulan dengan hati-hati. Berpikir filsafat menuntut kejelasan, keruntutan
(coherence) konsisten antara satu gagasan dengan gagasan lain, konsisten, dan
sistematika (berpikir mengikuti aturan tertentu). Selain itu, kita juga harus mampu berpikir secara komprehensif (menyeluruh).
Dari
cara kita berpikir filsafat ini akan melahirkan penjelasan tentang dunia,
manusia, dan segala sesuatu. Upaya untuk mengetahui segala sesuatu akhirnya
akan melahirkan Weltanschauung (satu
pandangan dunia yang memberikan keterangan tentang dunia dan semua yang ada di
dalamnya).
e.
Metode
Filsafat
Metode
filsafat adalah upaya mencari kebenaran dan pencerahan. Ada banyak metode yang
telah digunakan oleh para filsuf untuk mencari kebenaran. Seperti: ‘metode
kritis’ (Socrates, Plato), ‘metode intuitif’ (Plotinus, Henry Bergson), ‘metode
skolatik’ (Thomas Aquinas), ‘metode geometri’ (Rene Descrates), ‘metode
empiris’ (Francis Bacon, David Hume), dll. Filsafat memerlukan banyak metode
karena filsafat bertugas menerjemahkan (mengintepretasikan) semua bentuk
pengalaman manusia. Filsafat tidak bersifat empiris melainkan berupaya
menemukan gambaran koheren dari berbagai pengalaman dan penarikan kesimpulan
untuk mengatasi pengalaman tersebut.
f. Manfaat
Belajar Filsafat
Para
filsuf sepakat bahwa tujuan dari belajar filsafat ini adalah mencari dan
memilki pengetahuan. Filsafat mempunyai manfaat praktis yang cukup luas dan
berjangka panjang. banyak hasil dari pemikiran filsfaat yang merubah dunia.
Seperti konsep negara, keadilan, demokrasi, hak rakyat (Aristoteles, dll) yang
memberi sumbangan terhadap revolusi Prancis.
Ataupun teori Atom Demokritos yang sekarang bisa diwujudkan dalam bentuk
energi atom/nuklir.
Manfaatnya
banyak sekali dapat membentuk kemandirian secara intelektual, membangun sikap
toleran terhadap perbedaan sudut pandang, dan bebas dari jeratan dogmatis.
Filsafat mengajak kita untuk berpikir kritis. Tidak menerima begitu saja suatu
pendapat dan selalu mempertanyakan segala sesuatu. Kita diajak untuk tidak
mengisi kepala kita dengan fakta yang sudah ada, melainkan mengkritisi fakta
yang ada.
Nonna Sabrina Cendana 14140110093
Etika Filsafat B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar