Anisa Novianti
14140110207
Informasi merupakan
tempat sarana pendidikan yang efektif dan media merupakan sarana utama untuk
menyampaikan dan mendapatkan informasi tersebut. Namun, keperihatinan utama
pengelolaan media hanyalah demi mencari
keuntungan semata.
Informasi sebagai Komoditi dan
Mimetisme
Dalam
lingkup industry, informasi merupakan barang dagangan dan bersifat komersil.
Ciri komersil ini menjadi dianggap lebih penting daripada menjalankan misi
utama media, yaitu untuk klarifikasi dan berperan dalam debat demokrasi. Paparazzi dan wartawan infotainment saat ini sangat didominasi
oleh pasar dan keuntungan. Terkadang wartawan tersebut sampai kejam memancing
pertanyaan-pertanyaan diluar konteks.
Bagi
mereka, pasar informasi adalah sarana untuk mencari keuntungan. Higga dari
sini, muncullah persaingan antara media cetak dan media visual. Namun, di sisi
lain persaingan ini menimbulkan dampak positif dimana mereka harus berlomba
dalam mendorong kreativitas.
Media Mengubah Integrasi Sosial, Reproduksi Budaya, dan Partisipasi
Politik
Media
saat ini bukan hanya menyampaikan ide pembebasan, melainkan nilai-nilai hedonis
yang mampu memengaruhi integritas sosial. Selain itu, hedonisme individualis
dapat mengabaikan kontrol sosial sehingga norma-norma sosial akan hilang.
Dalam
hal iklan, fungsi komunikasi massanya bukan dari isinya atau tujuan ekonomi,
melainkan logika medium itu sendiri. Dan berkat media ini, sensualisasi dan
estetiasi untuk kepentingan kenikmatan semakin intensif dan meluas.
Dalam
hal partisipasi politik, individu menjadi tidak tertarik dalam ideologi politik
karena hal ini tidak mampu memberi janji dan memobilisasi pengikut. Selain
pengaruh kapitalisme baru, sistem media juga ditentukan oleh kemajuan
teknologi. Perubahan teknologi ini memberi dampak dengan melahirkan logika dalam
waktu singkat.
Dilema Media Massa
Logika
dengan waktu singkat tersebut membuat media duduk dalam situasi dilematis.
Namun, di satu sisi idealisme media menuntut peran sebagai sarana pendidikan
agar publik mampu bersikap dan berfikir kritis. Media sangat diharapkan dapat
meningkatkan mutu debat publik, tetapi saat ini justru mengubah politik menjadi
sebuah tontonan.
Dilema
yang dihadapi media muncul dari tuntutan rating
dan di satu sisi juga dituntut dalam memberi informasi yang benar dan mendidik.
Karena di dalam cara untuk menarik minat publik seringkali teknik tidak baik
dilakukan oleh media, sehingga publik tidak dapat membedakan mana yang
riil/palsu.
Pentingnya Pencitraan
Media diharapkan mampu jadi pencetus budaya yang
berkualitas, namun akhirnya jatuh dalam berbagai iklan yang semakin memicu
konsumsi.
J. baudrillard
menjelaskan 4 fase citra :
1. Representasi
dimana citra adalah cermin dari realitas
2. Ideologi
memberi gambaran yang salah tentang realitas
3. Citra
menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
4. Citra
tidak ada hubungannya dengan realitas apapun, ia hanya menjadi yang menyerupai
dirinya.
Tiada Perlawanan Terorganisir dan Bentuk Baru Sensor
Media
sebenarnya punya kesempatan memengaruhi masyarakat dengan menanamkan kebebasan
dan inisiatif, tetapi media malah semakin membuat publik menjadi tergantung dan
kompulsif.. Dan saat ini, sensor pun berubah bentuk. Sensor tidak lagi
menghilangkan, memotong atau melarang sejumlah aspek. Sekarang sensor
bersembunyi dalam aspek kekomersilan. Sensor malahan menelusup dalam
berlimpahnya informasi yang harusnya didengar, dibaca, atau di lihat. Nilai
jual media pun tergantung pada kemampuan untuk memberi citra yang baik.
3 Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
1. Media punya kekuasaan dan efek yang kuat
terhadap publik.
2. Etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga
keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab
3. Mencoba menghindari dampak negatif dari logika
yang instrumental
Jadi, pada
dasarnya sistem komunikasi lebih mengandalkan pada teori tindakan strategis
daripada teori tindakan komunikatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar