Selasa, 05 April 2016

MENGAPA PERLU ETIKA KOMUNIKASI?



Informasi yang benar mencerahkan kehidupan. Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan untuk mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya, yang pada gilirannya akan membantu orang mendapatkan keuntungan. Informasi yang benar menhindarkan salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian. Media adalah sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi. Sayang, hak publik tidak dijamin karena adanya pertarungan kepentingan dalam hal politik, ekonomi, atau budaya. Tuntutan dari pasar juga cenderung mengubah secara mendasar sistem media. Keprihatinan utama pengelola media adalah keuntungan.
1.1 Informasi sebagai Komoditi dan Mimetisme
Informasi dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih penting daripada misi utama media, yaitu untuk klarifikasi dan memperkaya debat demokrasi. Banyak berita yang memiliki nilai jual tinggi dipertahankan dalam jangka waktu yang cukup lama. Bagi para news business, pasar informasi adalah untuk mencari keuntungan. Jangan sampai pembaca, pemirsa, atau pendengar turun.
Mimetisme adalah gairah yang tiba tiba menghinggapi media dan mendorongnya, seperti sangat urgen, bergegas untuk meliput kejadian karena media lain, terutama menjadi acuan, menganggapnya penting. Ikut – ikutan semacam ini dapat menjadi sampai membentuk suatu keyakinan tertentu dalam publik.
1.2 Media Mengubah Integrasi Sosial, Reproduksi Budaya, dan Partisipasi Politik
Integrasi sosial menghadapi kendala dalam bentuk individualisme narcisik. Hanyut dalam arus hedonisme individual, individu semacam ini cenderung memuja kultus masa kini. Hal ini mengabaikan kontrol sosial dari instansi tradisional sehingga norma – norma tradisional meredup.
Dalam reproduksi budaya, atau lebih tepat justru produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efektivitas dan tuntutan agar dapat bertahan hidup.
Dalam hal partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi politik tidak mampu memberi janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi memobilisasi pengikut. Arena sosial menjadi tidak lain kecuali perpanjangan lingkup privat. Jadi, para politisi dewasa ini berhadapan dengan basis pendukung yang konsumerisme, individualis, mudah berubah pandangan, dan skeptik. Media menyebarkan gaya hidup di mana sistem representasi menjadi objek konsumsi.
1.3 Dilema Media Massa
Logika waktu pendek ini menempatkan media massa dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi, idealisme media menuntut peran sebagai sarana pendidikan agar pembaca, pemirsa, atau pendengar semakin memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir. Di sisi lain, pragmatisme ekonomi memaksa media mengadopsi logika mode yang terpatri kepada yang spektakuler, sensasional, superfisial, dan pesan yang beragam.
Media sangat diharapkan akan meningkatkan mutu debat publik, tetapi justru mengubah politik menjadi tontonan. Dalam upaya menarik perhatian, berbagai teknik dipakai oleh media, bahkan sering membuat orang tidak bisa lagi membedakan yang benar, palsu, simulasi, riil, dan yang hiperriil.

1.4 Pentingnya Pencitraan
Sudah menjadi rahasia umum, keprihatinan utama media adalah keuntungan, yang tentu saja perlu dihiasi dengan pernik-pernik idealisme kemanusiaan. Pencitraan mendiskualifikasikan kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan, dan hiperrealitas.
J. Baudrillard menjelaskan empat fase citra.
1. Representasi di mana citra merupakan cermin suatu realitas
2. Ideologi di mana citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
3. Citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
4. Citra tidak ada hubungannya sama sekali dengan realitas apapun
1.5 Tiada Perlawanan Terorganisir dan Bentuk Baru Sensor
Media massa tidak bisa dilepaskan dari manuver kapital. Logika waktu pendek ikut mengubah kapitalisme. Kapitalisme pasar uang menggagalkan visi jangka panjang negara demi performance jangka pendek, sirkulasi cepat kapital pada tingkat global, dan transaksi ekonomi semakin cepat.
Menghadapi kapitalisme global, komersialisasi gaya hidup dan individualisasi yang tidak terkontrol itu, tidak ada perlawanan terorganisir yang didukung oleh struktur kuat dan ideologi yang serius. Media sebenarnya memiliki kesempatan untuk memengaruhi masyarakat dengan menanamkan kebebasan dan inisiatif, tetapi media justru semakin membuat khalayak tergantung dan kompulsif.
Dominasi – dominasi oleh para pemegang kekuasaan menyebabkan ketidakadilan, pembodohan, dan konsumerisme. Selain itu, dewasa ini sensor juga berubah bentuk. Sensor tidak lagi tampak dalam bentuk primer karena bukan lagi masalah menghilangkan, memotong, melarang sejumlah aspek fakta atau menyembunyikannya. Dalam masyarakat demokratis, penguasa tidak lagi melarang wartawan untuk memberitakan sesuatu
1.6 Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
1. Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik.Padalah media mudah memanipulasi dan mengaliensi audiens. Dengan demikian, etika komunikasi mau melindungi publik yang lemah
2. Etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab
3. Mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental (determinasi ekonomi dan teknologi).
Nathania Clairine
1414010369

Tidak ada komentar:

Posting Komentar