Informasi
yang benar mencerahkan kehidupan. Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan
untuk mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya, yang pada gilirannya akan
membantu orang mendapatkan keuntungan. Informasi yang benar menhindarkan salah
paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian. Media adalah sarana
utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi. Sayang, hak publik tidak
dijamin karena adanya pertarungan kepentingan dalam hal politik, ekonomi, atau
budaya. Tuntutan dari pasar juga cenderung mengubah secara mendasar sistem
media. Keprihatinan utama pengelola media adalah keuntungan.
1.1 Informasi sebagai Komoditi dan
Mimetisme
Informasi
dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih penting
daripada misi utama media, yaitu untuk klarifikasi dan memperkaya debat
demokrasi. Banyak berita yang memiliki nilai jual tinggi dipertahankan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Bagi para news business, pasar informasi adalah
untuk mencari keuntungan. Jangan sampai pembaca, pemirsa, atau pendengar turun.
Mimetisme
adalah gairah yang tiba tiba menghinggapi media dan mendorongnya, seperti
sangat urgen, bergegas untuk meliput kejadian karena media lain, terutama
menjadi acuan, menganggapnya penting. Ikut – ikutan semacam ini dapat menjadi
sampai membentuk suatu keyakinan tertentu dalam publik.
1.2 Media Mengubah Integrasi Sosial,
Reproduksi Budaya, dan Partisipasi Politik
Integrasi
sosial menghadapi kendala dalam bentuk individualisme narcisik. Hanyut dalam
arus hedonisme individual, individu semacam ini cenderung memuja kultus masa
kini. Hal ini mengabaikan kontrol sosial dari instansi tradisional sehingga
norma – norma tradisional meredup.
Dalam
reproduksi budaya, atau lebih tepat justru produksi budaya, tekanannya adalah
harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu,
tetapi karena diarahkan oleh efektivitas dan tuntutan agar dapat bertahan
hidup.
Dalam hal
partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi
politik tidak mampu memberi janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi
memobilisasi pengikut. Arena sosial menjadi tidak lain kecuali perpanjangan
lingkup privat. Jadi, para politisi dewasa ini berhadapan dengan basis
pendukung yang konsumerisme, individualis, mudah berubah pandangan, dan
skeptik. Media menyebarkan gaya hidup di mana sistem representasi menjadi objek
konsumsi.
1.3 Dilema Media Massa
Logika waktu
pendek ini menempatkan media massa dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi,
idealisme media menuntut peran sebagai sarana pendidikan agar pembaca, pemirsa,
atau pendengar semakin memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman
berpikir. Di sisi lain, pragmatisme ekonomi memaksa media mengadopsi logika
mode yang terpatri kepada yang spektakuler, sensasional, superfisial, dan pesan
yang beragam.
Media sangat
diharapkan akan meningkatkan mutu debat publik, tetapi justru mengubah politik
menjadi tontonan. Dalam upaya menarik perhatian, berbagai teknik dipakai oleh
media, bahkan sering membuat orang tidak bisa lagi membedakan yang benar,
palsu, simulasi, riil, dan yang hiperriil.
1.4 Pentingnya Pencitraan
Sudah menjadi
rahasia umum, keprihatinan utama media adalah keuntungan, yang tentu saja perlu
dihiasi dengan pernik-pernik idealisme kemanusiaan. Pencitraan
mendiskualifikasikan kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan
antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan, dan hiperrealitas.
J.
Baudrillard menjelaskan empat fase citra.
1.
Representasi di mana citra merupakan cermin suatu realitas
2. Ideologi
di mana citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
3. Citra
menyembunyikan bahwa tidak ada realitas
4. Citra
tidak ada hubungannya sama sekali dengan realitas apapun
1.5 Tiada Perlawanan Terorganisir dan
Bentuk Baru Sensor
Media massa
tidak bisa dilepaskan dari manuver kapital. Logika waktu pendek ikut mengubah
kapitalisme. Kapitalisme pasar uang menggagalkan visi jangka panjang negara
demi performance jangka pendek, sirkulasi cepat kapital pada tingkat global,
dan transaksi ekonomi semakin cepat.
Menghadapi
kapitalisme global, komersialisasi gaya hidup dan individualisasi yang tidak
terkontrol itu, tidak ada perlawanan terorganisir yang didukung oleh struktur
kuat dan ideologi yang serius. Media sebenarnya memiliki kesempatan untuk
memengaruhi masyarakat dengan menanamkan kebebasan dan inisiatif, tetapi media
justru semakin membuat khalayak tergantung dan kompulsif.
Dominasi –
dominasi oleh para pemegang kekuasaan menyebabkan ketidakadilan, pembodohan,
dan konsumerisme. Selain itu, dewasa ini sensor juga berubah bentuk. Sensor
tidak lagi tampak dalam bentuk primer karena bukan lagi masalah menghilangkan,
memotong, melarang sejumlah aspek fakta atau menyembunyikannya. Dalam
masyarakat demokratis, penguasa tidak lagi melarang wartawan untuk memberitakan
sesuatu
1.6 Tiga Syarat Kemungkinan Etika
Komunikasi
1. Media mempunyai
kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik.Padalah media mudah
memanipulasi dan mengaliensi audiens. Dengan demikian, etika komunikasi mau
melindungi publik yang lemah
2. Etika
komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan
berekspresi dan tanggung jawab
3. Mencoba
menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental
(determinasi ekonomi dan teknologi).
Nathania Clairine
1414010369
Tidak ada komentar:
Posting Komentar