Informasi
sebagai Komoditi dan Mimetisme
Dalam cara berpikir industri, informasi
pertama-tama dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih
penting daripada misi utama media, yaitu untuk klarifikasi dan memperkaya debat
demokrasi.
Media kini di bawah
tekanan persaingan yang semakin keras dan tuntutan keberhasilan komersial
semakin berat. Banyak pimpina media datang dari dunia perusahaan bukan lagi
dimonopoli dunia jurnalisme. Para pimpinan ini tidak terlalu peka akan tuntutan
informasi yang benar. Media jadi berlomba-lomba menyiarkan yang sensasional atau
spektakuler, dengan harga apapun, yang terkadang sampai mengorbankan
professionalism
Di antara media sendiri terjadi
persaingan, Perang Teluk (1991) ditandai dengan kejayaan informasi televisi
yang mendasarkan kekuatannya pada gambar. Namun, bukan berarti media cetak
kalah pamor, mereka menemukan lahan baru informasi yang televisi tidak mampu
untuk menandinginya, yaitu kehidupan pribadi para tokoh public dan skandal yang
dikaitkan dengan korupsi atau kasus lain.
Di satu sisi, persaingan itu mendorong ke
kreativitas; di lain sisi, persaingan itu juga diikuti oleh semacam mimetisme. Mimetisme adalah gairah yang tiba-tiba
menghinggapi media dan mendorongnya, sepertinya sangat urgen, bergegas untuk
meliput kejadian karena media lain, terutama yang menjadi acuan, menganggapnya
penting.
Media Mengubah Integrasi Sosial, Reproduksi
Budaya, dan Partisipasi Politik
Media
menyebarkan ke seluruh tubuh sosial tidak hanya ide pembebasan, tetapi juga
nilai-nilai hedonis sehingga akhirnya memengaruhi integrasi sosial. Integrasi
sosial menghadapi kendala dalam bentuk individualisme narcisik. Hedonisme
individualis ini mengabaikan kontrol sosial dari instansi tradisional sehingga
norma-norma tradisional meredup.
Dalam
reproduksi budaya atau lebih tepat justru produksi budaya, tekanannya adalah
harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopis tertentu,
tetapi karena diarahkan oleh efektivitas dan tuntutan agar bisa bertahan hidup.
Kultus teknologi mengalahkan tujuan dan idealisme. Maka, dalam media, teknik
presentasi sering mengalahkan isi berita atau pesan yang mau disampaikan. Semua
isi makna diserap ke dalam satu-satunya bentuk dominan dari medium. Medium itu
sendiri merupakan peristiwa, apapun isinya, entah sesuai atau subversif. Media
berperan besar dalam penciptaan kebutuhan palsu, serta sikap pasif yang
terhanyut dalam konsumerisme.
Dalam
partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi
politik tidak lagi mampu memberikan janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu
lagi memobilisasi pengikut. Jadi, para politisi dewasa ini berhadapan dengan
basis pendukung yang konsumeris, individualis, mudah berubah pandangan, dan
skeptis. Dampaknya terasa dalam pembentukan identitas individu dan bentuk baru
kebebasan.
Selain pengaruh kapitalisme baru, sistem
media juga sangat ditentukan oleh kemajuan teknologi. Revolusi teknologi
informasi melahirkan logika waktu pendek. Media elektronik dan komputer
memungkinkan informasi dan pertukarannya dalam waktu singkat. Tersedianya
informasi secara instan membuat orang tidak lagi menghargai penantian dan
kelambanan. Kehilangan momentum adalah bentuk kekalahan.
Tiga Syarat Kemungkinan Etika Komunikasi
Setidaknya ada
tiga pertimbangan mengapa penerapan etika komunikasi semakin mendesak. Pertama,
Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Etika
komunikasi melindungi publik yang lemah (dalam artian manipulasi media). Kedua,
etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan
berekspresi dan tanggung jawab. Tujuannya untuk masa depan pers sendiri dengan
menagih tanggung jawab negara. Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin
dampak negatif dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai
dan makna.
Meskipun jurnalisme atau siaran merupakan
produk industri, ia membawa nilai nonmaterial yang sangat berharga. Namun,
logika pasar ternyata tidak bisa ditawar, tuntutan keuntungan hanya mungkin
dipenuhi hanya bila bisa meningkatkan kemampuan bersaing. Persaingan pasar
semakin diperparah oleh kecepatan teknologi dalam hal sirkulasi informasi.
R. Alca Octaviani
14140110304